Ikan dewa budidaya warga Desa Margamukti, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang biasanya akan banyak diminati warga keturunan Tionghoa jelang Tahun Baru Imlek. Lalu apa hubungannya ikan dewa dengan Imlek?
Warga keturunan Tionghoa asal Sumedang, Yayang (61) mengungkapkan, pada malam tahun baru Imlek, warga keturunan Tionghoa biasanya akan kumpul bareng keluarga.
"Lalu, keesokan harinya baru dilanjutkan dengan acara silaturahmi antar keluarga," ungkap Yayang kepada detikJabar, Selasa (17/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada saat kumpul keluarga, kegiatan yang biasa dilakukan adalah makan-makan. Dalam acara itu, hidangan yang biasanya wajib ada adalah mi goreng dan telur.
"Kalau kata orang tua dulu mi itu agar panjang umur dan kalau telur itu agar rezekinya bulat, jadi kalau menurut orang tua dulu itu ada arti-artinya tersendiri," tuturnya.
Yayang menyebut, selain mi dan telur, biasanya juga akan dihidangkan menu berupa ikan. "Selain mi dan telor, biasanya ada juga ikan bandeng. Jadi orang tua dulu itu kan memegang prinsip yang penting sehat, panjang umur dan banyak rezeki," paparnya.
Sementara untuk ikan dewa sendiri, lanjut Yayang, makanan itu biasanya dikonsumsi warga keturunan Tionghoa dari kalangan menengah ke atas. Menu makanan ikan dewa itu melambangkan kejayaan dan kekuasaan.
"Ikan dewa itu menyimbolkan kekuasaan dan biasanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Ibaratnya begini, kalau rezeki sudah gede, apa lagi yang dicari, nama dan kekuasaan toh," terangnya.
Menurutnya, filosofi semacam itu sebetulnya sama dengan etnis-etnis lainnya. "Sebetulnya sama juga dengan etnis lainnya, kalau sudah berada, materi banyak, sudah pastikan nyarinya apa? kekuasaan," terangnya.
Ia menambahkan, tradisi-tradisi itu intinya tidak lain untuk memperkokoh kerukunan utamanya antar keluarga dan umumnya kepada sesama.
Sementara itu, pada momen Imlek tahun ini, Yayang tidak akan melewatkannya begitu saja. Ia berencana kumpul bareng keluarganya dengan menghidangkan menu-menu spesial.
"Kalau dulu itu waktu masih ada orang tua suka ada acara kumpul keluarga besar, tapi karena sekarang orang tua sudah tidak ada, jadi kita kumpul bareng dengan keluarga kita sendiri," paparnya.
Yayang sendiri diketahui merupakan pemilik rumah makan sekaligus gerai tahu Sumedang yang cukup legendaris, yakni rumah makan Palasari.
Yayang merupakan generasi ketiga dari Babah Hek yang menjadi salah satu pionir perajin tahu di Sumedang. Ia melanjutkan usaha tahu dari ayahnya yang bernama Encun.
Baca juga: Tanggal Libur dan Cuti Bersama Imlek 2023 |
"Untuk nama Tahu Palasari dan rumah makan sendiri berdiri pada 1973 oleh orang tua saya tapi jauh sebelumnya usaha tahu diimulai dari kakek saya, Babah Hek," ujarnya.
Berawal dari para perajin imigran asal Tiongkok, kini perajin tahu Sumedang sudah banyak tersebar bahkan banyak dari penduduk lokal pun yang pandai membuat panganan berbahan dasar kedelai tersebut.
(mso/orb)