Gerakan pemindahan kekuasaan tersebut mulanya diinisiasi oleh Soetoko selaku salah satu penggerak AMPTT. Perebutan Kantor PTT yang kala itu masih dikuasai Jepang menjadi tujuan utama dari gerakan tersebut dengan batas waktu selambat-lambatnya sebelum bulan September 1945 berakhir.
Dalam hal melancarkan proses realisasi dari gerakan, berbagai perundingan pun dilakukan. Salah satunya ialah perundingan yang direncanakan dilakukan bersama pimpinan PTT Jepang pada masa itu, Tuan Osada.
Namun, perundingan ternyata gagal dan Tuan Osada tak dapat ditemui. menanggapi hal tersebut, AMPTT pun segera bergerak melakukan koordinasi perebutan kekuasaan Jawatan PTT dari Jepang dengan cepat. Soetoko ditetapkan menjadi ketua dengan didampingi tiga wakilnya yang terdiri dari Nawawi Alif, Abdoel Djabar dan Hasan Zein.
Tanggal 26 September 1945, pada malam harinya, kemudian disusun siasat dan taktik guna mengorganisir massa. Para anggota AMPTT pun menyebar dengan maksud untuk mencari dan mengumpulkan barang-barang yang dibutuhkan seperti kendaraan bermotor, senjata tajam hingga senjata api. Berbagai organisasi perjuangan dan masyarakat pun menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan kepada AMPTT.
Hingga pada 27 September 1945, setelah gagalnya perundingan bersama pimpinan Jepang di Kantor Pusat PTT, pasukan AMPTT bersama rakyat yang telah berkumpul di halaman selatan kantor berhasil merangsek masuk ke dalam ruangan kantor yang dikuasai Jepang dan dengan demikian Jepang pun tak lagi dapat berbuat apa-apa selain menyerahkan Kantor PTT tersebut.
Dalam rangka mengingat dan menghargai perjuangan tersebut, ditetapkanlah Hari Bhakti Postel. Biasanya hari ini diperingati dengan berbagai kegiatan seperti Upacara Bendera, pemberian penghargaan, acara olahraga, bakti sosial dan lain-lain.
Fakta Menarik Pos
1. Berulang kali berganti nama
Sepanjang sejarahnya, PT Pos Indonesia telah berulang kali melakukan perubahan nama. Pada mulanya, ketika masih berada dalam masa pendudukan Belanda nama yang digunakan ialah Posts Telegraaf en Telefoon Dienste. Kemudian, pada tahun 1945, namanya berganti menjadi Pos Telegraph and Telephone (PTT). Tak berselang lama, pada tahun 1961, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, namanya kembali berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro. Nama tersebut kemudian berubah kembali pada tahun 1978 menjadi Perum Pos dan Giro dan pada akhirnya untuk yang terakhir kalinya pada tahun 1995 diresmikan menjadi PT Pos Indonesia.
2. Terdapat Museum Pos Indonesia
Museum Pos Indonesia Terletak di bagian sayap kanan bawah Gedung Kantor Pusat PTT yang beralamat di Jalan Cilaki No.73, Kota Bandung. Museum isi mengoleksi berbagai macam prangko, foto bersejarah, peralatan pos dan berbagai barang bersejarah lainnya.
Museum yang sebenarnya telah berdiri dari tahun 1931 ini sempat mengalami perombakan dan perbaikan pasca Perang Dunia ke II. Hingga kemudian pada 27 September 1983, museum diresmikan kembali dan dapat dibuka secara umum hingga hari ini.
3. Memiliki Jaringan Layanan yang Luas
Di Indonesia, Pos Indonesia memiliki jaringan layanan yang begitu luas. Hal tersebut dapat terlihat dari sekitar 24 ribu titik layanan pos yang tersebar di seluruh kota atau kabupaten hingga seluruh kecamatan di Indonesia.
Tak hanya terbatas di Indonesia, Pos Indonesia pun mencakupi lebih dari 100 Negara di Dunia yang tersebar di seluruh benua yang ada.
(tya/tey)