Dari kejauhan, aroma masakan khas Sunda sudah tercium dengan begitu nikmatnya. Siapapun yang melintas di Jalan Kawaluyaan Raya, Buahbatu, Kota Bandung tentu tidak ingin melewatkan pengalaman menyantap sajian yang dihidangkan bak sedang berada di kampung halaman.
Warung Nasi Mak Eyot adalah nama kedai makanannya. Meski letaknya berada di pinggiran wilayah Kota Bandung, tapi setiap hari, warung tersebut tidak pernah sepi pelanggan untuk menikmati hidangan, terutama saat makan siang.
Tempatnya memang begitu sederhana. Tapi ketika sudah masuk ke dalam, kita serasa dibawa ke tahun 1990 hingga 2000-an awal di warung makan ini. Semua hidangan yang disajikan merupakan masakan khas Sunda, dan cara penyajiannya yang terbilang jarang dilakukan untuk zaman sekarang.
Warung Nasi Mak Eyot didirikan sekitar tahun 2009-an. Selain masakan yang tak pernah berubah cita rasanya, cara penyajiannya pun masih dipertahankan sejak awal di kedai makan ini. Ya, kayu bakar menjadi bahan baku utama tanpa mengandalkan tabung LPG yang diedarkan di pasaran.
"Soalnya dari pertama Mak Eyot buka itu emang gini, pakai kayu bakar. Terus sambelnya enggak ada yang blender, ngulek sendiri. Terus bumbunya, diublek gitu kalau kata orang Sunda mah, enggak yang diblender," kata Yani (44) menantu Mak Eyot saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Sebelum membuka warung nasi khas Sunda, Mak Eyot terlebih dahulu merintis kedai masakan bersama kakaknya tak jauh dari Jalan Soekarno-Hatta. Setelah itu, Mak Eyot kemudian memutuskan membuka warung nasi sendiri di tempat yang sekarang.
Bermodal lapak sewaan, kedai itu kemudian dirintis Mak Eyot sejak 2009 berbarengan dengan tak lama dibukanya kantor Samsat Kawaluyaan. Di periode awal, Yani pun masih ingat bagaimana warung nasi ini masih sepi karena jarang orang yang datang.
"Awal mah enggak ada lalat-lalat acan istilahnya. Kan pas buka pertama itu bukan gini, masih sepi, masih belantara kayak hutan. Terus warungnya juga kecil, cuma sepetak," tutur Yani mengenang kembali masa-masa itu.
Sekitar tiga tahunan kemudian, perlahan, Warung Nasi Mak Eyot mulai ramai didatangi pelanggan. Kedai mertua Yani tambah makin ramai setelah sejumlah vlogger makanan berdatangan dan akhirnya jadi banyak yang penasaran untuk mencicipi hidangan yang disajikan.
Sekarang, Warung Nasi Mak Eyot pun hampir setiap hari tak pernah sepi dari orang yang berdatangan. Tapi yang menarik, Warung Nasi Mak Eyot tetap mempertahankan cara penyajian dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan baku utama untuk mengolah makanannya.
"Jadi yang datang banyak yang penasaran juga karena masaknya pakai kayu bakar. Terus nyambel, semuanya manual, pakai tangan. Nasi juga diakeul, bumbu nggak boleh enggak ada yang pakai blender. Semuanya manual pakai tenaga manusia," tuturnya.
Selain soal cita rasa, Warung Nasi Mak Eyot terbilang menjadi kedai makanan yang terjangkau secara harga. Menunya ada ikan mas pindang kuning goreng, ayam goreng, tempe, tahu, perkedel hingga pepes tahu.
Untuk menu ikan maupun ayam, harganya hanya Rp 20 ribu untuk satu porsinya. Tapi, nasi bisa ditambah sepuasnya, plus lalapan dan sambel gratis tanpa dipatok biaya.
"Masak air teh juga pakai kayu bakar, terus cara makannya parasmanan. Harganya merakyat banget kalau itungan di kota. Rp 20 ribu itu udah-udah dilengkapi sama sambal, karedok, lalap. Nasi semaunya, ngambil sendiri," kata Yani.
Warung nasi ini pun seakan membawa berkah bagi keluar besar Yani dan Mak Eyot. Sebab, anak-anak, menantu hingga cucu-cucu Mak Eyot bisa diberdayakan sebagai pekerja di sana membantu Warung Nasi Mak Eyot.
Menutup perbicangan dengan detikJabar, Yani pun tak sungkan membocorkan omset Warung Nasi Mak Eyot. Meski tidak menyebutkan secara detail, tapi dalam sebulan, ia mengaku pendapatannya bisa mencapai angka puluhan juta.
"Alhamdulillah, kalau puluhan sih nyampe. Cuman tergantung ya, kalau satu Sabtu mungkin bisa lebih meledak lagi. Alhamdulillah," kata Yani menutup perbincangannya.
(iqk/iqk)