Jerit Pengusaha Travel Kerap Jadi Korban Pungli di Bandung

#BasmiPungli

Jerit Pengusaha Travel Kerap Jadi Korban Pungli di Bandung

Wisma Putra - detikJabar
Minggu, 12 Mei 2024 12:00 WIB
Bus wisatawanan. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
lustrasi bus pariwisata (Foto: Dikhy Sasra)
Bandung -

Bus wisata sering menjadi target pungutan liar (pungli) dengan modus getok parkir saat berkunjung ke Kota Bandung. Praktik pungli ini menjadi keluhan serius bagi para pelaku industri pariwisata.

Kejadian getok parkir terhadap bus wisata viral pada Februari 2023 lalu, di mana sebuah bus yang parkir di Jalan Kebon Kawung, dekat pusat oleh-oleh Kartika Sari, dikenai pungutan parkir sebesar Rp 150 ribu.

Dalam insiden tersebut, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung memberikan klarifikasi jika pelaku pungli adalah oknum preman dan bukan jukir yang beroperasi di bawah Dishub Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

detikJabar melakukan pengecekan di beberapa lokasi yang sering digunakan sebagai tempat parkir bus wisata, salah satunya di Jalan Suniaraja, Kamis (9/5/2024) siang. Meski tidak ada bus yang terparkir, seorang jukir membenarkan bahwa kawasan tersebut memang sering digunakan sebagai tempat parkir bus.

"Bisa kalau hari libur gini, satu bus Rp 100 ribu, tapi tergantung busnya," kata salah seorang jukir.

ADVERTISEMENT

Jukir tersebut menjelaskan bahwa lokasi parkir yang digunakan adalah badan jalan yang biasanya digunakan untuk parkir kendaraan kecil. Pada hari libur seperti saat itu, sebagian besar toko di sepanjang jalan tersebut tutup, sehingga area parkir di bahu jalan menjadi lebih luas.

Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Jawa Barat, Joseph Sugeng Irianto, menegaskan praktik pungutan liar (pungli) di tempat parkir masih menjadi masalah yang terus menerus terjadi.

"Pungli lebih banyak ke parkir, obyek wisata itu kadang-kadang tak menyediakan kantong parkir yang memadai sehingga kendaraan yang datang mengambil lahan lain, seperti badan jalan atau lahan tertentu sehingga mematok harga parkir tidak masuk akal," kata Joseph kepada detikJabar, Kamis (5/9/2024).

"Contoh di area Pasar Baru, itu parkirnya bisa sampai Rp 300 ribu, parkirnya di badan jalan sekitar Pasar Baru, bayar ke oknum. Bus tidak bisa masuk ke dalam. Kalau enggak mau segitu, enggak bisa naik dan turunkan penumpang," tambahnya.

Joseph menjelaskan bahwa hal ini dapat merugikan Kota Bandung karena dapat mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung ke kota tersebut akibat praktik pungli yang merajalela. Tidak hanya di kawasan Pasar Baru, Joseph juga mengalami pungli di Jalan Diponegoro.

"Pusdai pernah diminta Rp 150 ribu, ketika minta buktinya mereka bikin sendiri, yang mereka anggap itu resmi, tapikan yang mengeluarkan bukti parkir adalah otoritas terkait," ujarnya.

Joseph juga menyoroti masalah pengamen yang memaksa masuk ke dalam bus wisata, yang sangat meresahkan. Jika pintu bus tidak dibuka, pengamen tersebut bahkan nekat menggebrak-gebrak pintu bus. Hal ini membuat beberapa orang menyarankan untuk tidak melewati daerah Alun-alun Bandung dan sekitarnya karena takut akan bertemu banyak pengamen.

Mengenai siapa yang harus bertanggung jawab jika sopir bus wisata menjadi korban pungli, Joseph menyatakan beban biaya tersebut seharusnya ditanggung oleh pihak travel dan tidak dibebankan kepada penumpang.

"Dibayar pihak travel, karena kita enggak mungkin minta urunan ke penumpang, jadi pihak travel harus lakukan ekstra cost. Kalau bus besar rata-rata Rp 50 ribu, kita anggaran atau RAB-kan per sekali parkir Rp 50 ribu, menurut kita itu normal. Misal dalam RAB tour berapa kali, rata-rata 5 kali, kita anggaran Rp 250 ribu. Kalau lebih, harus ada bukti, kalau tidak ada bukti, tidak bisa di reimburse," terangnya.

Joseph berharap pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam sistem perparkiran dan meningkatkan pengawasan terhadap praktik pungli ini. "Bagi kami sebagai pelaku tour and travel minta pemerintah untuk membenahi perparkiran, pengawasan harus tetap ketat, jangan sampai longgar karena rentan terulang lagi," harapnya.

Harapan sama juga, dikatakan Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Jawa Barat Budijanto Ardiansjah. Budi sapaan karibnya meminta polisi agar melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku pungli ini.

Menurutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pusat Mobilitas (Pamobvit) Jawa Barat dan telah membuat sistem pelaporan jika anggotanya menjadi korban pungutan liar.

"Kami berharap pihak kepolisian tidak pasif, lebih pro aktif, artinya tidak menunggu laporan, tapi ada juga pembinaan dan lakukan patroli, pemeriksaan, supaya kejadian kau supaya tak terulang lagi.

Menurut Budi, tanpa tindakan tegas, para pelaku pungli tidak akan kapok melakukan praktik tersebut. "Harus ada pembinaan dan penindakan yang keras supaya ada efek jera dan tidak terulang lagi. Percuma kita tiup asap saja, nanti ada yang bakar api lagi, jadi lebih baik kita bersihkan sampai tuntas dan sampai selesai," pungkasnya.

(wip/iqk)


Hide Ads