Mengintip Pameran Virtual The Redmiller Blood Experience di MUMAIN

Mengintip Pameran Virtual The Redmiller Blood Experience di MUMAIN

Wisma Putra - detikJabar
Jumat, 02 Agu 2024 05:30 WIB
Penampakan Museum Maya Indonesia (MUMAIN) yang bisa dikunjungi secara virtual.
Penampakan Museum Maya Indonesia (MUMAIN) yang bisa dikunjungi secara virtual. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Pernah berkunjung ke Grey Art Gallery dan melihat pameran seni rupa The Redmiller Blood Experience bertema The Great Ocean Stories bertajuk "INSAN(G)"? Tak hanya dapat disaksikan secara langsung, sebagian karya yang ada di pameran itu juga dapat dinikmati di Museum Maya Indonesia (MUMAIN) secara virtual.

detikJabar berkesempatan menjajal MUMAIN ini, Selasa (30/7) lalu. Sama seperti di galeri seni fisik, kita dapat menyaksikan berbagai karya seni yang dipajang di MUMAIN hanya melalui laptop atau telepon genggam. Karena sudah didukung dengan sistem 3D, kita juga bisa berjalan-jalan di MUMAIN dan melihat satu per satu karya yang dipajang.

Saat ini, MUMAIN masih dalam tahap pengembangan. Pengunjung yang masuk ke MUMAIN hanya dapat beraktivitas di sekitar main hole MUMAIN dan belum dapat masuk ke empat ruangan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap karya yang dipajang di MUMAIN sudah dilengkapi barcode. Untuk mengetahui keterangan dari karya tersebut, barcode tinggal di-scan maka informasi mengenai karya tersebut akan muncul.

Manajer Operasional Grey Art Gallery, Muhammad Ari Nugraha, mengatakan karya yang ditampilkan di MUMAIN merupakan bagian dari rangkaian kegiatan The Redmiller Blood Experience. "Pameran dilakukan secara virtual sekaligus untuk memperkenalkan MUMAIN yang dibuat oleh dosen dan mahasiswa Itenas. Kegiatan ini dilakukan untuk mengenalkan museum dan membahas wacana ke depan tentang bagaimana sebuah galeri atau museum bisa dipindahkan dan diinventarisir," kata Ari kepada detikJabar, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

detikJabar juga berkesempatan mewawancarai peneliti, dosen Itenas, sekaligus Founder MUMAIN, Dr. Phil. Eka Noviana, M.A. Wanita lulusan S3 Media Science HBK Germany ini mengatakan bahwa MUMAIN dikerjakan sejak 2022 lalu. Kepada detikJabar, Eka menceritakan asal-usul bentuk bangunan yang ada di MUMAIN.

"Kita miliki konsep bangunan itu kita ambil dari base budaya kita yaitu Mandala di mana ada empat ruangan Utara, selatan, timur dan barat. Lalu tengahnya ada main hole itu berasal dari konsep dari Mandala. Di tengahnya itu ada pohon beringin itu untuk menyatukan kalau saya pikir bagaimana caranya Mandala ini dibawa ke area modern dan bisa diterima semua orang di Indonesia," kata Eka, Kamis (1/8/2024).

"Dari konsep tersebut, kita sebagai peneliti utama kita kerjakan bangunan dalam bentuk 3D san dibentuk sesimpel mungkin supaya kita bisa membawa kekayaan budaya kita," tambahnya.

Eka mengungkapkan bahwa bangunan MUMAIN dibuat seperti berada di bawah tanah. Hal tersebut karena MUMAIN merupakan karya metaverse, dan jika di dunia nyata model bangunan seperti itu tidak mungkin ada. Namun, museum ini akan tetap terlihat terang karena musimnya selalu musim panas.

"Kenapa harus di bawah, kita tahu peninggalan masa lampau kalau secara obyek akan ada di bawah tanah secara budaya akan seperti kehidupan kita sehari-hari yang memang kita tidak sadari itu," tuturnya.

Selain main hole, ada empat ruangan lainnya di MUMAIN yang dikerjakan oleh 27 mahasiswa yang dibagi menjadi 5 kelompok, dan dikerjakan secara keroyokan selama kurang lebih 5 bulan. "Ruangan Utara berkaitan dengan filosofi, Timur berkaitan dengan leluhur, Selatan berkaitan dengan kreativitas, dan Barat berkaitan dengan kemajuan, budaya, keindahan, dan sebagainya," ujarnya.

Eka menjelaskan bahwa setiap ruangan memiliki tema yang berbeda. Ada satu ruangan di mana kita bisa mendengarkan musik tarawangsa dan menonton videonya, lalu ada objek ketika sedang upacara dan pertunjukan secara 3D memainkan musik tarawangsa. Di ruangan Timur tentang leluhur, terdapat Gunung Padang yang kita ketahui adalah peninggalan sebelum budaya luar datang ke Indonesia.

"Kita gunakan fotogrametri, membawa alamnya kesana dan bawa satu teras Gunung Padang. Kita juga bisa masuk ke Gunung Padang, lalu kita bisa lihat sensasi berada di Gunung Padang apalagi menggunakan kacamata VR," jelasnya.

Di ruangan Selatan, ada permainan tradisional anak-anak yang menampilkan kreativitas, dan di ruangan Barat, ada kemegahan budaya Indonesia seperti kapal di relief Candi Borobudur secara 3D, lalu ada relief Candi Prambanan tentang cerita Ramayana, serta tentang perekonomian Majapahit.

Meski MUMAIN sudah terlihat sempurna, Eka menyebut bahwa pihaknya terus melakukan perbaikan. Saat ditanya kapan museum ini bisa terbuka untuk umum, Eka mengaku bahwa saat ini masih dalam tahap penyempurnaan.

Eka optimis bahwa di awal tahun depan, MUMAIN bisa dilaunchingkan. Tujuan utama dari MUMAIN adalah untuk menginventarisasi kebudayaan dan mengedukasi bahwa budaya Indonesia sangat kaya dan bisa membuat banyak orang bangga.

"Membawa Borobudur ke kamar kita, bawa Gunung Padang ke kamar kita, supaya dekat, supaya kita tahu bahwa bangsa kita besar, pintar dan cerdas, kita terlalu kagum dengan budaya luar tapi kita tak pernah tahu bahawa yang kita punya sangat luar biasa," tuturnya.

"Tujuan kami lebih ke inventarisasi, siapa tahu nanti sudah tidak ada lagi. Contohnya seperti Gunung Padang, gua di Kalimantan, dan gua di Sulawesi yang memiliki lukisan berusia 51 ribu tahun. Jika ada pabrik yang membawa polusi dan merusak lukisan itu, itu sangat disayangkan. Kami ingin membawa karya-karya tersebut ke dunia imersif agar bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang," pungkasnya.

(wip/iqk)


Hide Ads