Sepanjang 2024, telah terjadi sejumlah kasus hukum yang menjerat beberapa tokoh ternama di Jawa Barat (Jabar). Mulai dari penahanan mantan Sekda Kota Bandung Ema Sumarna oleh KPK, vonis 1 tahun penjara untuk pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang di kasus penodaan agama, hingga kandasnya upaya peninjauan kembali (PK) 7 terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Lantas, bagaimana perjalanan sejumlah kasus hukum di Jabar itu bisa terjadi? Berikut ini rangkumannnya
1. Eks Sekda Kota Bandung Ema Sumarna Ditahan KPK
Kasus pertama diawali dengan penahanan mantan Sekda Kota Bandung Ema Sumarna oleh KPK pada 26 September 2024. Ema telah ditetapkan menjadi tersangka sejak 13 Maret 2024 dalam kasus korupsi dugaan proyek Bandung Smart City.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Ema langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekda Kota Bandung. Berbulan-bulan kasus ini dalam tahap penyidikan, KPK kemudian menahan Ema beserta empat orang lainnya yaitu 3 anggota DPRD Kota Bandung terpilih, Ahmad Nugraha, Riantono, Yudi Cahyadi, serta anggota DPRD Kota Bandung periode 2019-2024 Fery Cahyadi.
Dalam paparannya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu saat itu menyatakan bahwa Ema diduga menerima gratifikasi sekitar Rp1 miliar dari Dinas Perhubungan dan instansi lainnya selama periode 2020 hingga 2024. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah, Ema memiliki wewenang untuk mempermudah pengalokasian anggaran dalam pembahasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2022 untuk kepentingan anggota DPRD.
"ES selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan kewenangannya membantu mempermudah penambahan anggaran pada pembahasan APBD perubahan tahun 2022 pada Dinas Perhubungan Kota Bandung," katanya seperti dikutip detikJabar dari detikNews, Kamis (26/9/2024).
Hingga sekarang, kasus korupsi yang menjerat Ema Sumarna dkk masih dalam tahap penyidikan di KPK. Komisi Antirasuah pun telah memanggil sejumlah pejabat untuk dimintai keterangan dalam perkara tersebut.
Adapun sejumlah pejabat yang sudah dimintai keterangan pada Kamis (6/12/2024) di antaranya mantan Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan. Pemeriksaan dilakukan di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung untuk menelusuri aliran uang dugaan korupsi kasus proyek Bandung Smart City ini.
Selain Tedy Rusmawan, KPK juga telah memeriksa delapan saksi lainnya. Mulai dari Kasi Lalu Lintas Jalan Pada Bidang Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan Dishub Kota Bandung Andri Fernando Sijabat, Staf Ahli Wali Kota Bandung EM Ricky Gustiadi, Kepala Bappelitbang Anton Sunarwibowo, Kabag Persidangan/Sekretariat DPRD Kota Bandung Eka Taofik Hidayat, Kepala BPKAD Agus Slamet, anggota DPRD Kota Bandung Riana, Kabid Angkutan dan Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub Asep Kurnia hingga Kasubbag Keuangan Dishub Kalteno.
Untuk diketahui, kasus yang menjerat Ema Sumarna cs merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana pada April 2023 silam. Saat itu, Yana terkena OTT bersama dua anak buahnya, Dadang Darmawan dan Khairul Rijal, yang saat itu menjabat sebagai Kadishub serta Sekdishub Kota Bandung.
Selain Yana, Dadang dan Rijal, KPK juga menangkap 3 orang dari pihak swasta. Mereka adalah Sony Setiadi selaku Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT CIFO), serta Benny dan Andreas Guntoro selaku Direktur dan Vertical Solution Manager PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA).
Keenamnya pun kini sudah dijebloskan ke Lapas Sukamiskin Bandung. Sony Setiadi divonis 1,5 tahun penjara, sementara Benny dan Andreas divonis 2 tahun kurungan penjara atas perkara pemberian uang suap dan gratifikasi hingga senilai Rp 888 juta kepada Yana cs.
Kemudian setelah itu, giliran Yana Mulyana, Dadang Darmawan dan Khairul Rijal yang divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Yana dan Dadang divonis 4 tahun penjara, sementara Rijal divonis 4 tahun kurungan penjara.
Selain pidana badan, ketiganya juga divonis untuk membayar uang pengganti atas kasus tersebut. Rijal diputus membayar uang pengganti sebesar Rp 586 juta, Bath 85.670, 187 ribu SGD, 2.187 SGD, RM 2.811, 950 ribu Won, 20 ribu SGD.
Sementara Dadang, diputus untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 271 juta. Dan Yana, diputus membayar uang pengganti sebesar Rp 435 juta, SGD 14.520, Yen 645 ribu, 3 ribu USD serta Bath 15.630. Yana, Dadang dan Rijal pun kini sudah dijebloskan ke Lapas Sukamiskin, Kota Bandung.
Selain ke-6 orang tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung juga memvonis hukuman 1 tahun 6 bulan kepada Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika. Ia dinyatakan bersalah setelah memberikan suap sebesar Rp 1,3 untuk bisa menggarap sejumlah proyek di Dinas Perhubungan.
2. Vonis 1 Tahun Penjara Panji Gumilang di Kasus Penodaan Agama
Kasus hukum selanjutnya yang sempat menjadi sorotan adalah perkara yang menyeret pimpinan Ponpes Al-Zaytun Indramayu, Panji Gumilang. PN Indramayu pada Rabu (20/3/2024) kemudian memvonis Panji Gumilang dengan hukuman 1 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah dalam kasus penodaan agama.
Panji Gumilang terseret kasus penodaan agama setelah perkaranya ditangani Bareskrim Mabes Polri. Setelah berkas perkaranya rampung, Panji Gumilang mulai diadili di PN Indramayu pada 8 November 2023.
Di hadapan persidangan, Panji Gumilang didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 yaitu menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di kalangan rakyat. Kemudian dakwaan subsidair pada Pasal 14 ayat (2), termasuk lebih subsidair pada Pasal 15.
Dakwaan kedua, tentang penodaan agama yang tertuang dalam Pasal 156 a huruf a KUHP dengan. Serta dakwaan ketiga Pasal 45 a ayat 2 Junto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE.
Dalam perjalanannya, Panji Gumilang sempat melawan dakwaan itu dengan mengajukan eksepsi. Dia juga meminta supaya penahanannya ditangguhkan karena alasan sedang mengalami sakit. Tapi kemudian, hakim memutuskan untuk menolak eksepsi serta penangguhan penahanan itu.
Setelah memeriksa sejumlah saksi di persidangan, pada Kamis (22/2/2024), jaksa menuntut Panji Gumilang dengan hukuman 1 tahun 6 bulan. Panji Gumilang dinilai terbukti melanggar Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama sebagaimana dakwaan kedua.
Hingga akhirnya, tepat pada 20 Maret 2024, Majelis Hakim PN Indramayu membacakan putusan untuk Panji Gumilang. Panji Gumilang pun divonis bersalah melanggar Pasal 156 a huruf a KUHP tentang Penodaan Agama dan divonis dengan hukuman 1 tahun kurungan penjara.
Usai vonis itu dibacakan, Panji Gumilang sempat menunjukkan gestur yang menuai sorotan di ruang persidangan. Pose dua jari hingga pekik Merdeka pun ditunjukkan yang mencirikan Panji Gumilang tidak puas dengan vonis saat itu.
"Anda tengok seperti apa? Anda yang menilai bukan saya seperti apa?," ujar saat itu sambil menunjukkan salam 2 jari kepada awak media.
Tak lama kemudian, tepat pada 17 Juli 2024, Panji Gumilang sudah bisa menghirup udara bebas. Panji Gumilang dinyatakan bebas murni pada hari itu dan langsung keluar dari penjara.
"Betul, yang bersangkutan bebas murni. Sudah habis masa pidananya," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Kemenkumham Jabar Robianto saat dihubungi waktu itu.
Meski sudah bebas, Panji Gumilang masih harus berhadapan dengan kasus pidana lainnya. Melansir detikNews, pada 10 Desember 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Panji Gumilang.
"Tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Indramayu telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri atas nama tersangka ARPG," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Selasa (10/12/2024).
Dalam kasus ini, Panji Gumilang ditengarai melakukan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana awal berupa penggelapan dan korupsi dana BOS dari yayasan. Kejagung menyebut tindak pidana itu diduga sudah dilakukan Panji Gumilang sejak 2014 hingga 2023.
Informasi terakhir, Kejagung masih menyusun surat dakwaan untuk kelengkapan berkas perkara Panji Gumilang. Saat ini, Panji Gumilang berstatus sebagai tahanan kota di Indramayu terhitung hingga 28 Desember 2024.
3. Vonis 1 Tahun Penjara Eks Kepsek SMAN 10 Bandung
Selanjutnya, ada kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Sekolah SMAN 10 Bandung Ade Suryaman yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 664 juta. Ade ditetapkan menjadi tersangka dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2020 bersama bendahara sekolah, Asep Nendi dan Ervan Fauzi Rakhman selaku pihak swasta.
Ketiganya lalu mulai diadili di Pengadilan Tipikor Bandung pada 26 Juni 2024. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primair.
Serta Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.
Setelah kasusnya bergulir, Senin (2/9/12/2024), jaksa menuntut Ade Suryaman dengan hukuman 1 tahun 6 bulan. Sedangkan Asep Nendi dituntut hukuman 3 tahun dan 3 bulan penjara, serta Ervan Fauzi Rakhman dengan tuntutan 3 tahun kurungan.
JPU menuntut ketiganya bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.
Hingga akhirnya, pada 14 Oktober 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuh vonis kepada Ade Suryaman dengan hukuman 1 tahun kurungan penjara. Sedangkan Asep Nendi divonis hukuman 2 tahun penjara dan Ervan Fauzi Rakhman divonis selama 1 tahun kurungan.
Selain pidana badan, Asep Nendi diputus untuk membayar uang pengganti Rp 337 juta. Jika uang pengganti itu tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman 1 tahun kurungan penjara.
Asep Nendi dan Ervan ternyata mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung atas vonis yang diterimanya. Setelah bergulir, Asep Nendi divonis lebih berat atas kasus korupsi yang sudah dia lakukan.
Dalam vonis yang dibacakan pada 25 November 2024 itu, Majelis Hakim PT Bandung memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan kurungan kepada Asep Nendi. Selain pidana badan, dia juga tetap diwajibkan membayar uang pengganti Rp 337 juta subsider 1 tahun kurungan penjara.
Sementara, banding yang diajukan Ervan Fauzi Rakhman juga kandas di PT Bandung. Majelis hakim tetap memutuskan hukuman 1 tahun kurungan penjara kepada Ervan yang dinyatakan terbukti bersama dalam kasus korupsi dana BOS SMAN 10 Bandung.
4. Kisruh Brotherhood Berujung Penyitaan Logo dan Atribut BB1%MC
Selanjutnya, ada kasus mengenai perkara kekisruhan antardua komunitas motor yakni Bikers Brotherhood MC (BBMC) Indonesia dan Bikers Brotherhood 1% MC (BB1%MC). Kisruh itu pun kemudian berujung kepada putusan PN Bandung yang mengabulkan permohonan aanmanin atau atau teguran dari kubu BBMC Indonesia.
Alhasil, dengan dikabulkannya aanmaning itu, PN Bandung langsung melakukan sita ekseskusi logo dan atribut BB1%MC di markasnya di Jalan Pajajaran No 42, Kota Bandung pada 21 Mei 2024). Tapi ternyata, saat itu logo yang hendak disita itu sudah tak ada di markas BB1%MC.
Eksekusi tersebut saat itu digelar secara paksa berdasarkan putusan Nomor: 432Pdt.G/2018/PN.Bdg. Jo, Nomor: 115/Pdt/2020/PT.Bdg.Jo, Nomor: 3513K/PDT/2020 yang dikeluarkan Ketua PN Bandung Mustafa Djafar.
Usai membacakan putusan sita eksekusi, juru sita PN Bandung didampingi dari pihak kuasa hukum BBMC dan BB1%MC masuk ke dalam markas BB1%MC untuk menyita logo dan atribut. Tapi hasilnya, kedua objek yang hendak di sita saat itu tidak ada di lokasi.
"Pertama logo di pintu depan sudah tidak ada, kedua itu face-nya Ketua Umum Brotherhood 1% juga tidak ditemukan," ucap Juru Sita PN Bandung Tri yang masuk ke dalam markas BB1%MC.
"Seperti yang disampaikan oleh Pak Tri bahwa tidak ditemukan objek-objek yang telah tetapkan sita eksekusi sebelumnya. Sehingga pelaksanaan eksekusi terkait penarikan logo di Pajajaran telah dilaksanakan dengan catatan bahwa objek tersebut tidak ditemukan di lokasi tersebut," ungkap Juru Sita PN Bandung lainnya, Rahmat Hidayat.
Sementara itu, salah satu pendiri BBMC Bebeng Gumelar mengungkapkan, dengan dilakukan eksekusi tersebut pihak BB1%MC dilarang menggunakan logo dan diminta untuk segera membubarkan diri. "Kami adalah pihak yang sah dan hukum yang berhak memakai nama BBMC Indonesia," katanya.
Kubu BB1%MC saat itu menanggapi hasil putusan ini. Kuasa Hukum BB1%MC Freddy Nusantara mengatakan, sita eksekusi di Jalan Pajajaran No 42 Kota Bandung salah Alamat karena logo yang digunakan BB1%MC sudah terdaftar di Hak Akan Kekayaan Intelektual (HAKI).
"Secara legalitas logo masih terdaftar di HAKI, sampai detik ini pun silakan di Googling logo terdaftar milik kita," ungkapnya.
Freddy juga menegaskan, akan patuh dengan hukum yang berlaku. Namun terkait putusan kasus ini, Freddy meminta agar prosedur yang berlaku ditempuh seluruhnya. Dia juga memastikan BB1%MC tetap akan berkegiatan setelahnya.
"Kita bukan berarti melawan hukum, tolong kalau putusannya kita membubarkan diri atau mengembalikan logo itu putusan bersifat pernyataan, karena legalitas kita diakui negara, jadi tolong kalau mau, masak harus diajarin, beresin dulu prosedur sesuai hukum, legal standing kita dimerek terdaftar dan badan hukum masih di badan hukum terdaftar aktif, silakan itu diurus dulu," tegasnya.
"Sampai saat ini kita akan tetap berkegiatan, 1% tetap akan berkegiatan," pungkasnya.
5. Korupsi Pasar Cigasong Majalengka
Pada 2024, Kejati Jabar menetapkan tersangka terhadap Kepala BKPSD Majalengka, Irfan Nur Alam. Dia terseret dalam kasus korupsi proyek bangun guna serah Pasar Sindang Kasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka.
Setelah jadi tersangka, Kejati Jabar kemudian menahan Irfan secara paksa pada 26 Maret 2024. Pada saat itu, Irfan ditetapkan menjadi tersangka bersama seorang PNS Majalengka, Maya Andriyanti, serta seorang pengusaha bernama Andi Nurmawan.
Menyusul kemudian, giliran mantan Pj Bupati Bandung Barat, Arsan Latif yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini pada 5 Juni 2024. Saat itu, Kejati Jabar menetapkan Arsan Latif dalam kapasitasnya ketika masih menjabat sebagai Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal Kemendagri.
Kejati Jabar waktu itu menyebut Arsan Latif diterangai aktif menginisiasi penyusunan regulasi agar mengarahkan salah satu perusahaan yaitu PT PGA menjadi pemenang lelang dari proyek Pasar Sindang Kasih, Majalengka. Dia akhirnya ditahan pada 15 Juli 2024.
Sebelum berkas perkaranya rampung, Irfan Nur Alam sempat mengajukan praperadilan ke PN Bandung. Tapi pada akhirnya, upaya perlawanan yang dia layangkan kandas setelah hakim memutuskan untuk menolak seluruh gugatan praperadilan tersebut pada 29 April 2024.
Hingga akhirnya, Pengadilan Tipikor Bandung kemudian mulai menggelar sidang kasus korupsi Pasar Cigasong, Majalengka ini pada 11 September 2024. Irfan Nur Alam cs didakwa memeras seorang pengusaha Rp 7,5 miliar dalam proyek bangun guna serah pasar tersebut.
Dalam uraian berkas dakwaan, Irfan Nur Alam berperan bersama Andi Nurmawan serta Maya dan Dede Rizka Nugraha (DRN) memeras Komisaris PT PGA, almarhum Endang Rukmana. Modusnya dilakukan dengan cara Andi dan Dede mengatur langsung pertemuan antara Endang dengan Irfan.
Sedangkan Arsan Latif berperan untuk mengakali sejumlah regulasi proyek bangun guna serang Pasar Sindang Kasih, Cigasong, Majalengka. Sebab diketahui, pasar tersebut tercatat sebagai bangunan milik daerah (BMD).
Dalam uraian jaksa, Andi atas sepengetahuan Irfan Nur Alam, meminta uang sekitar Rp 4,09 miliar kepada almarhum Endang Rukanda untuk kelancaran pemenangan PT PGA. Uang itu lalu diberikan kepada Andi meski Endang mengetahui ada beberapa kejanggalan dalam proyek tersebut seperti pemalsuan dokumen hingga pengalam kerja perusahaannya.
Selain Andi, Dede Rizka juga kecipratan uang dari Endang usai memuluskan PT PGA. Dia mendapatkan duit sebesar Rp 3,495 miliar dari Endang.
Keempat terdakwa pun didakwa melanggar pasal berlapis. Mulai dari Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Serta Pasal 12B ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
Kemudian Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan ketiga.
Dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan keempat.
Hingga sekarang, persidangan kasus korupsi proyek Pasar Sindang Kasih, Cigasong, Majalengka masih bergulir di Pengadilan Tipikor Bandung. Persidangan masih dalam agenda pemeriksaan sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
6. Yosep Pembunuh Tuti-Amel di Subang Divonis 20 Tahun Bui
Kasus hukum selanjutnya yang pernah mencuat dan menarik perhatian pada 2024 yaitu vonis 20 tahun penjara untuk Yosep Hidayah. Dia dinyatakan bersalah setelah membunuh istri dan anak kandungnya sendiri, Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu atau Amel di Subang pada 18 Agustus 2021 silam.
Sebagaimana diketahui, kasus ini begitu panjang sebelum akhirnya bisa dibongkar kepolisian. Bermula pada Oktober 2023 saat Polda Jabar mengumumkan penetapan status tersangka terhadap Yosep, keponakan sekaligus sepupu Amel, M Ramdanu alias Danu, serta tiga orang lainnya yaitu istri muda Yosep, Mimin Mintarsih, dan dua anaknya yaitu Arighi Reksa Pratama serta Abi Aulia.
Setelah proses penyidikan yang begitu melelahkan, Yosep dan Danu mulai diadili di persidangan pada 28 Maret 2024. Yosep bersama Danu lantas didakwa melakukan pembunuhan berencana atas kematian Tuti dan Amel.
Dalam uraian dakwaan jaksa saat itu, tergambar bagaimana sadisnya Yosep saat mengeksekusi istri dan anaknya. Yosep beserta Danu lalu didakwa melanggar Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primair dan dakwaan subsidair Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di persidangan, Yosep berulangkali membantah melakukan pembunuhan. Bahkan, Yosep sempat melayangkan eksepsi untuk mementahkan dakwaan jaksa, meskipun upaya yang dia lakukan itu akhirnya kandas karena ditolak Majelis Hakim PN Subang.
Sampai kemudian, jaksa menuntut Yosep dengan hukuman pidana seumur hidup penjara pada 4 Juli 2024. Jaksa saat itu menilai Yosep bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana sebagaimana dakwaan primair di persidangan. Sedangkan Danu, dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara.
Majelis Hakim PN Subang akhirnya membacakan vonis untuk Yosep maupun Danu pada 25 Juli 2024. Yosep diputus bersalah dan dihukum 20 tahun kurungan penjara, sedangkan Danu divonis 4 tahun kurungan penjara pada 29 Juli 2024.
Yosep ternyata tak terima dengan vonis tersebut. Melalui pengacaranya, dia kemudian melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung untuk melawan putusan tersebut.
Tapi setelah itu, Majelis Hakim PT Bandung memutuskan untuk menolak banding Yosep. Dalam putusan yang dibacakan pada 7 Agustus 2024 itu, PT Bandung memutuskan menguatkan putusan PN Subang mengenai vonis 20 tahun penjara untuk Yosep Hidayah.
Setelah itu, perlawanan Yosep ternyata belum selesai. Dia sempat melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tapi pada akhirnya kasasi tersebut ditolak berdasarkan putusan yang dibacakan pada 12 November 2024.
7. Kandasnya PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon
Kasus pembuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 silam, waktu itu kembali muncul ke permukaan pada pertengahan 2024. Pemicunya karena penayangan film horor berjudul 'Vina: Sebelum 7 Hari' yang memantik banyak tanda tanya di kalangan sejumlah orang.
Berawal dari sini juga lah, ketujuh terpidana kasus Vina yang sudah divonis penjara seumur hidup kemudian melayangkan upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Mereka berharap bisa dibebaskan dari kasus ini karena bersikukuh sama sekali tidak terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Ketujuh terpidana itu adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman dan Supriyanto. Setelah berbulan-bulan PK itu dilayangkan, pada Senin (16/12/2024), MA ternyata memutuskan untuk menolak upaya hukum yang dilayangkan ketujuhnya.
Putusan MA yang menolak PK ke-7 terpidana kasus Vina jelas membuat keluarga begitu terpukul. Mereka tadinya berharap PK itu dikabulkan setelah kasus Vina berulang kali memunculkan dinamika yang mengejutkan
Namun, bagi tim kuasa hukum ketujuh terpidana, putusan PK itu bukan akhir dari segalanya. Tim akan menempuh upaya hukum lain untuk terus membuka harapan bagi para terpidana supaya bisa dibebaskan.
"Langkah hukum ini masih banyak terbuka. Yang dimungkinkan secara resmi langkah-langkah hukum ke depan yang kami lakukan, kami akan menunggu salinan resmi dari putusan Mahkamah Agung. Kita akan lihat pertimbangan-pertimbangannya apa yang membuat PK kami ditolak. Dari situ kami akan mengambil langkah," ucap Salah satu tim kuasa hukum para terpidana kasus Vina, Jutek Bongso.
"Masih banyak langkah hukum. Ada grasi, ada abolisi, ada asimilasi, ada amnesti, ada PK kedua, ketiga dan upaya hukum lain," kata dia menambahkan.
Namun, di antara beberapa langkah hukum yang bisa ditempuh, para terpidana kasus Vina Cirebon secara tegas menyatakan tidak akan menempuh langkah hukum grasi. Mereka enggan jika harus mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan.
Pernyataan ini disampaikan Jutek Bongso usai mendatangi para terpidana di Lapas Kelas 1 Cirebon. Para terpidana menyatakan dengan tegas tidak akan mengajukan grasi.
"Mereka menolak kalau dengan memakai jalur grasi. Oleh karena (jika menempuh jalur grasi) mereka harus mengakui pembunuhan itu. Mereka menyatakan lebih bagus mereka ada di dalam lapas dan membusuk di dalam penjara," kata Jutek.
"Dua kali kami tanyakan kepada mereka. Mereka mengatakan karena mereka bukan pelaku pembunuhan, jadi mereka tidak mau menempuh jalur grasi," tambahnya.
Ditolaknya PK terpidana kasus Vina juga memantik perhatian Calon Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi. Di tengah situasi itu, dia meminta kepada keluarga tidak putus asa. Selama ini, Dedi Mulyadi terus mengikuti perjalanan kasus tersebut hingga pengajuan PK ini pupus di MA.
"Masih banyak langkah-langkah hukum yang bisa ditempuh. Kita tidak boleh putus asa dalam memperjuangkan kebenaran. Semoga PK yang ditolak ini menjadi jalan untuk kita terus berjuang agar pada akhirnya kita bisa membuktikan bahwa 7 terpidana tidak bersalah," kata Dedi Mulyadi
8. Muller Bersaudara yang Kini Meringkuk di Penjara
Sengketa tanah yang terjadi di kawasan Dago Elos, Kota Bandung, menjadi penutup kasus menari sepanjang 2024 di Jabar. Perkara yang sudah memanas sejak 8 tahun lalu itu akhirnya membawa kabar menggembirakan bagi warga yang selama ini menantikan kehidupan yang nyaman di tempat mereka.
Semuanya bermula dari klaim tiga Muller bersaudara yaitu Heri Hermawan Muller, Dodi Rustandi Muller dan Pipin Sandepi Muller. Heri, Dodi, maupun Pipin, selama bertahun-tahun ini menjadi pihak yang berhadapan dengan warga Dago Elos mengenai sengketa lahan.
Bermodal klaim sebagai ahli waris dari leluhurnya, Hendricus Wilhelmus Muller, mereka mengklaim lahan yang ditempati warga di Dago Elos. Ketiganya bahkan hampir saja bisa mengusir warga sekitar setelah memenangkan gugatan di pengadilan hingga ke tingkat peninjauan kembali (PK).
Bermodal Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742, ketiganya ini dinyatakan sebagai pemilik sah tanah yang terletak di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung itu. Tapi setelah itu, warga Dago Elos seakan tak mau menyerah dengan keadaan.
Ya, perlawanan warga tak urung padam untuk memperjuangkan hak atas tanah yang ditempatinya. Agustus 2023, warga menemukan celah adanya kasus pemalsuan yang telah dilakukan trio Muller bersaudara tersebut.
Laporan polisi pun kemudian dilayangkan. Setelah penyelidikan yang panjang, Polda Jabar menetapkan status tersangka dan menahan dua dari tiga Muller bersaudara yaitu Heri dan Dodi, pada Juli 2024 silam.
Pada bulan yang sama, kasus duo Muller bersaudara itu mulai disidangkan di PN Bandung. Meski sempat melawan melalui praperadilan, upaya mereka kandas dan membuat keduanya tak bisa lepas dari dakwaan pemalsuan surat.
Persidangan demi persidangan yang berjalan pun tak luput dari kawalan warga Dago Elos. Pada 3 Oktober 2024, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut duo Muller bersaudara ini dengan hukuman 5 tahun 6 bulan.
Hingga akhirnya, apa yang dinanti-nantikan warga ini kemudian datang. Hakim PN Bandung memutus duo Muller bersaudara dengan hukuman 3 tahun 6 bulan setelah dinyatakan bersalah melanggar Pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif keempat.
Warga semakin mendapatkan angin segar setelah banding duo Muller bersaudara, Heri dan Dodi ternyata kandas di pengadilan. Pada 14 November 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memutuskan untuk menolak banding duo Muller bersaudara tersebut.
Namun rupanya, kasus sengketa itu masih belum selesai. Heri dan Dodi, si duo Muller bersaudara tersebut saat ini sudah mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung untuk bisa melawan vonis hukum 3 tahun 6 bulan penjara yang diterimanya.
(ral/sud)