Kata Kriminolog soal Tuntutan 6 Bulan Pemoge Tabrak Bocah Pangandaran

Kata Kriminolog soal Tuntutan 6 Bulan Pemoge Tabrak Bocah Pangandaran

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 30 Jun 2022 17:18 WIB
Kedua pengendara moge islah dengan keluarga bocah kembar yang tewas tertabrak moge (tengah)
Kedua pengendara moge islah dengan keluarga bocah kembar yang tewas tertabrak moge (tengah) (Foto: Aldi Nur Fadilah/detikcom)
Bandung - Dua pemotor gede (pemoge) yang menabrak mati bocah kembar di Pangandaran dituntut enam bulan penjara dengan alasan sudah ada perdamaian. Menanggapi tuntutan tersebut, Kriminolog Unpad Yesmil Anwar menilai meski ada perdamaian proses hukum tak bisa dihindarkan.

"Insiden seperti ini umumnya selalu masuk persidangan. Di persidangan, ada putusan hakim yang akan menentukan seberapa jauh proses perdamaian bisa berperan dalam penyelesaian perkara ini. Tidak bisa berdiri sendiri berdamai padahal sudah berjalan di pengadilan," ujar Yesmil saat dihubungi, Kamis (30/6/2022).

Yesmil mengatakan tuntutan enam bulan yang diberikan jaksa ini dinilai hak jaksa penuntut umum (JPU). Menurut dia, JPU pasti memiliki pertimbangan sendiri dengan memberi hukuman enam bulan.

Di sisi lain, Yesmil menilai kasus-kasus serupa kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Artinya ada satu tindak pidana yang kemudian selesai dengan peradilan. Dia menilai hal itu lantaran masyarakat lelah untuk mengikuti rangkaian proses peradilan yang cukup memakan waktu.

"Kalau menurut saya saat ini kasus yang berujung perdamaian semakin meningkat. Orang cenderung lelah untuk ke pengadilan dan mendapatkan keadilan karena pengadilan itu kan konservatif dan prosedural. Tidak semua punya waktu. Maka orang senang dengan adanya restorative justice, tapi ini harus dikawal betul-betul karena masih baru. Jangan sampai salah jalan lalu dijadikan jalan tikus," katanya.

Konsep restorative justice sendiri memang tengah digaungkan aparat penegak hukum saat ini. Menurut Yesmil, restorative justice ini merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana, dengan pendekatan atau musyawarah antara pelaku dengan korban dan masyarakat dalam mencari solusi.

"Ini juga sudah dilakukan oleh beberapa negara maju. Tapi tentu tidak bisa dilakukan oleh dua belah pihak saja, karena membahayakan. Berisiko penyelesaian hukum terabaikan, ada kesewenangan. Sehingga tetap perlu ada pendampingan dari polisi dan kejaksaan," ungkapnya.

Kejadian tragis dialami Hasan dan Husen itu berlangsung di dekat SDN 3 Tunggilis, Jalan Raya Banjar-Pangandaran, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, pada Sabtu (12/3/2022), pukul 13.15 WIB.

Rombongan moge tersebut melaju ke arah Pangandaran. Pada saat itu kedua bocah kembar hendak menyeberang jalan.

Polres Ciamis menetapkan dua pengendara motor gede (moge) yang menabrak bocah kembar di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, jadi tersangka.

Dalam proses persidangan, dua terdakwa atas nama Angga Permana dan Agus Wandri dituntut enam bulan penjara. Jaksa beralasan perdamaian jadi salah satu faktor yang meringankan tuntutan.

"Jadi menuntut si pelaku ini karena sudah berdamai," ucap Kasipenkum Kejati Jabar Sutan Harahap kepada detikJabar, Rabu (29/6/2022).

Selain karena adanya perdamaian, Sutan menuturkan saat persidangan juga pihak keluarga korban memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan dua terdakwa atas nama Angga Permana dan Agus Wandri tersebut.

"Saat sidang dilaksanakan juga pihak dari korban meminta ke majelis hakim agar teesangka atau pelaku yang kini jadi terdakwa itu dibebaskan. Itu permintaan korban," katanya.


(aau/dir)


Hide Ads