BNN Kota Tasikmalaya: Mayoritas Penghuni Lapas Tersandung Kasus Narkoba

BNN Kota Tasikmalaya: Mayoritas Penghuni Lapas Tersandung Kasus Narkoba

Faizal Amiruddin - detikJabar
Sabtu, 30 Des 2023 22:30 WIB
Hands of the prisoner on a steel lattice close up
Ilustrasi penjara (Foto: Getty Images/iStockphoto/bortn76)
Tasikmalaya - Penegakan hukum terhadap kasus penyalahgunaan narkotika harus selektif. Tidak semua mereka yang terjerat harus dipenjarakan. Fakta bahwa lembaga pemasyarakatan didominasi atau penuh oleh terpidana kasus narkoba menjadi salah satu pertimbangan.

Bahkan kerap dijumpai seseorang yang dipenjara akibat menjadi korban atau sebatas pengguna, setelah keluar malah menjadi pengedar.

Bagi korban dan pengguna, opsi rehabilitasi dipandang lebih efektif ketimbang penjara. Demikian hal itu diungkapkan oleh Kepala BNN Kota Tasikmalaya AKBP Hery Sudrajat saat menggelar pers rilis akhir tahun, Sabtu (30/12/2023).

"Lapas itu penuh oleh kasus narkoba, hampir 60 sampai 70 persen rata-rata penghuni Lapas adalah kasus narkoba. Ini menuntut penegakan hukum kasus narkoba harus lebih selektif," kata Hery.

Dia mengatakan aturan hukum yang ada saat ini telah memberi ruang bagi penegak hukum untuk memilah mana korban, pemakai, pengedar hingga bandar.

"Aturan hukumnya sudah jelas bahkan di surat edaran MA diatur detail terkait jumlah barang bukti. Nah dalam hal inilah Tim Assesmen Terpadu harus benar-benar jeli," kata Hery.

Tim Assesmen Terpadu (TAT) di BNN ini terdiri dari semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum kasus Narkoba. Baik itu polisi, jaksa, tim medis dan lainnya.

"TAT ini yang akan memutuskan apakah seseorang yang diamankan itu statusnya korban, pengguna atau pengedar. Nah kalau sebatas korban atau pengguna, rehabilitasi sebenarnya lebih efektif," kata Hery.

Proses assesmen ini kata Hery dilakukan dengan cermat dan melibatkan semua unsur sehingga penentuan status seseorang benar-benar tepat. Jangan sampai pengedar justru lolos dari jerat hukuman atau cukup direhab. "Ya kita lakukan dengan cermat, jangan sampai salah, dan kami terbuka, kita dasarkan pada fakta-fakta dan aturan yang ada," kata Hery.

Selama tahun 2023 BNN Tasikmalaya sendiri telah melakukan rehabilitasi terhadap 56 klien. Dari jumlah itu 46 diantaranya cukup menjalani rawat jalan, 9 klien harus dirujuk ke Balai Besar Rehabilitasi BNN di Lido dan seorang lagi dirujuk ke RSUD karena mengalami gangguan kejiwaan. "Semua yang direhab itu merupakan mereka yang tertangkap atau dampak dari penegakan hukum," kata Hery.

Dia menjelaskan sumber klien rehabilitasi sebenarnya bukan hanya hasil tangkapan penegak hukum, tapi ada sumber dari sukarela. Tapi klien rehabilitasi yang datang sukarela sangat minim. Pengguna atau korban narkotika cenderung enggan atau takut untuk merehabilitasi dirinya secara sukarela.

Sementara itu terkait salah seorang klien rehabilitasi yang harus dirujuk ke dokter jiwa, Hery mengatakan hal itu menjadi bukti dampak buruk dari penggunaan narkotika.

Pria asal Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya itu mengalami gangguan jiwa akibat kebiasaan menggunakan narkotika. Saat diperiksa oleh tim BNN, orang ini ternyata mengalami gangguan jiwa. "Itulah bahaya narkotika, bisa berdampak pada kesehatan jiwa. Sehingga kami memutuskan untuk menyembuhkan dulu penyakit jiwanya, setelah itu baru disembuhkan ketergantungan narkotikanya," kata Hery. (yum/yum)



Hide Ads