Isu kerusakan lingkungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menjadi alasan sebagian warga menolak tambang andesit. Selain itu, warga juga percaya adanya mitos yang menyebutkan akan terjadi pertumpahan darah jika tambang andesit tetap dilaksanakan.
Salah seorang sesepuh Desa Wadas, Muhammad Bahrudin (58), menuturkan penolakan penambangan di Desa Wadas tidak hanya terjadi pada akhir-akhir ini, namun sudah sejak zaman Belanda. Saat itu, warga juga menolak penambangan karena percaya pesan leluhur akan terjadi pertumpahan darah jika penambangan dilaksanakan di Wadas.
"Dulu pernah mau ditambang, zaman Belanda dulu, kita nggak tahu mau buat apa dan tetap kita tolak. Pesan leluhur, jika sampai ditambang akan jadi karang abang (pertumpahan darah). Nenek moyang kami dulu pernah pesen gitu, seolah-olah memang sudah tahu kalau mau ada kejadian," kata Bahrudin saat ditemui detikJateng di rumahnya, Rabu (23/2/2022).
"Turun-temurun kami percaya, mau nggak percaya tapi kok kayaknya ada buktinya. Maka keinginan kami jangan ditambang, nggak ada ceritanya orang terdampak tambang itu bahagia, adanya susah dan susah," sambungnya.
Sementara itu, warga lainnya, Fahrurozi (45), menjelaskan panjang lebar tentang mitos tersebut. Ia menyebut, gonjang-ganjing di Desa Wadas juga dipercaya karena adanya pesan sesepuh desa terdahulu.
"Mbah Gelondong atau mantan kades dulu bilang, jika ada keturunannya yang ke-7 menjabat sebagai kades maka harus diganti orang lain, kalau tidak maka akan terjadi prahara. Ya percaya atau tidak, dulu keturunannya yang ke-7 masih jadi kades, makanya ada prahara seperti ini dan awal terjadinya juga dulu pas kades ke-7 menjabat," jelas Fahrurozi.
Ia pun kemudian mencoba menguak mitos lain yang sangat ditakutkan oleh warga setempat. Diketahui, bahwa di Desa Wadas terdapat pohon randu alas yang sudah berumur ratusan tahun. Salah satu sesepuh desa kala itu, Mbah Samingun berpesan agar pohon itu tidak boleh ditebang sampai kapan pun. Jika ditebang, maka akan terjadi pertumpahan darah.
"Kemudian mitos randu alas yang sudah berumur ratusan tahun. Mbah Samingun berpesan agar pohon itu tidak ditebang, jika ditebang maka akan terjadi pertumpahan darah di antara warga. Sementara randu alas sekarang berada di pusat lokasi tambang. Otomatis kalau jadi ditambang kan pasti ditebang dan itu yang kami khawatirkan bakal ada prahara," imbuhnya.
"Tekad kami sudah naik 1.000 persen dari sebelumnya. Terserah tidak percaya pada mitos, tapi itu terjadi. Lihat saja apa yang terjadi kalau sampai dipaksakan. Hanya Tuhan yang bisa menyatukan warga (pro dan kontra)," tandasnya.
(rih/sip)