Sejarah di Balik Titik 0 KM Sumedang yang Tersingkap dalam Catatan Pram

Sejarah di Balik Titik 0 KM Sumedang yang Tersingkap dalam Catatan Pram

Nur Azis - detikJabar
Rabu, 31 Agu 2022 07:30 WIB
Titik 0 KM SuTugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles.
Tugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles. (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Sumedang adalah salah satu kabupaten yang dilintasi Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Jalan ini dibuat kolonial Belanda pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811).

Demikian penggalan kalimat yang tercantum di Monumen Tugu 0 Kilometer Sumedang yang terletak di Jalan Raya Mayor Abdurrachman.

Di tugu tersebut masih terdapat patok lama jalan yang bertuliskan BD 45 (ke Bandung jaraknya 45 kilometer), CN 85 (ke Cianjur jaraknya 85 kilometer) dan SMD 0 (Nol kilometer Sumedang).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara pusat pemerintah Kabupaten Sumedang di Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles.

Monumen tugu 0 Km Sumedang dibangun pada tahun 2020 dan diresmikan oleh Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir.

ADVERTISEMENT

Pengajar Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Mumuh Muchsin Zakaria menjelaskan, saat itu Daendels diutus ke pulau Jawa sebagai antisipasi menangkal serangan dari Inggris. Salah satunya membuat Jalan dari Anyer sampai Panarukan sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer.

"Sumedang salah satu wilayah yang terlintasi proyek jalan itu, jalan ini ada proyek strategis karena menghubungkan ke pantai utara," ujarnya kepada detikJabar, Selasa (30/8/2022).

Titik 0 KM SuTugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles.Titik 0 KM SuTugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles. Foto: Nur Azis/detikJabar

Mumuh menyebut, Jalan Daendels melintasi jalur Parakanmuncang, Cadas Pangeran, Tomo hingga terus bersambung ke pantai utara di Cirebon.

"Jadi Parakanmuncang dulunya kabupaten terpisah sendiri dari Sumedang, baru ke sini-sini jadi termasuk wilayah Sumedang, jadi jalur yang biasa dilewati sekarang itu kalau dari Bandung menuju Sumedang itu jalur baru," ucapnya.

Disinggung soal penentuan titik nol kilometer, menurutnya nol kilometer banyak terdapat di sejumlah kota. Namun, lanjut dia, ada beberapa alasan kenapa nol kilometer dianggap penting. Pertama, pertimbangan nilai sejarah.

"Seperti Jalan Raya Pos Daendels, itukan memiliki nilai historis, jalan itu jalan tua," ujarnya.

Kemudian ditinjau dari sisi praktis pragmatis, dikatakan Mumuh, nol kilometer bermanfaat sebagai rujukan dan referensi terkait jarak suatu tempat atau referensi lainnya.

"Nol kilometer itu bisa jadi referensi dan rujukan buat jarak atau juga untuk penomoran pertama suatu rumah," paparnya.

Ia pun mendukung dengan adanya pembangunan semacam tugu nol kilometer di beberapa daerah kaitannya dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

"Saya mendukung kalau pemerintah kabupaten mendukung itu karena manfaatnya sangat banyak, dari aspek historis, praktis pragmatis dan kepariwisataan," katanya.

Selanjutnya Menapaki Jalan Daendels di Sumedang Lewat Catatan Pram

Dalam Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Pramoedya Ananta Toer, 2006) dipaparkan bahwa jalan raya pos dibangun pada saat negeri Belanda berada di bawah kekuasaan kekaisaran Perancis yang kala itu dipimpin oleh Napoleon Bonaparte pada 1808.

Saat itu Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda oleh Louis Napoleon Bonaparte yang dipercaya memegang negeri Belanda. Louis Napoleon Bonaparte sendiri tidak lain adalah adik dari Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte pada 1808.

Kala itu, Negara jajahan Belanda mendapat ancaman laut dari serangan persekutuan Eropa yang dipimpin oleh Inggris. Itulah yang menjadi alasan kenapa Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda sekaligus merangkap Panglima Tertinggi Angkatan Darat dan Laut.

Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyelamatkan tanah Jawa dari serangan Hegemoni laut Inggris. Tugas terpenting Daendels adalah mempertahankan tanah Jawa terutama Batavia sebagai ibukota Hindia Belanda di Asia kala itu.

Saat ke pulau Jawa, Daendels menempuh dengan jalan darat melalui Paris - Lisboa - Cadiz di Spanyol Selatan. Kemudian menyeberang ke Kepulauan Kanari di Samudera Atlantik di Barat Afrika Utara lalu naik ke Kapal Amerika menuju New York lalu dari situ naik kapal Amerika menuju Jawa dengan memakai nama samaran, Van Vlierden (nama istrinya).

Salah satu yang dilakukan Daendels adalah membangun Jalan Raya Pos yang membentang 1.000 Kilometer sepanjang utara Pulau Jawa atau dari Anyer sampai Panarukan pada 1808.

Saat pembangunan jalan tersebut tiba di Sumedang, Daendels menghadapi kesulitan dengan harus menaklukkan medan berupa tebing dan jurang atau yang kita kenal saat ini sebagai Cadas Pangeran.

Pram dalam bukunya menyebut, ada angka korban yang muncul dalam pembangunan jalan tersebut, yakni sekitar 5.000 jiwa. Menurut Pram angka yang begitu bulat menunjukkan tidak rincinya laporan yang ada.

Bahkan Pram menyebutkan setidaknya inilah salah satu bentuk genosida tidak langsung di tanah Jawa kala itu demi pembangunan, kelangsungan, penjajahan, kekayaan dan kemajuan Eropa.

Masih menurut Pram, dari hasil bacaannya atas laporan Inggris, total korban jiwa dalam seluruh pembangunan Jalan Raya Pos mencapai hingga 12.000 jiwa.

Kendati banyak korban jiwa namun bukan Daendels jika harus bergeming demi suksesnya ambisi pembangunan jalan tersebut.

Kembali ke Mumuh, menurutnya, data korban yang ditunjukan dengan angka bulat lebih kepada simbolis.

"Hal itu untuk menunjukan betapa berat medan yang harus dikerjakan dan betapa banyak korban dalam pembangunan jalan tersebut," ucapnya.

(yum/yum)


Hide Ads