Sisa Kejayaan Kampung Gajah yang Bikin Bulu Kuduk Bergidik

Sisa Kejayaan Kampung Gajah yang Bikin Bulu Kuduk Bergidik

Whisnu Pradana - detikJabar
Selasa, 14 Mar 2023 08:00 WIB
Jejak Kejayaan Wisata Kampung Gajah di Utara Bandung.
Kampung Gajah (Foto: Whisnu Pradana)
Bandung -

Gerimis mengiringi perjalanan saya menuju Kampung Gajah. Objek wisata yang namanya tinggal kenangan. Tak kuat menopang beban kemajuan zaman dan persaingan dari wisata lainnya.

Saya berangkat dari Kota Cimahi. Agar lebih dekat, bersama dua orang kawan, saya memutuskan mengambil rute melalui Jalan Cihanjuang ke arah Gegerkalong. Dari situ mengarah ke Kompleks Perumahan Pondok Hijau. Lalu melaju di Jalan Sersan Bajuri sampai tiba di gerbang masuk Kampung Gajah.

Seingat saya, dulu ada beberapa patung gajah berwarna abu kehitaman berderet di depan tembok Kampung Gajah. Kini raib, berganti rimbun pepohonan berbagai jenis yang dijajakan warga setempat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satunya Joaw. Nama panggilan yang aneh. Pria 41 tahun itu mengadu nasib berjualan tanaman setelah tak lagi menjadi pegawai di Kampung Gajah. Tak heran ia jadi saksi masa kejayaan objek wisata yang berlokasi di Jalan Sersan Bajuri, RT 03/07, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Bandung Barat.

"Ya sebetulnya nggak boleh sama kurator, cuma kan saya sebagai mantan pegawai yang belum dapat pesangon, keukeuh saja mengelola lahan Kampung Gajah ini. Ya akhirnya diizinkan," kata Joaw membuka perbincangan dengan detikJabar.

ADVERTISEMENT
Sisa-sisa kejayaan Kampung Gajah di Kabupaten Bandung BaratSisa-sisa kejayaan Kampung Gajah di Kabupaten Bandung Barat Foto: Whisnu Pradana/detikJabar

Ia bahkan menceritakan soal raibnya gajah-gajah yang boleh dibilang sebagai penerima tamu alias pengunjung Kampung Gajah. Ternyata ada beberapa yang dipindahkan ke objek wisata lain di daerah Lembang.

"Ada yang dibawa ke Lembang Park Zoo kan sebagian patung gajahnya. Sebagian lagi ada di dalam (Kampung Gajah), diikat biar nggak kabur," kata Joaw seraya tertawa.

Saya cukup lama berbincang dengan Joaw soal Kampung Gajah. Bagaimana dulu wisata itu berdiri, siapa pemiliknya, sampai akhirnya kolaps. Joaw bercerita dengan rinci, karena memang ia sebagai warga lokal dan saksi hidup hingga matinya Kampung Gajah.

"Ya lahannya punya Pak Ferry Kurniawan. Dulu mau dibangun perumahan, dari tahun 2002 tapi gagal juga sampai tahun 2006. Nah sempat pergi, tahun 2009 Pak Ferry balik lagi langsung membangun Kampung Gajah," kata Joaw.

Banyak pengalaman dirasakan. Meraup pemasukan dari kejayaan Kampung Gajah, hingga disemprot wisatawan karena pelayanan kurang maksimal. Bukan tanpa sebab, lantaran dulu, saat sedang ramai-ramainya, dalam sehari bisa tiga ribu pengunjung yang datang.

"Ya sebetulnya kan ramai itu kalau libur lebaran sama libur sekolah. Itu bisa sampai 12 ribu orang yang datang. Karena penuh, antre lama, akhirnya ya banyak dimarahin wisatawan. SDM di kita kurang banyak, ya gitu akhirnya," kata Joaw.

Ternyata usia Kampung Gajah tak lama. Hanya sembilan tahun, fase puncak dilalui kemudian merosot tajam, Kampung Gajah akhirnya menyerah pada keadaan. Terlebih, sang empunya, Ferry Kurniawan, juga sering sakit-sakitan.

"Nah mungkin karena pengelolaan manajemen kurang baik atau gimana, di Mei 2018 itu bangkrut. Karena pemasukannya sudah nggak sebanding dengan pengeluaran," tutur Joaw.

"Apalagi pas Pak Ferry meninggal 2016, setelah itu diteruskan tapi tidak membaik. Akhirnya ya diputuskan pailit dan tutup Mei 2018," tambahnya.

Area Wisata Terbengkalai

Waktu semakin sore, rintik tak juga mereda. Mentari merangkak pelan-pelan ke peraduannya. Saya memutuskan pamit pada Joaw. Ia sendiri mengarahkan saya dan dua teman langsung masuk, bertemu dengan penjaga Kampung Gajah yang terbengkalai.

Dari gerbang masuk, berjalan sekitar 50 meter saya disambut seorang pria. Ia bertanya saya hendak kemana. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan, akhirnya saya diizinkan. Ada uang administrasi untuk mengeksplorasi area Kampung Gajah yang ditinggalkan.

"Silakan kalau mau jalan-jalan atau bikin konten, seorang Rp10 ribu, kalau mau bikin konten Rp25 ribu," kata Asep Sundawa, penanggungjawab pengelola lahan wisata Kampung Gajah.

Tak mau membuang waktu, saya memacu motor ke area terdalam Kampung Gajah. Benar-benar kelam, seram, dan tak terawat. Rerumputan setinggi dada orang dewasa tumbuh subur. Khawatir menjadi tempat persembunyian binatang semacam ular dan yang lainnya.

Tiba lah di sebuah area yang agak lapang. Lantainya dari batu-batu dengan motif abstrak. Di sisi sebelah kanan, ada bangunan berbentuk perahu seolah-olah terdampar. Entah kini dipakai apa, namun ada dua motor terparkir di depannya.

Sisa-sisa kejayaan Kampung Gajah di Kabupaten Bandung BaratSisa-sisa kejayaan Kampung Gajah di Kabupaten Bandung Barat Foto: Whisnu Pradana/detikJabar

Di sisi sebelah kiri ada deretan pohon mangga yang ditanam di pot serta polybag. Memang, Asep menyebut kalau lahan di bagian dalam Kampung Gajah saat ini dijadikan sebagai tempat warga bercocok tanam.

Dari jauh sudah terlihat dengan jelas sebuah bangunan berukuran raksasa yang masih berdiri kokoh. Dulu tempat itu merupakan gedung Food and Convention Hall Kampung Gajah. Namun belum seluruh bangunanya difungsikan, hanya beberapa bagiannya saja.

Kini kondisinya cukup membuat orang bergidik. Bentuknya seperti bagian atas busur, melengkung. Ada kotak-kotak di depannya, yang bisa diasumsikan sebagai kaca jendela. Namun kini terbuka lebar tanpa ada sekat.

Di lantai berserakan patahan-patahan dari plafon berbahan gypsum dan grc. Di tembok-tembok tercetak graffiti dengan tulisan macam-macam. Tak bermakna dan bikin pusing kalau dibaca. Warnanya merah, hitam, ada yang putih pula.

Dari lantai satu saya coba berjalan ke lantai dua. Tak jauh berbeda, hanya lebih tinggi saja. Dari bagian belakang, terdengar nyaring suara air mengalir deras. Seorang teman yang ikut eksplorasi kali ini, tiba-tiba berkata pelan bulu kuduknya merinding. Memang, saat itu waktu menjelang magrib, yang oleh orang tua disebut-sebut sebagai waktunya setan keluar kandang.

Bergegas saya menyelesaikan eksplorasi. Dari bangunan, saya mencoba berjalan-jalan melihat sekeliling. Ternyata sudah tak banyak yang tersisa. Dibandingkan dengan kunjungan pertama saya ke Kampung Gajah pascatutup pada 2019 lalu, kali ini tak ada sisa wahana yang teronggok. Bekas waterboom sudah dibongkar dan kabarnya dibawa ke Lembang.

Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai.Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai. Foto: Whisnu Pradana

Bekas track ATV sudah ditumbuhi rumput tinggi. Sebagiannya lagi beralih menjadi lahan bercocok tanam sejenis selada, cabai, dan tomat. Akhirnya saya memutuskan balik kanan kemudian berhenti di sebuah tebing yang mampu melihat dengan jelas lanskap gedung yang tadi saya datangi.

"Keadaan Kampung Gajah saat ini dapat dibilang tidak produktif sebagai tempat wisata, karena pailit. Tapi masih banyak yang datang terutama untuk bikin konten horor. Kalau kita tidak membatasi," tutur Asep.

Hanya saja ia mengingatkan agar mengingat peribahasa 'dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung'. Setiap orang yang datang ke Kampung Gajah, setidaknya mengucapkan salam dan tidak bertingkah macam-macam.

"Sama seperti memasuki rumah orang lain yang memerlukan etika baik untuk konten horor dan sebagainya," tutur Asep.

Jadi Pasar Kaget di Hari Minggu

Tak cuma didatangi orang-orang yang hendak membuat konten horor atau konten lainnya, lagan terbengkalai di Kampung Gajah juga disulap menjadi Pasar Kaget Minggu.

"Karena Kampung Gajah jika dibiarkan begitu saja akan semrawut, maka ada seorang yang mengelola untuk peningkatan perekonomian masyarakat yang dikelola Ustaz Ujang Ahmad," kata Asep.

Jejak Kejayaan Wisata Kampung Gajah di Utara Bandung.Jejak Kejayaan Wisata Kampung Gajah di Utara Bandung. Foto: Whisnu Pradana

Ia berpikir bagaimana caranya meningkatkan perekonomian warga terutama di saat pandemi COVID-19. Kala kebanyakan orang terpuruk karena aturan pemerintah demi mengentaskan penyebaran virus tersebut.

"Akhirnya dibuka Pasar Kampung Gajah setiap hari Minggu. Dibuka sejak 3 tahun belakangan, terutama saat masa-masa COVID-19, itupun dengan segala keterbatasan dan ketentuan oleh pemerintah," ucap Asep.

"Untuk lokasi yang dipakai pasar minggu hampir setengah Kampung Gajah, terutama bagian depan dan wilayah utara dipakai untuk parkir. Di belakangnya lagi dipakai bercocok tanam, jadi sekarang termanfaatkan semua lahannya," tambahnya.

(yum/yum)


Hide Ads