Kang Ace Tegaskan Pentingnya Peran Negara untuk Penuhi Hak Anak

Kang Ace Tegaskan Pentingnya Peran Negara untuk Penuhi Hak Anak

Atta Kharisma - detikJabar
Sabtu, 01 Apr 2023 17:52 WIB
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily
Foto: Golkar Jabar
Jakarta -

Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily menyampaikan berbagai persoalan anak di tengah masyarakat saat ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menurutnya, negara harus hadir agar seluruh anak di Jabar dan Indonesia mendapat perlakuan dan perlindungan yang memadai.

Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Dialog Publik Perlindungan Khusus Anak di Masa Darurat bersama Pengajian Al-Hidayah Kabupaten Bandung di Hotel Sutan Raja Soreang Bandung, Sabtu (1/4). Pria yang akrab disapa Kang Ace itu mengungkapkan ada beberapa problematika perempuan dan anak di Jabar yang membuat anak hanya diasuh oleh ibu saja. Salah satunya yakni perkawinan usia muda yang tercatat selama 2020 mencapai 9.821 perkawinan.

"Pada tahun 2021, sebanyak 12 dari 100 anak atau 12% menikah dini atau di bawah 18 tahun. Jabar menempati urutan kedua tertinggi di Indonesia setelah Kalimantan Selatan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2022, ucap Ace, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan pengajuan dispensasi pernikahan dini sebanyak 8.607, terdiri dari 4.297 perempuan dan 4.310 laki-laki.

"Di Jabar juga tercatat masih banyak anak yatim dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal akibat COVID-19, serta angka kematian bayi/anak masih tinggi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, data yang diperoleh hingga Juni 2022 menunjukkan selain anak yang diasuh oleh ibu saja, terdapat 11.647 anak di Jabar yang juga hanya diasuh oleh ayah saja.

"Sebanyak 2.098 anak diasuh oleh keluarga selain ayah-ibu, 1.309 anak diasuh oleh kerabat/keluarga lainnya. Bahkan 1.125 anak hanya diasuh oleh kakek/nenek serta 502 anak diasuh hanya oleh kakak dari anak tersebut," paparnya.

Lalu, sambung Ace, sekitar 174 anak di Jabar yang harus berjuang hidup tanpa pendamping. Sementara, 93 anak diasuh oleh paman/bibi/saudara ibu-bapak, 157 anak diasuh di panti asuhan dan 6 anak diasuh tanpa keterangan.

Ace menilai kehadiran negara adalah kewajiban konstitusional yang harus dipenuhi. Karena sesuai UU Perlindungan Anak Pasal 21 terkait Perlindungan Khusus Anak disebutkan negara, pemerintah, dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.

"Negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati hak anak. Pemerintah juga berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak," sebutnya.

UU, jelas Ace, menegaskan kalau pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan serta mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah. Termasuk, berupaya membangun kabupaten/kota layak anak.

Dalam pemaparannya, Ace menerangkan tentang 'Urgensi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak dalam Kondisi Darurat'. Salah satu contohnya yaitu penanganan anak oleh negara dan masyarakat saat gempa Cianjur bermagnitudo 5,6 yang terjadi pada 21 November 2022 lalu. Kala itu, 12 kecamatan lebih harus terdampak gempa yang berujung pada 325 titik pengungsian dengan 37% korban adalah anak-anak.

"Saat ini kami di DPR sedang menyusun RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak sebagai bentuk implementasi dari pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28B ayat (1) bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Serta Pasal 34 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara," jelasnya.

Ace menyebut ada ada banyak regulasi yang mengatur perlindungan anak seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Sebab itu tentu perlindungan terhadap anak tersebut termasuk memberikan perlindungan kepada anak secara khusus dan dalam situasi darurat adalah harus menjadi perhatian dan tanggungjawab bersama," tegasnya.

Sementara itu, Asdep Perumusan Kebijakan Perlindungan Khusus Anak, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Muhammad Ihsan menyampaikan perlunya upaya perlindungan kepada anak secara lebih memadai.

"Salah satunya bergandengan tangan antara eksekutif dengan legislatif dalam mensosialisasikan program program pemerintah kepada semua pihak, termasuk di kalangan masyarakat yang dalam konteks ini adalah program yang terkait dengan pemberdayaan perempuan dan anak," katanya.

Ihsan menjelaskan Presiden Joko Widodo juga telah mewanti-wanti dan memberikan arahan terkait pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Termasuk, menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Ini pekerjaan dan tantangan yang sekaligus amanah yang sangat mulia. Karena anak merupakan generasi penerus kita yang jumlahnya kini mencapai 30% dari total jumlah penduduk Indonesia," ujarnya.

Ihsan menuturkan jumlah anak di Indonesia sangat besar, sehingga jika kebutuhan mereka terpenuhi, anak-anak tersebut akan membawa potensi yang luar biasa bagi bangsa dan negara. Meski begitu, saat ini mereka masih menjadi kelompok yang rentan, termasuk terhadap tindak kekerasan.

"Di kantor, kami punya Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, ternyata masih banyak kejadian dan upaya yang harus kita lakukan bersama-sama ke depan untuk anak-anak kita," tandasnya.

(fhs/ega)


Hide Ads