Siasat Sunjaya Purwadisastra untuk memperkaya diri kembali terungkap di persidangan Pengadilan Tipikor Bandung. Mantan Bupati Cirebon periode 2014-2019 terungkap mengatur sendiri nama-nama pejabat yang dirotasi, mutasi dan promosi, bahkan mengatur pergantian Sekretaris Daerah (Sekda) dengan memberikan uang pelicin ke pejabat Kemendagri.
Seperti yang diungkapkan mantan Kepala BKPSDM Cirebon Supardi Priyatna. Ia mengaku, urusan rotasi, mutasi hingga promosi pejabat seharusnya menjadi ranah dari Badan Pertimbangan dan Kepangkatan (Baperjakat - sekarang menjadi Tim Penilai Kinerja Pegawai Kabupaten Cirebon). Namun dalam kenyataannya, Sunjaya telah terlebih dahulu 'membooking' nama-nama pejabat sesuai keinginannya.
Supardi membeberkan, Sunjaya selalu hadir langsung dalam rapat Baperjakat. Sehingga, tim pengusul untuk kebutuhan mutasi pejabat tidak bisa memberikan pertimbangan apapun karena Sunjaya sudah memiliki draft nama-nama pejabat yang hendak ia pindahkan tugasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa rapat Baperjakat hanya untuk memenuhi prosedur saja, hanya sekedar membeberkan orang-orang yang akan mutasi rotasi. Ini dikarenakan nama-nama itu berasal dari Bupati Cirebon melalui disposisi ataupun perintah lisan. Pak Bupati hadir sehingga nama-nama itu tidak mungkin di luar yang direkomendasikan Pak Bupati," ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat membacakan BAP yang turut dibenarkan Supardi, Senin (27/3/2023).
"Fungsinya (Baperjakat) berjalan, hanya tidak maksimal. Karena nama-nama sudah ada di Pak Bupati, sudah diplot. Tidak ada satu pun anggota (Baperjakat) kemudian katakanlah berpindah dari A ke B. Karena tidak ada perubahan dari apa yang diusulkan beliau (Sunjaya)," ucap Supardi menambahkan.
Tak hanya mematikan fungsi Baperjakat sebagai lembaga pengusil rotasi-mutasi pejabat, Supardi juga bersaksi Sunjaya menerima sejumlah uang dari pejabat yang dipindah tugas itu. Bahkan, ia menerima uang dari 4 pejabat Pemkab Cirebon dengan nominal Rp 30-40 juta. Uang tersebut lalu ia serahkan langsung ke Sunjaya begitu mutasi selesai dilaksanakan. "Ada 4 orang (yang menyetor uang), saya lupa namanya," ungkapnya.
Saksi lainnya, Yayat Ruhiyat juga membenarkan mengenai intervensi Sunjaya dalam kepentingan rotasi mutasi di Pemkab Cirebon. Mantan Sekda Cirebon sekaligus Ketua Baperjakat periode 2016-2018 ini menyatakan usulan rotasi pejabat hanya bersifat formalitas.
"Prosedurnya (Baperjakat) ditempuh, mekanismenya ditempuh. Tapi pada kenyataannya nama-nama yang diusulkan Bupati tidak ada perubahan," katanya.
Yayat bahkan sempat memprotes kebijakan yang dilakukan Sunjaya saat masih menjadi Bupati. Namun imbasnya, ia lalu ditendang dari jabatan Sekda menjadi Staf Ahli Setda Kabupaten Cirebon.
"Ya masih terdapat kepentingan, faktor kedekatan dan like and dislike terjadi. Itu menimpa saya sendiri," ungkap Yayat menceritakan kembali kasus rotasi yang ia alami dari jabatan Sekda menjadi Staf Ahli.
Keterangan Yayat ini sejalan dengan pengakuan Sri Darmanto, mantan Kabid Mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon. Ia bahkan mengakui Sunjaya mengutuskan ke Kemendagri untuk menyerahkan uang puluhan juta supaya memuluskan rotasi-mutasi sejumlah pegawai di lingkungan Pemkab Cirebon.
"Ke Kemendagri beberapa kali," ucap Sri Darmanto.
Ia menyebut, Sunjaya menyerahkan uang puluhan juta supaya bisa diserahkan ke pejabat Kemendagri sekelas Direktur Jenderal (Dirjen). Uang itu untuk memuluskan rotasi-mutasi pejabat eselon IV hingga eselon II, bahkan untuk mengganti posisi Sekda Kabupaten Cirebon.
Penyerahan uang pertama dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan mengganti Sekda Cirebon yang saat itu dijabat Yayat Ruhiyat. Sunjaya lalu menitipkan uang puluhan juta ke Sri Darmanto beserta uang dengan pecahan dolar agar diserahkan ke pejabat Kemendagri untuk memuluskan pergantian tersebut.
"Untuk mengurus usulan persetujuan pelantikan di Kemendagri guna mendapat persetujuan. Saat itu, awal pelantikan pergeseran Sekda Yayat Ruhiyat ke Staf Ahli. Di mana Bupati Cirebon menginginkan Yayat Ruhiyat dimutasi dari Sekda ke Staf Ahli," kata JPU KPK membacakan BAP yang langsung dibenarkan Sri Darmanto.
Sri Darmanto juga membenarkan kepentingan pergantian itu karena Sunjaya merasa tidak cocok dengan Sekda Yayat Ruhiyat. Sri Darmanto lalu diminta menghadap ke pejabat setingkat Dirjen di Kemendagri bermama Makmur Marbun untuk menyerahkan uang puluhan juta serta uang pecahan dolar.
"Kata Pak Sunjaya ini buat Pak Makmur Marbun, kasihkan saja," ucap JPU KPK membacakan lagi BAP tersebut yang langsung diamini Sri Darmanto.
Akhirnya, Yayat Ruhiyat dicopot dari jabatannya sebagai Sekda Kabupaten pada Januari 2018. Yayat lalu jabatannya digeser menjadi Staf Ahli Setda Kabupaten Cirebon.
Penyerahan uang kedua kemudian dilakukan Sri Darmanto untuk keperluan rotasi-mutasi ASN Pemkab Cirebon. Saat itu, ia mendapat uang dari Sunjaya senilai Rp 50 juta untuk diberikan kepada pejabat di Kemendagri.
Sri Darmanto lalu menyebut uang itu ia berikan kepada pejabat setingkat Dirjen Kemendagri bernama Makmur Marbun Rp 10 juta, Kasubdit Rp 5 juta dan Kasubag Rp 1 juta di kementerian tersebut. Uang itu diserahkan Sri Darmanto melalui ajudannya Makmur Marbun.
"Pada saat itu saya dipanggil ke pendopo untuk menyerahkan suatu laporan. Setelah itu karena pada saat itu pelantikan harus izin Kemendagri, maka beliau (Sunjaya) menitipkan uang Rp 50 juta kepada saya untuk lembur-lembur di Kemendagri dan lembur-lembur di BKPSDM," terang Sri Darmanto.
"Ditentukan untuk siapa uangnya?," tanya JPU KPK kepada Sri Darmanto.
"Tidak ditentukan, hanya untuk lembur-lembur orang Kemendagri. (Uangnya) Disampaikan ke salah satu direktur, kasubdit dan kasubag. Direkturnya pada saat itu Pak Makmur Marbun," ucap Sri Darmanto menjawab pertanyaan JPU KPK.
Selain diserahkan ke pejabat Kemendagri, uang itu juga dipakai untuk keperluan mengurus rotasi-mutasi di BKPSDM Kabupaten Cirebon. Uang itu lalu menyisakan nominal Rp 17 juta yang akhirnya diserahkan Sri Darmanto ke KPK sebagai barang bukti saat Sunjaya terkena OTT.
Sebagaimana diketahui, Sunjaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sunjaya Purwadisastra didakwa menerima gratifikasi dan suap senilai Rp 64,2 miliar selama menjabat Bupati Cirebon pada 2014-2019. Sunjaya juga turut didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan modus menempatkan uang Rp 23,8 miliar di 8 rekening berbeda, membeli aset tanah dan bangunan senilai Rp 34,997 miliar dan membeli kendaraan Rp 2,1 miliar.
(ral/orb)