Budayawan Keraton Solo Ungkap Masuknya Agama Melalui Media Wayang

Budayawan Keraton Solo Ungkap Masuknya Agama Melalui Media Wayang

Bayu Ardi Isnanto - detikJateng
Selasa, 15 Feb 2022 14:45 WIB
Naga di kamandungan Keraton Solo, Jumat (31/12/2021).
Keraton Solo. Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom
Solo -

Heboh budaya wayang yang dianggap haram mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Keraton Kasunanan Surakarta atau yang juga dikenal dengan sebutan Keraton Solo.

Pemerhati budaya asal Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo mengatakan wayang justru merupakan salah satu alat yang digunakan untuk syiar Islam. Salah satu jejaknya adalah adanya pusaka bernama Jamus Kalimasada dalam cerita wayang yang berkembang di Indonesia.

Dipokusumo menjelaskan Jamus Kalimasada memiliki makna, antara lain adalah kalimat syahadat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalimasada ada dua arti, yang jelas kalimat syahadat. Dalam Bahasa Kawi, diartikan bahwa dunia luas ini adalah petunjuk dari yang maha pencipta, kemudian diajarkan pula hablum minallah dan hablum minannas," kata Dipokusumo saat dihubungi detikJateng, Selasa (15/2/2022).

Pria yang menjabat sebagai Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta itu juga menyebut adanya sosok Semar, Gareng, Petruk, Bagong atau Punakawan yang tidak ada dalam kitab aslinya.

ADVERTISEMENT

Sosok Punakawan itu sengaja diciptakan untuk mempermudah penggunaan wayang sebagai sarana syiar.

"Nama-nama Punakawan itu di Mahabharata nggak ada. Sebetulnya dari bahasa Arab," ujarnya.

Dipokusumo menjelaskan, untuk memahami wayang memang diperlukan pendalaman. Tak sekadar seni budaya, wayang bisa menjadi media dakwah.

"Agama itu kan datang ke komunitas. Untuk mendapatkan pengikut, tentu butuh sesuatu yang bisa diterima, dalam hal ini masyarakat Jawa. Maka budaya wayang ini dijadikan alat syiar," kata Dipo.

Senada, kerabat Keraton Kasunanan Surakarta yang lain, KGPH Puger mengatakan ada kisah-kisah dalam wayang yang dibuat menyesuaikan dengan agama Islam. Seperti Puntadewa yang memiliki jamus kalimasada.

"Puntadewa itu tidak bisa moksa karena harus menyelesaikan kalimasada itu. Setelah membaca kalimat syahadat baru bisa moksa," kata Puger.

Namun dalam perkembangannya, setelah Islam sudah diterima, wayang memang tak lagi menjadi sarana dakwah. Namun wayang tetap menjadi media edukasi sekaligus hiburan.

"Memang pada masa sekarang syiar itu tidak lagi disampaikan. Tapi sejak dulu hingga sekarang, isinya tetap menyampaikan mana yang baik mana yang buruk. Jadi tidak hanya tontonan tapi pembelajaran," ujar Puger.

Diberitakan sebelumnya, video Khalid Basalamah heboh karena menilai wayang tidak sesuai dengan Islam. Usai mendapat reaksi dari banyak pihak, penceramah kondang itu telah meminta maaf.




(ahr/mbr)


Hide Ads