Mengenali Sejarah dan Melihat Bagian Dalam Pendopo Kota Bandung

Mengenali Sejarah dan Melihat Bagian Dalam Pendopo Kota Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 12 Mei 2024 18:30 WIB
Pendopo Bandung.
Suasana Pendopo Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -

Pendopo Kota Bandung merupakan bangunan bersejarah yang menjadi kediaman Bupati pada jamannya. Kini, pendopo yang terletak di Jalan Dalemkaum itu menjadi rumah dinas Wali Kota Bandung.

Pendopo Kota Bandung berdiri pada tahun 1812. Bangunan ini terkenal dengan arsitektur etnik dan atap limas yang masih terjaga keasliannya. Di balik gerbang kayu Pendopo yang kerap tertutup rapat, ternyata di bagian dalamnya terdapat taman dengan rumput yang subur dan hijau, serta kolam dan pepohonan.

"Bangunan ini menjadi bangunan pertama yang dibangun di kawasan Alun-alun Bandung, dibangun tahun 1811 dan selesai 1812, jadi hanya setahun saja. Pembangunan ini beriringan dengan berdirinya Kota Bandung dan menjadi bangunan pertama pusat pemerintahan. Pembangunannya satu kesatuan dengan Jalan Raya Pos atau Groote Postweg," cerita Felia Ayu Safira, pemandu wisata Tourist Information Center (TIC) Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Felia memaparkan, titik pembangunan tersebut sesuai dengan ukuran masa pemerintahan tradisional jaman dulu. Kantor pusat pemerintahan terletak di seberang Alun-alun, Masjid Raya di area barat Alun-alun, sementara Pasar Baru berada di sebelah timur Alun-alun Kota Bandung.

Pembangunan Pendopo tersebut dipelopori oleh RA Wiranatakusumah II atau Raden Indrareja atau biasa juga dipanggil Dalemkaum. Pendopo ini memiliki luas 18.984 meter persegi dengan terbagi menjadi bangunan utama, halaman, pendopo, serta area barat dan timur.

ADVERTISEMENT

Salah satu yang menarik dari Pendopo ini ialah terdapat pohon beringin yang diapit oleh dua dinding berlonceng. Pohon tersebut memiliki arti pemimpin Kota Bandung ingin mengayomi atau menaungi masyarakatnya, serimbun pohon tersebut.

Pendopo Bandung.Pendopo Bandung. Foto: Anindyadevi Aurellia

Sementara pada loncengnya, di masa pemerintahan Belanda, lonceng tersebut menandakan kematian atau dibunyikan saat hendak ada eksekusi mati. Felia menyebut, lonceng yang asli dibangun pertama kali terletak pada sebelah kanan Pendopo (arah hadap ke jalan).

Sementara dinding berlonceng sebelah kiri yang terdapat pahatan inisial DR, baru dibangun pada era kepemerintahan Wali Kota Dada Rosada.

"Pada masa pemerintahan Bupati, lonceng tersebut digunakan menjadi peringatan bencana. Lonceng ini menjadi suatu peringatan, sehingga tidak diperkenankan ada yang membunyikan atau memainkannya. Beredar juga kepercayaan, siapa yang membunyikan lonceng dengan sengaja maka akan terjadi hal yang buruk. Sehingga tidak dianjurkan warga membunyikan lonceng ini," kata dia.

Masuk ke bagian bangunan belakang Pendopo, disebut Ruang Kenegaraan. Ruangan itu digunakan Wali Kota Bandung untuk menerima tamu domestik maupun mancanegara. Terlihat ada satu pintu besar di tengah ruangan yang tertutup rapat, pintu tersebut adalah ruang istirahat untuk Wali Kota.

"Ruangan ini tidak dibuka untuk umum. Tapi kurang lebih isinya sama seperti tempat istirahat umumnya. Ada tempat makan kemudian tempat tidur untuk Wali Kota," kata Felia.

Masuk melalui selasar bagian kiri Pendopo, terdapat Ruang Arab. Bangunan bagian belakang Pendopo dibangun pada tahun 1935 oleh rancangan Presiden pertama RI, Soekarno. Kaca patri digunakan pada jendela bagian Ruang Arab yang hingga kini masih terjaga keasliannya.

"Presiden Soekarno membangun Ruang Arab yang biasanya digunakan Wali Kota untuk rapat dengan tamu, menggunakan nuansa art deco. Dipilihnya arsitektur art deco melambangkan kebebasan. Jadi wujud keinginan bangsa Indonesia agar punya kebebasan dan kemerdekaan, ingin meninggalkan masa kolonial jaman dulu dan bebas berkarya," ucapnya.

Nama Ruang Arab dipilih sebab ruangan tersebut memiliki interior dominan ukiran huruf arab. Pada guci, pajangan dinding, semua terlihat terdapat kaligrafi huruf arab.

Terakhir, bagian Pendopo Kota Bandung. Pendopo tersebut sejak dahulu memang sudah menjadi tempat berkumpul, menerima tamu, serta tempat untuk berbagai acara dengan masyarakat. Pendopo dirancang tak berpintu sebagai lambang menerima masyarakat dari manapun.

"Dulunya, Pendopo ini berdinding kayu dan beratap ilalang. Pada tahun 1850 dilakukan renovasi oleh Bupati Wiranatakusumah IV sehingga dindingnya dibentuk dari bata dan atapnya dari genteng," tutur Felia.

"Di bagian dalam Pendopo ada Gong Integritas Bangsa yang juga ada di Museum Asia Afrika. Gong itu pada bagian penyangga tertulis 'Bangkitkan Kembali Integritas Bangsa', terdapat simbol-simbol lima agama di Indonesia dan lambang 34 Provinsi di Indonesia," imbuh dia.

Pendopo Menjadi Saksi Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bandung

Pembangunan Pendopo berkaitan dengan konsep tradisional pada masa kerajaan Mataram, tepatnya diambil dari konsep Catur Gatra, yakni setiap pusat kota di Jawa harus ada Alun-alun di tengah kota. Keberadaan Alun-alun bukan sekedar tempat berkumpul tapi juga memiliki filosofi sendiri.

"Alun-alun pertama kali muncul pada abad ke 12 saat pembangunan ibu kota Majapahit dan masa Mataram. Alun-alun menjadi tempat yang sangat sakral dan disenangi masyarakat untuk berkumpul dalam berbagai kepentingan," kata Reza, tour guide Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).

Ruang Arab tempat pertemuan Wali Kota BandungRuang Arab tempat pertemuan Wali Kota Bandung (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar).

Alun-alun diambil dari kata alon-alon atau pelan-pelan dalam bahasa Jawa. Makna tersebut mencerminkan bentuk penghormatan bangunan Kraton (di Jawa) yang sangat disakralkan. Sehingga, siapa saja yang lewat Kraton harus pelan-pelan sambil membungkukkan badan sebagai penghormatan.

Pembangunan Pendopo ini kata Reza, berkaitan dengan pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bandung yang mulanya ada di Bandung Selatan, yakni Dayeuhkolot.

"Dayeuh artinya kota, kolot artinya tua. Kenapa kota tua? Karena kota tersebut menjadi cikal bakal Kabupaten Bandung. Saat itu Bupati pertama Kabupaten Bandung ialah Tumenggung Wirangunangun yang berjasa dalam menyelesaikan penumpasan Dipati Ukur, atau raja yang menguasai wilayah Tatar Ukur (Bandung)," ceritanya.

Pusat pemerintahan Dayeuhkolot kemudian dipindah ke wilayah Cikapundung. Pemindahan ini dilakukan beriringan dengan pembangunan Jalan Raya Pos atau Groote Postweg sepanjang 1.000 km dari Anyer-Panarukan.

Pembangunan jalan tersebut diinisiasi oleh Gubernur Jenderal VOC, Daendels, yang kemudian menjadi jalur perhubungan sarana transportasi dan pengangkutan hasil bumi. Saat itu, tumbuh subur di dataran tinggi Priangan hasil tani berupa kopi, kina, dan teh.

Hasil bumi tersebut diangkut menggunakan pedati yang ditarik oleh kerbau, sapi, atau kuda melewati Jalan Raya Pos (sekarang Jalan Asia Afrika). RA Wiranatakusumah II kemudian menetapkan kantor pusat pemerintahan di dekat pembangunan jalan tersebut dan menetapkan titik 0 kilometer Kota Bandung (sekarang kantor Dinas Bina Marga Jawa Barat).

"Pendopo Kota Bandung kemudian jadi pusat pemerintahan dan kebudayaan Sunda. Pertunjukan, menonton film, kesenian angklung, diselenggarakan di sini sehingga jadi cikal bakal Kota Bandung menyandang predikat kota kesenian," ujar Reza.

Halaman 2 dari 2
(aau/mso)


Hide Ads