Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum tepat untuk perdamaian suporter. Mereka yang selama ini berseteru sudah waktunya mengakhiri permusuhan dan fanatisme berlebihan.
Selama ini, publik sudah kadung mengenal bahwa suporter Persija Jakarta sangat bersahabat dengan suporter Arema FC. Di sisi lain, suporter Persib Bandung begitu erat hubungannya dengan suporter Persebaya Surabaya.
Keempat suporter ini kemudian jadi dua kubu yang terlibat permusuhan panas. Bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi tak hanya soal permusuhan, euforia menyaksikan laga juga berujung petaka. Misalnya saat Persib menjamu Persebaya pada Piala Presiden 2022 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) beberapa waktu lalu.
Saat itu dua Bobotoh meninggal akibat berdesakan. Sebab animo penonton saat ini sangat membeludak dan melebihi kapasitas stadion. Tak ada aroma permusuhan dalam laga ini karena suporter Persib dan Persebaya benar-benar akur.
Teranyar, 125 orang meninggal akibat Tragedi Kanjuruhan. Bukan bertikai dengan suporter Persebaya yang merupakan seterunya sebagai penyebab pecahnya kerusuhan berujung melayangnya nyawa. Sebab tak ada suporter Persebaya yang hadir di Stadion Kanjuruhan saat itu.
Terlepas dari penyebab yang terjadi, Tragedi Kanjuruhan jadi pengingat betapa sepak bola tak sebanding dengan nyawa. Hal itu yang belakangan terus digaungkan berbagai pihak.
Nyawa diharapkan tak lagi melayang hanya gegara urusan terkait sepak bola. Ego harus ditanggalkan, permusuhan harus dihentikan agar tak ada lagi tumbal nyawa dalam sepak bola.
"Apa yang menjadi hashtag sekarang, sepak bola nggak sebanding dengan nyawa, bener. Kalau kita masih terus ego dengan kondisi sekarang, ego denga nnama nama besar, ego dengan namanya permusuhan, itu sangat disayangkan juga," ujar pentolan Bobotoh, Yana Umar, dalam live Instagram Ngobrolin Persib (Ngoper) bersama detikJabar, Selasa (4/10/2022).
Mantan Dirijen Viking Persib Club itu memandang sebenarnya rivalitas dalam dunia sepak bola adalah hal wajar, baik di antara sesama pemain maupun suporter. Tapi ia mengingatkan ada batasan yang harus dijaga.
"Kalau rivalitas itu harus ada di setiap pertandingan. Di saat pertandingan kita mau ngomongin si pemain, musuh, itu nggak masalah, namanya juga pertandingan," tuturnya.
Tapi setelah laga usai, rivalitas itu harus langsung ditanggalkan. Pemain harus saling berangkulan, suporter harus kembali menjungjung tinggi perdamaian.
Hasil akhir pertandingan pun harus diterima. Mereka yang menang jangan sampai ditanggapi berlebihan dan membuat tim atau suporter lawan tersinggung. Sebaliknya, yang kalah harus menerima dengan lapang dada.
Namun faktanya tak jarang rivalitas itu berujung pada tindakan kelewat batas. Bahkan tak jarang rivalitas kelewat batas itu menjalar ke kehidupan di luar sepak bola. Misalnya menjadi sentimen daerah, perusakan kendaraan yang berasal dari daerah klub rival, dan lain-lain.
"Rivalitas itu beres pertandingan nggak usah (diperpanjang). Misalnya (ketika di jalan bertemu) 'itu anak-anak Viking, Bobotoh, The Jak, kita pukulin, itu yang jadi masalah. Atau ada orang Jakarta datang ke Bandung 'kita pukuli', padahal nggak ada pertandingan sama sekali. Itu yang jadi kebablasan," tuturnya.
Yana mengatakan rivalitas harus tetap berada pada tempatnya. Rivalitas itu hanya urusan dalam pertandingan semata. "Jangan dijadikan ranah sepak bola itu jadi keseharian untuk bermusuhan. Jadi ya sudah (hanya di saat pertandingan saja)," ungkapnya.
Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan dan rivalitas kelewat batas antarsuporter, Yana menyebut saat ini momentum tepat untuk menggaungkan perdamaian. Tak hanya itu, perdamaian sebaiknya diikuti langkah nyata oleh pihak-pihak terkait, terutama yang berseteru.
Ia menyebut perdamaian bisa tercipta selama ada kemauan dan tindakan. Hal itu menjadi kunci untuk mengakhiri perseteruan dan mencegah agar tak ada lagi nyawa yang melayang akibat perseteruan di dunia sepak bola.
"Ini menurut saya momen untuk perdamaian," ucap Yana.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah suporter Persib, Persija, dan Persebaya bersama-sama datang ke Malang untuk menyampaikan dukacita kepada Aremania, suporter Arema. Di saat yang sama, momentum itu bisa jadi ajang perdamaian.
"Bisa (damai) kalau misalkan ada niat baik dari semua kalangan, itu bisa terjadi insya Allah. Asal ada niat aja, kalau malas nggak akan terjadi (perdamaian)," jelasnya.
Yana pun melihat hal positif sudah mulai terlihat di sejumlah daerah. Suporter yang selama ini dikenal berseteru justru bersatu ketika ada Tragedi Kanjuruhan. Mereka berbaur dan bersatu untuk melakukan doa bersama dan kegiatan lain setelah insiden itu terjadi.
"Saya melihat komunitas-komunitas (suporter) yang ada di luar Kota Bandung, di luar Jabar, ternyata bisa lho. Viking, The Jak pada ngumpul, semua doa bersama," papar Yana.
Ia berharap langkah serupa juga dilakukan kelompok suporter yang berseteru di tingkat pusat. Sehingga, tak hanya di tingkatan bawah yang saat ini bisa akur. Namun ia menegaskan itu hanya sebatas pandangan pribadinya.
"Saya sudah bukan pengurus (Viking Persib Club) lagi, cuma penikmat sekarang. Itu kan cuma suara hati saya untuk mengungkapkan ini, alangkah baiknya The Jak, Viking, Bonek datang bersama ke sana (Malang)," ujar Yana.
Sementara itu, Ngoper akan kembali hadir Selasa (4/10/2022) ini dengan menghadirkan mantan Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) yang sekarang menjadi anggota DPR RI, M Farhan pada pukul 15.30 WIB. Ngoper ini ditayangkan melalui live Instagram @detikjabar.
Tema yang akan diulas adalah Masa Depan Persib dan Liga 1 Pasca Tragedi Kanjuruhan. Yuk, saksikan Ngoper bareng M Farhan!
(orb/bbn)