Emil Salim Berbagi Kenangan tentang Jasa 2 Pendiri SBM ITB

Anugerah Avirama Nawasena

Emil Salim Berbagi Kenangan tentang Jasa 2 Pendiri SBM ITB

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 18 Jan 2024 22:23 WIB
Penerima Life Time Achievement Anugerah Avirama Nawasena di Kampus SBM ITB Jakarta
Prof Emil Salim menerima Anugerah Avirama Nawasena Lifetime Achievement Award di Kampus SBM ITB Jakarta (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Jakarta -

Emil Salim, tokoh intelektual di bidang lingkungan hidup dan ekonomi, mendapat piala penghargaan Avirama Nawasena Lifetime Achievement Award. Penghargaan tersebut diberikan oleh Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) pada hari ini, Kamis (18/1/2024).

Penghargaan tersebut sebagai apresiasi atas kontribusinya pada bidang Environmental, Social, Governance (ESG). Acara berlangsung di Kampus SBM ITB Jakarta, Gedung Graha Irama (Indorama) Jl. H. R. Rasuna Said, Kuningan, DKI Jakarta.

Nama Emil Salim memang sudah tak asing lagi. Emil memiliki gelar Profesor, Master of Arts (MA), dan Doctor of Philosophy (PhD). Gelar Profesor Ilmu Ekonomi dari Universitas Indonesia telah diraihnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, gelar PhD Ilmu Ekonomi didapat dari Universitas California (Berkeley Campus) Amerika Serikat. Sementara Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1994 menyematkan gelar Doctor Honoris Causa kepadanya.

Emil lahir di Lahat, Sumatera Selatan saat Republik Indonesia belum berdiri. Ia sempat mencicipi duduk di bangku sekolah sejak Indonesia dijajah Belanda sampai Jepang. Namanya cukup sering terdengar di dunia pemerintahan. Ia sudah duduk di pemerintahan sejak era Presiden Soeharto.

ADVERTISEMENT

Pada tahun 1978, ia menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Emil mencetuskan gagasan kepada Tjokropranolo, agar isu lingkungan menjadi sebuah gerakan dalam masyarakat.

Emil merupakan salah seorang di antara sedikit tokoh Indonesia yang berperan internasional. Dalam arsip berita detikcom, Emil juga pernah mendapat penghargaan The Leader of Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF).

Lembaga konservasi mandiri terbesar dan sangat berpengalaman di dunia itu memberikan penghargaannya pada 14 September 2012. Emil dipercaya menjadi tokoh yang patut dan membanggakan untuk memperoleh penghargaan, khususnya karena pemikiran-pemikirannya mengenai pembangunan berkelanjutan.

Emil Kenang Dua Founder SBM ITB yang Telah Berpulang

Di usianya yang sudah 94 tahun, fisik Emil mungkin sudah tak sekuat dulu. Saat menerima penghargaan, ia tak banyak berekspresi dan berjalan dengan tongkat. Tapi ingatannya masih kuat dan tajam.

Dalam closing wisdom atau pesan-pesannya, Emil justru lebih banyak menceritakan sosok dua sahabatnya yang merupakan founder SBM ITB.

Sekedar diketahui, selain Emil ada pula nama Almarhum Surna Tjahja Djajadiningrat dan Almarhum Kuntoro Mangkusubroto, yang turut mendapat piala penghargaan Avirama Nawasena Lifetime Achievement Award di bidangnya masing-masing.

"Penghargaan ini sebagai pengingat kita, bagaimana dulu Kuntoro harus membangun Aceh yang rata karena musibah tsunami 2004. Pekerjaan ini dianggap suatu hal yang berhasil, tapi bayangkan pada saat itu emosi yang dialami Kuntoro di tengah lautan manusia yang meninggal. Ia bertugas untuk membangun, tapi tidak tahu dari mana harus memulai," ucapnya.

Penerima Life Time Achievement Anugerah Avirama Nawasena di Kampus SBM ITB JakartaKeluarga mewakili Prof Kuntoro Mangkusubroto menerima penghargaan Anugerah Avirama Nawasena Life Time Achievement Award di Kampus SBM ITB Jakarta Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Mendiang Kuntoro Mangkusubroto adalah Guru Besar Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB, yang wafat pada Desember 2023. Kuntoro merupakan salah satu pendiri Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB.

Sama dengan Emil, Kuntoro juga pernah menjabat di pemerintahan. Ia menjabat sebagai Menteri Pertambangan Kabinet Pembangunan VII di tahun 1998 serta Menteri Pertambangan Kabinet Reformasi Pembangunan di tahun 1998-1999.

Pria yang mempunyai nama asli Kuntoro Iman Subagyo Mangkusubroto ini mulai menempuh pendidikannya di ITB pada tahun 1965. Dia mengambil program studi Teknik Industri pada jenjang S1. Lanjut pendidikan S2 di Stanford University, Amerika Serikat, bidang Industrial Engineering dan Civil Engineering.

Pada tahun 1982, Kuntoro melanjutkan jenjang pendidikan S3 di ITB dengan fokus di bidang Teknik Bidang Ilmu Keputusan.

Setelah itu ia kembali ke ITB dan mengajar sebagai dosen jurusan Teknik Industri pada tahun 1972. Beragam jabatan dan penghargaan pun kerap diraihnya semasa hidup.

"Ini adalah makna penghargaan untuk Kuntoro. Saya angkat hal ini karena jangan sampai peringatan lewat begitu saja, sekedar memburu penghargaan. Kenang juga jasa seseorang. Saya harap hadirin keluar dari gedung ini bisa bercerita bahwa 'kami baru saja belajar dari seorang yang mendapat penghargaan membangun suatu kota di tengah jasad manusia yang meninggal'," lanjut Emil.

Emil pun masih punya kenangan baik dengan Surna Tjahja Djajadiningrat atau yang kerap disapa Prof. Naya. Guru Besar dalam bidang Manajemen Lingkungan sekaligus salah satu pendiri SBM ITB itu berpulang pada Agustus 2014.

Penerima Life Time Achievement Anugerah Avirama Nawasena di Kampus SBM ITB JakartaKeluarga mewakili Prof Surna Tjahja Djajadiningrat menerima Anugerah Avirama Nawasena Lifetime Achievement Award di Kampus SBM ITB Jakarta Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar

Prof Naya mendapat gelar sarjana dari program studi Teknik Industri Institut Teknologi Bandung pada tahun 1972. Kemudian mendapatkan gelar master dan doktornya di University of Hawai, USA khusus pada bidang Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Emil masih ingat betul saat Prof Naya berkarier di Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) pada 1988-1999. Prof Naya diketahui juga sempat kembali aktif di KLH sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pegelolaan Lingkungan dan Dewan Penasehat Indonesa Project on Climate Change.

"Surya juga teman saya yang ikut membangun KLHK. Dia juga tidak mengerti cara mendekati lingkungan, jadi dia belajar terus hingga ia mampu ikut membangun lingkungan. Dua tokoh ini mendapat penghargaan yang dibawa dalam hati saudara penuh kenangan. Dua sahabat yang telah dulu mendahului kita," pesan Emil.

(aau/yum)


Hide Ads