Persidangan kasus korupsi proyek Dishub Kota Bandung yang menjerat mantan Sekda Ema Sumarna kembali dilanjutkan. Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa proyek untuk menyelesaikan masalah 'Bandung Poek' pada 2022 dilakukan tanpa kajian perencanaan.
Fakta ini terungkap dalam sidang pemeriksaan terdakwa 3 anggota DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha, Yudi Cahyadi dan Riantono, serta mantan anggota DPRD Kota Bandung Ferry Cahyadi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl Surapati, Kota Bandung, Selasa (3/6/2025). Keempatnya bersaksi untuk Ema Sumarna.
Sekedar diketahui, pada 2022, muncul narasi di medsos tentang masalah 'Bandung Poek'. Narasi itu untuk menggambarkan permasalahan yang kompleks di Ibu Kota Jawa Barat mulai dari maraknya aksi begal dan premanisme jalanan, macet, hingga kondisi Kota Bandung yang gelap gulita di malam hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam surat dakwaan, kemudian disebutkan untuk menyelesaikan masalah 'Bandung Poek', pada APBD Perubahan 2022, mendapat tambahan anggaran sekitar Rp 47,3 miliar. Rinciannya di antaranya Rp 19 miliar untuk pengadaan penerangan jalan umum/penerangan jalan lingkungan (PJU/PJL), Rp 5 miliar untuk pengadaan CCTV smart camera, dan Rp 2,5 miliar untuk pengadaan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) atau traffic light.
Rupanya, anggaran yang diajukan itu tanpa melalui proses kajian perencanaan terlebih dahulu. Fakta ini terungkap saat JPU KPK mencecar dua mantan anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi PDIP, Riantono dan Achmad Nugraha.
Dalam pertanyaannya, JPU KPK Tony Indra mencecar Riantono mengapa anggaran untuk menyelesaikan masalah 'Bandung Poek' dilakukan tanpa perencanaan. Riantono lantas menjawab bahwa pengadaan itu bersifat darurat karena masalah yang sedang dihadapi Kota Bandung.
"Apakah saudara selaku anggota Banggar ada mempertanyakan usulan ini, ada kajian enggak dari Dishub Kota Bandung pengadaan PJU/PJL, CCTV, ada enggak kajiannya dari ahli teknis atau dishub?," tanta Tony kepada Riantono.
"Ini kondisi darurat, Pak, Bandung poek. Jadi pas Bandung poek, kita tidak berpikir melakukan kajian dulu, Pak. Ini satu permasalahan yang harus diselesaikan Pemkot Bandung, bukan dari banggar," tukas Riantono.
Pertanyaan serupa dilontarkan Tony kepada Achmad Nugraha. Ia mengatakan, sebagai Ketua PDIP Kota Bandung, Achmad Nugraha mengaku mendapatkan banyak aduan dari konsituennya di lapangan.
"Banyak laporan di konsituen, masalah di Bandung sudah luar biasa. Jadi sudah jelas," ucapnya.
Persidangan itu pun sempat memanas saat Tony Indra mencecar Riantono soal alasan di balik anggaran Dishub Kota Bandung pada Perubahan APBD 2022. Salah satu pengacara terdakwa lantas menyampaikan keberatan karena pertanyaan JPU KPK dianggap terlalu menyudutkan dan disampaikan berulang-ulang.
"Keberatan yang mulia, dari tadi jaksa mengulang-ulang apakah ini program baru. Ini saksi sudah menyatakan sudah diajukan sebelumnya. Sudah diperiksa saksi di sini, dan kita punya rekaman," tegas pengacara salah satu terdakwa.
"Simak dulu dong. Dengarkan dulu makanya," timpal Tony Indra menjawab keberatan itu.
Suasana sidang pun harus dicairkan Majelis Hakim Tipikor Bandung. Setelah memberikan arahan, sidang bisa dilanjutkan.
"Sudah dengarkan saja dulu. Pak Jaksa mau mencari fakta hukum, benar atau tidak. Kalau terdakwa tidak mengakui, silakan, nanti kami yang menilai," kata haki.
Persidangan pun saat ini diskors untuk istirahat. Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa untuk Ema Sumarna.
Diketahui, Ema Sumarna didakwa memberikan suap senilai Rp 1 miliar untuk memuluskan sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung. Uang haram itu diterima Achmad Nugraha Rp 200 juta, Riantono Rp 270 juta, Yudi Cahyadi Rp 500 juta dan Ferry Cahyadi Rp 30 juta.
Selain memberi suap, Ema Sumarna juga didakwa JPU KPK dengan dakwaan menerima gratifikasi. Dalam uruaiannya, gratifikasi itu diterima Ema sebesar Rp 626,7 juta selama 2020-2023.
Ema Sumarna didakwa melanggar pasal berlapis. Mulai dari Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ema Sumarna juga didakwa melanggar Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Achmad Nugraha, Yudi Cahyadi, Riantono dan Ferry Cahyadi didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18, Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18, dan Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(sud/sud)