Upaya Restorative Justice di Kasus Perundungan Bocah SMP Bandung

Upaya Restorative Justice di Kasus Perundungan Bocah SMP Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Selasa, 13 Jun 2023 21:45 WIB
Colorful chalk drawing on asphalt: words STOP CHILD ABUSE
Ilustrasi (Foto: istock)
Bandung -

Kasus perundungan yang viral dan dilakukan sejumlah pelajar SMP terhadap teman sebayanya di Cicendo, Kota Bandung, kini sudah ditangani kepolisian. Restorative justice pun sedang direkomendasikan untuk bisa menyelesaikan perkara tersebut.

"Jadi dalam SPPA (sistem peradilan pidana anak) yang diupayakan restorative justice. Karena bagaimanapun, korban dan pelakunya ini merupakan anak-anak di bawah umur," kata Pekerja Sosial (Peksos) Pendamping Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos di Kota Bandung, Peronita Sihotang saat dihubungi detikJabar, Selasa (13/6/2023).

Sebagaimana diketahui, Peksos beserta Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan dilibatkan untuk memberikan rekomendasi penanganan kasus perundungan tersebut. Menurut Pero, sapaan akrabnya, jika nantinya kasus ini tetap berlanjut ke tahap persidangan, maka rekomendasi diversi akan ditawarkan untuk bisa mencapai kemufakatan bersama di kasus ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengadilan itu alternatif terakhir. Kita upayakan diversi kalau misalkan gagal di kepolisian sampai kejaksaan dan kasusnya naik ke pengadilan. Dengan harapannya, seiring berjalannya waktu, dari pihak korban ini sudah tidak emosional lagi untuk bisa mencari solusi terbaik penyelesaian kasusnya," ungkapnya.

Pero menjelaskan, restorative justice direkomendasikan karena merupakan langkah terbaik untuk bisa melindungi korban maupun pelaku perundungan. Sebab diketahui, korban dan pelaku yang terlibat dalam kasus tersebut statusnya merupakan anak di bawah umur.

ADVERTISEMENT

"Intinya untuk kebaikan sesama, karena korban dan pelaku ini anak. Jadi diupayakan mencari solusi yang terbaik untuk anak supaya masa depannya tidak hancur karena perbuatannya yang salah ini," ucapnya.

Pero sendiri melihat kasus ini sebagai kasus kenakalan anak-anak. Ada beberapa hal yang bisa mempengaruhinya mulai dari keluarga, lingkungan di tempat tinggal, lingkungan pergaulan hingga pengaruh media sosial.

"Sebetulnya rata-rata, anak-anak ini menyadari kalau dia salah, atau bahkan merasa bersalah setelah dia melakukannya. Tapi tadi, ini akibat pengaruh lingkungan yang paling besar. Jadi, ini tanggung jawab kita bersama soal masa depan anak ini jangan sampai hilang karena perbuatannya. Karena di usia seperti itu, biasanya mereka memang mencari jati diri, mencari eksistensi begitu," tuturnya.

Pero sendiri tidak membenarkan terjadinya perundungan yang sampai membetot perhatian publik di media sosial tersebut. Namun karena status pelakunya masih anak di bawah umur, harus ada solusi supaya masa depan korban maupun pelakunya masih bisa dijaga.

Nantinya, jika memang kasus itu tetap diputus hakim di pengadilan, ada langkah terakhir yang bisa menjadi rekomendasi terbaik bagi para pelakunya. Para pelaku mesti ditempatkan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) atau tempat pelayanan sosial bagi anak, supaya mereka bisa dibina selama menjalani masa hukumannya.

"Kalau tidak berhasil upaya RJ sama diversi, kan nanti putusan hakim yang menentukan. Putusannya itu mesti ke LPKS, nanti dirujuk ke sana. LPKS ada di Jakarta sama Bogor. Jadi kita arahkan ke situ supaya anaknya ini tetap mendapat bimbingan dan pembinaan. Jadi tidak harus disamakan penjaranya dengan yang lain supaya tetap bisa dapat pembinaan," pungkasnya.

Sebelumnya, Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Agah Sonjaya mengatakan, meski sudah ditangani, pihaknya akan mengedepankan ultimum remedium di kasus tersebut. Sebab diketahui, pelaku dan korban ini sama-sama pelajar yang berstatus sebagai anak di bawah umur.

Mengutip jurnal yang diterbitkan di laman Komisi Yudisial, ultimum remedium dalam hukum pidana memiliki pengertian bahwa apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi, hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum mengoperasionalkan hukum pidana.

Polisi nantinya akan melibatkan sejumlah pihak seperti Pekerja Sosial (Peksos) hingga Balai Permasyarakatan (Bapas). Dari pihak-pihak itu lah nantinya akan didapat solusi untuk menentukan hukuman apa yang patut diberikan kepada anak pelaku perundungan selain hukuman pidana.

"Kita akan minta rekomendasi seperti apa nanti. Sekarang masih dilakukan pemeriksaan saksi dan lainnya," ucap Agah.

Sekadar diketahui, video aksi perundungan itu viral dan banyak dibagikan sejumlah akun di media sosial. Salah satunya dibagikan akun @kitasemuaadalahpenolong di Instagram dengan narasi aksi perundungan itu dilakukan sejumlah pelajar SMP di wilayah Cicendo, Kota Bandung.

"Para pelaku perundungan masih duduk di kelas SMP dan ada juga yang masih SD. Mau jadi apa negara kita kalau penerusnya seperti ini?" tulis akan tersebut, Kamis (8/6/2023).

Video mulanya menunjukkan 4 pelajar menyiksa seorang remaja yang berada dalam posisi jongkok sembari tangannya melindungi wajah. Meski sudah terpojok, empat remaja yang mengenakan baju kuning, hitam, putih dan coklat itu tetap tega mendaratkan pukulan hingga tendangan ke arah wajah korban.

Video ini sendiri disinyalir direkam oleh rekan pelajar SMP yang turut ikut melakukan perundungan. Setelah puas, remaja lain yang sepertinya merupakan teman korban kemudian diseret mendekat dan tak luput dari aksi penganiayaan.

Meski sudah terlihat tak berdaya, korban masih saja dipukul dan ditendang oleh beberapa orang yang terlihat sebaya dengannya. Sampai akhirnya, korban secara bergantian ditonjok dan ditendang saat posisinya sudah bisa berdiri oleh beberapa orang.

Akun @kitasemuaadalahpenolong pun menyebut aksi perundungan itu sebetulnya sudah dimediasi di Polsek Cicendo. Namun katanya, para pelaku tidak jera, bahkan nekat mendatangi korban ke sekolahnya.

"Sudah di mediasi Polsek Cicendo namun para pelaku perundungan masih belum kapok juga, malah salah satu pelaku mengancam ingin membunuh korban dengan obeng di sekolah," tulis akun itu.

(ral/iqk)


Hide Ads