Para driver pariwisata Bali mengatasnamakan Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali menagih janji Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk mengabulkan enam poin tuntutan dalam Aksi Damai Jilid II: Pariwisata Bali Sedang Tidak Baik-baik Saja di gedung DPRD Bali, Denpasar Selasa (25/2/2025). Ribuan massa mendesak tuntutan mereka dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda).
Aksi kali ini merupakan lanjutan dari aksi jilid pertama lantaran para sopir itu tidak puas atas kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan para sopir pariwisata konvensional. Terutama mengenai pembatasan kuota taksi online di Bali.
"Kami menagih janji. Beliau berjanji ketika Gubernur sudah dilantik (diberi jawaban). Tapi, sampai sekarang kami belum dapat jawaban tentang pansus (panitia khusus) apapun karena waktu kemarin mereka janji akan membuatkan satgas," ungkap Koordinator Aksi I Made Darmayasa di kantor DPRD Provinsi Bali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun beberapa poin tersebut, yakni membatasi kuota taksi online di Bali, menertibkan dan menata ulang keberadaan vendor-vendor angkutan sewa khusus di Bali, termasuk rental mobil dan motor.
Poin lainnya adalah membuat standardisasi tarif untuk angkutan sewa khusus, dan melakukan standardisasi pada driver pariwisata yang berasal dari luar Bali. Terkait poin tersebut, forum driver meminta agar dilakukan revisi Pergub Bali Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi di Bali.
Darmayasa mengeklaim dalam aksi kali ini massa yang turun sekitar 5 ribu orang. Jauh melebihi aksi jilid pertama yang berkisar seribu orang. Menurutnya, 115 paguyuban driver se-Bali bergabung dalam forum ini.
"Banyak yang ikut bersuara di aksi karena driver yang lebih dirugikan. Mereka banyak sekali terkena potongan dari vendor, tarifnya terlalu murah, dan mereka kejar target. Kemarin yang di Kuta itu sampai meninggal karena mengejar target, kan kasihan," kata Darmayasa.
Dia berharap poin-poin tuntutan forum driver bisa direalisasikan menjadi Perda. Darmayasa memandang pariwisata berakar dari budaya. Maka, para sopir pariwisata merasa berkewajiban menjaga adat dan budaya, sehingga perlu kebijakan yang menguntungkan para driver.
"Kemudian budaya dari tradisi, dan tradisi inilah yang kami jalankan. Sehingga turis-turis asing datang ke Bali untuk menikmati pariwisata. Jadi, kami itu menjalankan kewajiban, sedangkan hak kami diambil alih, diambil orang lain," cecar Darmayasa.
Sementara itu, Sekretaris Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali Gede Julius mengultimatum Perda yang berisi poin tuntutan harus rampung paling lama enam bulan. Jika tidak, mereka akan turun dengan massa yang lebih banyak lagi.
"Kami gabung di paguyuban, dan kami terbuka. Di dalamnya ada taksi online, konvensional, paguyuban, dan pangkalan. Jadi, kami satu nasib, satu masalah bahwa pariwisata Bali khususnya transportasi itu sedang tidak baik-baik saja," ucapnya.
Dari pantauan detikBali di lokasi, ribuan orang yang memadati kantor DPRD Provinsi Bali kompak menggunakan pakaian berwarna hitam dengan bawahan kamen hingga udeng.
(hsa/hsa)