2 Petinggi BUMN Amarta Karya Didakwa Tilap Duit Rp 46 Miliar

2 Petinggi BUMN Amarta Karya Didakwa Tilap Duit Rp 46 Miliar

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 02 Okt 2023 16:53 WIB
Poster
Ilustrasi korupsi (Foto: Edi Wahyono/detikcom).
Bandung - Kasus korupsi yang menjerat 2 petinggi BUMN, yaitu Direktur dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya (AMKA) Catur Prabowo serta Trisna Sutisna bergulir di persidangan. Keduanya didakwa menilap duit negara hingga Rp 46 miliar.

Sidang perdana kedua petinggi BUMN ini pun telah dilaksanan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (2/10/2023). Berdasarkan salinan dakwaan yang dilihat detikJabar, JPU KPK mendakwa keduanya memperkaya diri dengan cara merekayasa dan melakukan pembayaran pekerjaan fiktif untuk proyek konstruksi di PT AMKA selama tahun 2018-2020.

Adapun modusnya, dilakukan dengan cara menunjuk 3 perusahaan, yaitu CV Perjuangan, CV Cahaya Gemilang dan CV Guntur Gemilang yang sudah keduanya rekayasa untuk menampung uang proyek fiktif tersebut. Catur dan Trisna turut dibantu sejumlah koleganya seperti Pandhit Seno Aji dan stafnya, Deden Prayoga.

Di PT AMKA, Pandhit diberi tugas menjadi Kepala Departemen Administrasi. Sementara Deden, menjadi staf akuntansi. Catur dan Trisna kenal dengan Pandhit karena ketiganya pernah bekerja di BUMN PT Pembangunan Perumahan (Persero). Melalui Pandhit, CV Perjuangan lalu mulai ditunjuk untuk menggarap proyek fiktif itu.

Selain melalui Pandhit, Deden Prayoga juga diperintah menghubungi keluarganya di Medan untuk membentuk 2 badan usaha anyar. Dari Deden inilah, CV Guntur Gemilang dan CV Cahaya Gemilang ditunjuk untuk menampung duit proyek fiktif yang dikendalikan kedua terdakwa.

"Setelah mendapat 3 badan usaha yaitu CV Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang dan CV Perjuangan, Pandhit Seno Aji melaporkan kepada terdakwa Catur Prabowo dan Trisna Sutisna dan ditanggapi oleh terdakwa Catur Prabowo dengan menyatakan 'lanjutkan dan atur saja', sedangkan Trisna Sutisna menyatakan akan menyetujui SPM (Surat Perintah Membayar) untuk setiap pembayaran ke-3 badan usaha tersebut," demikian bunyi dakwaan JPU KPK.

Pada 2018, 3 perusahaan yang sudah ditunjuk itu kemudian mulai menjalankan proyek konstruksi fiktif buatan Catur dan Trisna. CV Guntur Gemilang mendapat 10 pekerjaan fiktif, CV Cahaya Gemilang 9 proyek fiktif dan CV Perjuangan 3 proyek fiktif.

Kemudian di 2019, Catur dan Trisna lalu merubah susunan direksi. Pandhit diangkat menjadi Pjs Kepala Divisi Keuangan, Deden menjadi Pjs Kasi Administrasi dan Penagihan, serta penambahan 3 direksi baru, yaitu Royaldi Rusman sebagai Direktur Operasional, I Wayan Sudenia Kepala Divisi Konstruksi dan Manufaktur serta Runsa Rinaldi sebagai Pjs Kepala Biro Pemasaran Strategis PT AMKA.

Dari hasil proyek fiktif yang telah dijalankan, CV Guntur Gemilang lalu tercatat menyetorkan uang sebesar Rp 17.460.348.357 atau Rp 17,4 miliar. CV Cahaya Gemilang Rp 13.844.907.543 atau Rp 13,8 miliar dan CV Perjuangan Rp 12.760.002.423 atau Rp 12,7 miliar.

Selain itu, Catur dan Trisna juga mengatur transfer kepada sejumlah kerabat Deden Prayoga yang seolah-olah ditunjuk menjadi vendor penyedia alat proyek konstruksi. Mulai dari Abdul Kadir Rp 146 juta, Desi Hariyanti Rp 730 juta, Fajar Bagus Setio Rp 103 juta, M Bangkit Hutama Rp 316 juta dan Triani Arista Rp 490 juta.

"Bahwa total pembayaran yang dikeluarkan oleh PT AMKA atas pekerjaan fiktif dalam kurun waktu 2018 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp 46.085.415.706," ungkap JPU KPK.

Dari setoran proyek fiktif itu, Catur mendapat jatah hingga Rp 30 miliar dan Trisna Rp 1,3 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp 14,2 miliar, dibagi untuk Royaldi Rp 938 juta, I Wayan Rp 8,4 miliar, Firman Sri Sugiharto selaku Kepala Divisi Operasi I Rp 870 juta, Runsa Reinaldi Rp 273 juta, dan dipergunakan Pandit serta Deden hingga Rp 4,1 miliar.

Keduanya pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahhun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Khusus untuk Catur, JPU KPK mendakwa Direktur PT AMKA itu dengan pasal pencucian uang sebesar Rp 10 miliar. Dalam salinan dakwaan tersebut, Catur disinyalir menggelapkan duit hasil korupsinya dengan cara membeli sejumlah aset hingga membawanya kabur ke luar negeri.

Di antaranya untuk membeli tanah seluas 307,4 meter persegi di Perumahan Serenia Hils, Lebak Bulus, Jakarta Selatan Rp 8 miliar, 2 unit apartemen di Grand Taman Melati Margonda dan di Sky House BSD Tower senilai Rp 710 juta dan Rp 1,1 miliar, serta sepeda merk brompton 129 juta. Hingga menempatkan harta kekayaannya di saham Indo Premiere Sekuritas sebesar Rp 394 juta.

Catur pun didakwa bersama melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua. (ral/mso)



Hide Ads