Runtuhnya Masa Kejayaan Wisata Kampung Gajah yang Melegenda

Runtuhnya Masa Kejayaan Wisata Kampung Gajah yang Melegenda

Whisnu Pradana - detikJabar
Minggu, 12 Mar 2023 13:00 WIB
Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai.
Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung Barat -

Kampung Gajah, nama sebuah tempat yang tak asing di telinga. Salah satu objek wisata melegenda yang ada di wilayah utara Bandung. Sempat menjadi raja objek wisata sampai mahkotanya tanggal dan kini tinggal kenangan.

Kampung Gajah tepatnya ada di Jalan Sersan Bajuri, RT 03/07, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Bandung Barat. Posisinya amat strategis, ada di tepi jalan raya yang menjadi rute alternatif menuju kawasan wisata Lembang.

Tak terlalu jauh dari Jalan Raya Setiabudi. Punya magnet tersendiri karena lokasinya ada di daerah yang cukup pelosok. Sepanjang jalan terhampar lanskap pegunungan mengitari Bandung Utara. Kemudian deretan penjual tanaman hias yang memanjakan mata emak-emak pencinta tanaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Roda kehidupan berputar kencang. Kejayaan Kampung Gajah perlahan memudar, sampai akhirnya runtuh sepenuhnya. Tepat di bulai Mei tahun 2018, Kampung Gajah mengakhiri kiprahnya usai dinyatakan pailit.

Mundur sedikit sebelum Kampung Gajah lahir, ternyata dulunya lahan dengan luas lebih dari 48 hektare itu awalnya akan dijadikan sebuah kompleks perumahan bernama Century Hill. Namun pailit di tahun 2006.

ADVERTISEMENT

"Jadi lahan Kampung Gajah ini awalnya lokasi agraris bagi penduduk, terutama bagi penduduk yang memiliki tanah yang ditanami bermacam-macam tanaman, ada padi, sayuran, dan sebagainya," kata Asep Sundawa, penanggungjawab pengelola lahan wisata Kampung Gajah, kepada detikJabar.

"Awalnya itu mau dibuat Kompleks Perumahan Century Hill. Tapi kemudian gagal, dan beralih kepemilikan dan dijadikan wisata Kampung Gajah di tahun 2009," tambahnya.

Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai.Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai. Foto: Whisnu Pradana

Sejak 2009 hingga beberapa tahun setelahnya, Kampung Gajah benar-benar menjadi primadona. Tak ada yang tak pernah mendengar nama Kampung Gajah. Namun tak dinafikan, kalau saat itu paradigma Kampung Gajah hadir demi memenuhi hasrat wisatawan kelas menengah ke atas.

"Kampung Gajah saat pertama kali beroperasi booming sampai mancanegara dan hal itulah yang menyebabkan pengunjung berbondong-bondong tidak hanya dari Jawa Barat saja tapi se-Indonesia," tutut Asep.

Namun tahun demi tahun beroperasi, pesona Kampung Gajah ternyata mulai luntur. Sempat terseok-seok, Kampung Gajah tak mampu berdiri kokoh sampai akhirnya terjerembab.

Banyak faktor yang disinyalir menjadi penyebab Kampung Gajah tak mampu bertahan dari gempuran zaman, mulai dari harga tiket yang lumayan mahal sampai pengelolaan yang dinilai tak terlalu baik.

"Bisa jadi dari sisi manajemen. Ada juga faktor munculnya wisata baru yang harga tiketnya lebih murah ketimbang Kampung Gajah. Jadi ketika pemasukan sudah tidak sebanding dengan pengeluaran, akhirnya kan manajemen tidak bisa lagi memenuhi biaya operasional. Nah itu yang akhirnya menyebabkan Kampung Gajah ini berhenti beroperasi," ujar Asep.

Warga Kecipratan Saat Kampung Gajah di Masa Keemasan

Warga setempat tentu menjadi pihak yang turut menikmati masa kejayaan dan keemasan Kampung Gajah. Seperti dikatakan Joaw (41), eks pegawai Kampung Gajah. Ia sendiri sempat berperan merekrut tenaga-tenaga lokal yang memang sedang dibutuhkan manajemen.

"Jadi waktu sedang ramai-ramainya itu, warga di sini banyak yang jadi pegawai Kampung Gajah, mungkin 70 persennya ya warga lokal," kata Joaw.

Kemudian pengelola parkir juga banyak berasal dari warga setempat. Sebab tak jarang lahan yang disediakan pengelola tak mampu menampung ramainya kendaraan wisatawan.

"Jadi ada juga yang parkir di lahan warga. Tapi memang kebanyakan di dalam parkirnya, dan itu yang kerja warga di sini juga. Jadi memang dulu warga senang dengan adanya Kampung Gajah ini," tutur Joaw.

Belum lagi dari perputaran roda ekonomi. Warga banyak yang menjajakan berbagai macam jajanan. Terlebih tanaman hias yang berderet di pinggir jalan mampu menarik minat wisatawan.

"Di sini kan kebanyakan jual tanaman hias juga, di sepanjang jalan ini kan ramai. Jadi banyak yang jajan dulu, terus beli tanaman hias. Dulu itu kalau macetnya bisa sampai Jalan Setiabudi, ya sekitar 4 sampai 5 kilometer mungkin ada," kata Joaw.

Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai.Kondisi Kampung Gajah yang kini terbengkalai. Foto: Whisnu Pradana

Kini Terbengkalai

Kini Kampung Gajah mirip kota mati. Bangunannya sebagian masih berdiri kokoh. Sayang, di bagian depan tak ada lagi patung-patung gajah yang dulu menjadi identitas Kampung Gajah.

Tempat patung-patung gajah itu berdiri kini beralih fungsi menjadi tempat menjual tanaman yang dijalankan oleh warga setempat. Sementara gerbang utama Kampung Gajah masih tetap berdiri.

Melewati gapura yang menjulang tinggi dengan lengkungan di bagian atas serta tulisan 'Kampung Gajah' yang tak lagi lengkap dan samar, ada satu patung gajah yang tersisa. Menyambut orang-orang yang lalu lalang, kebanyakan warga sekitar karena jadi rute alternatif ke perkampungan.

"Banyak yang mengatakan bahwa Kampung Gajah disita oleh bank, namun tidak demikian. Jika ada investor yang ingin mengoperasikan kembali Kampung Gajah bisa saja, tinggal konfirmasi ke pihak-pihak atau orang yang masih memiliki aset," kata Asep.




(tya/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads