Empat orang nelayan di Indramayu berurusan dengan polisi. Mereka melakukan aktivitas terlarang menggunakan bom rakitan dalam menangkap ikan.
Keempat nelayan tersebut yakni WH, WJ, DS dan WK. Aksi curang mereka terendus petugas Satpolair Polres Indramayu. Mereka tidak bisa mengelak saat petugas mengamankannya di atas kapal di sekitar Sungai Cimanuk, Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu.
"Pada saat itu mereka ditangkap di atas kapalnya yaitu di daerah Sungai Cimanuk, Desa Brondong, Kecamatan Pasekan," kata Kapolres Indramayu AKBP M Fahri Siregar, Rabu (11/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menangkap ikan, tersangka yang merupakan nelayan Indramayu itu memanfaatkan botol bekas minuman untuk dijadikan bom. Mereka mencampur dua serbuk jenis potasium dan aluminium sebagai bahan peledak. Kemudian, botol berisi bahan kimia itu ditutup dengan karet sendal bekas sebelum digunakannya untuk menangkap ikan.
Diakui tersangka, bahwa dua jenis bahan peledak yang digunakan untuk bom rakitan itu mereka dapatkan dari membeli melalui toko online.
"Kami temukan beberapa barang bukti yaitu, 20 botol bekas minuman yang akan digunakan untuk tempat peledak tersebut dan juga 2 botol yang sudah berisi bahan peledak. Diketahui bahwa bahan peledak itu sudah dicampur terdiri dari bahan peledak jenis potasium dan serbuk aluminium," kata Fahri.
![]() |
Kepada polisi, tersangka mengaku menangkap ikan dengan menggunakan bom rakitan ini sudah dilakukan sebanyak tiga kali. Biasanya, mereka beroperasi di jarak sekitar satu mil dari bibir pantai Tiris yang berada di Kecamatan Pasekan.
Dengan meledakkan bom rakitan, tersangka mengaku lebih mudah mendapatkan ikan. Setiap operasi, mereka biasanya mendapat sekitar 10 sampai 25 kilogram ikan.
"Kebiasaan para nelayan ini mencari ikan dengan secara mudah. Padahal dinas perikanan sudah memberikan alat tangkap yang ramah lingkungan," katanya.
Para tersangka kini terancam hukuman mati atau penjara seumur hidup atau paling tinggi penjara 20 tahun karena melanggar Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Bahkan, tindakan tersangka yang berpotensi merusak ekosistem laut juga terancam undang-undang tentang perikanan.
(dir/dir)