Setelah insiden bentrokan dalam kegiatan pengukuran lahan dan istigasah beberapa hari yang lalu, Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo mulai mereda. Namun sejumlah warga masih belum pulang, sampai Komnas HAM turun ke Wadas.
Aparat masih wira-wiri
Kericuhan hingga bentrokan tersebut menyisakan trauma masyarakat. Pasca-insiden, kemunculan aparat yang masih keluar-masuk desa membuat warga tak nyaman.
"Ketakutan, nggak berani cari makan ternak, nggak berani kerja (bertani)," kata warga Dusun Winongsari, Wadas, Himan, kepada detikJateng, Sabtu (12/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengakuan yang sama disampaikan pemilik warung di Dusun Winongsari. Dia pun heran dengan keberadaan aparat yang masih berada di desanya hingga hari ini.
"Kemarin katanya sudah selesai, tapi ini kok datang lagi, nggak tahu ngapain. Nggak nyaman, penginnya seperti hari biasanya," ujar wanita yang enggan disebutkan namanya itu.
Warga tak pulang
Rupanya setelah bentrokan itu, masih ada warga yang tidak pulang ke rumahnya. Hal ini menjadi sorotan Komnas HAM yang mendatangi Wadas.
"Saya ingin kepolisian dan Pemprov (Jateng) memastikan tidak ada upaya pemaksaan lagi. Bagaimana pun mereka harus pulang ke rumah sehingga bisa bekerja kembali," ujar anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara di Wadas, Sabtu (12/2).
Tolak tanahnya dibeli
Warga Dusun Winongsari, Wadas, Rina, menjelaskan alasan warga menolak lahannya dibeli. Penyebabnya ialah mayoritas pekerjaan masyarakat Wadas adalah petani.
"Kalau diganti uang pasti habis. Kalau lahan kan bisa turun-temurun. Diganti berapa pun kami nggak mau," kata Rina saat dijumpai di rumahnya, Sabtu (12/2/2022).
Selain itu, warga juga khawatir adanya dampak lingkungan, seperti banjir hingga tanah longsor di daerah mereka.
Hubungan sosial renggang
Penambangan andesit ini ternyata tak sekadar menimbulkan pro dan kontra masyarakat. Hubungan sosial antarwarga pun menjadi korban.
Informasi yang dihimpun detikJateng, hubungan bermasyarakat antara warga pro dan yang kontra saat ini sangat berjarak. Bahkan hal tersebut sampai masuk ke dalam kegiatan ibadah.
"Bahkan saat salat di masjid itu saja kelihatan. Yang pro di sini, yang kontra di situ," kata warga Dusun Winongsari, Wadas, Mujianto, saat dijumpai di Masjid Al-Hidayah, Sabtu (12/2).
Mujianto sendiri termasuk warga yang pro dengan penambangan di lahannya. Namun dia mengaku tidak ingin berkonflik dengan warga yang kontra.
"Kalau saya inginnya adem ayem. Tapi gimana lagi, itu kan hak masing-masing warga," ujar dia.
(bai/sip)