Trio Jenderal Negara Islam Indonesia (NII) yang buat resah warga Garut lewat video propaganda akhirnya dibui. Mereka dinyatakan bersalah melakukan makar dan penghinaan terhadap lambang negara.
Ketiga terdakwa, Ujer Januari, Sodikin alias Odik dan Jajang Koswara divonis bersalah dalam sidang yang digelar di PN Garut, Kamis (23/6) kemarin. Dalam sidang, ketua majelis hakim Harris Tewa mengatakan ketiganya terbukti melakukan makar dan menghina lambang negara.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan makar dan menghina lambang negara," kata ketua majelis hakim Harris Tewa dalam jalannya sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh sebelum vonis tersebut dijatuhkan majelis hakim, kasus video propaganda yang disebar ketiga Jenderal NII ini bikin heboh warga Garut. Sebab, ketiganya secara terang-terangan melakukan ajakan dan aksi menampilkan simbol-simbol NII yang dilarang pemerintah.
Sebagaimana catatan detikJabar, ada banyak fakta terungkap selama proses hukum berlangsung. Berikut adalah fakta-fakta terkait trio Jenderal NII tersebut:
Buat 57 Video
Kasus tersebut bermula saat sebuah video ketiga jenderal saat beraksi viral di media sosial dan menjadi perbincangan warga Garut. Dalam video berdurasi lebih dari dua menit tersebut, ketiga jenderal berjalan mengitari pemukiman warga sembari membawa bendera Negara Islam Indonesia.
Di video itu, mereka mengajak masyarakat untuk bergabung dengan NII. Mereka juga menyebut-nyebut Imam Besar NII SM Kartosoewirjo serta Presiden NII masa kini, Sensen Komara.
"Saya sampaikan kepada seluruh dunia internasional dengan atas nama PBB untuk segera memasuki Negara Islam Indonesia. Silakan welcome-welcome," ujar salah satu pria dalam video itu.
Tak Tahu Melanggar Hukum
Ujer Januari, Jajang Koswara dan Sodikin alias Odik kemudian diperiksa polisi terkait kasus tersebut. Kepada penyidik, ketiganya mengaku tidak mengetahui jika aksi yang mereka lakukan tersebut melanggar hukum.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh kuasa hukum ketiga terdakwa Ega Gunawan. Menurut Ega, kliennya tidak tahu jika aksi yang mereka lakukan adalah perbuatan melawan hukum.
"Klien kami tidak tahu, mereka hanya menjalankan perintah dari bapak Sensen Komara," kata Ega.
Video tersebut dibuat oleh ketiga pria asal Kecamatan Pasirwangi tersebut dan diunggah ke YouTube. Ega menjelaskan, kliennya hanya menjadi 'eksekutor'. Semua ide, gagasan dan peralatan yang ada di dalam video tersebut dibuat oleh Sensen Komara.
"Klien kami tidak menyiapkan apa-apa. Bendera, mimbar, baju sampai teks yang dibacakan itu semua dari Sensen Komara," katanya.
Jenderal Tanpa Pengikut
Teka-teki terkait asal-usul gelar jenderal yang disandang ketiga pria tua itu akhirnya terungkap saat persidangan berlangsung. Di hadapan majelis hakim, Ujer Januari, Jajang Koswara dan Sodikin menyatakan bahwa mereka dilantik sebagai Jenderal NII oleh Presiden NII Sensen Komara.
Kejadian tersebut berlangsung pada tahun 2019 silam di kediaman Sensen Komara yang berada di kawasan Karangpawitan, Garut. Penyematan gelar jenderal terhadap Ujer, Jajang dan Sodikin terjadi beberapa saat sebelum Sensen Komara meninggal dunia di tahun tersebut.
Sodikin diketahui memiliki gelar yang paling tinggi, yakni Panglima Jenderal. Sedangkan Jajang Koswara dan Ujer hanya berpangkat Jenderal biasa. Ega Gunawan mengatakan, tidak ada perlakuan spesial yang diterima ketiga jenderal tersebut.
Hal itu terjadi karena Sodikin, Ujer dan Jajang tidak memiliki pengikut sama sekali. Selain di video itu, mereka juga tidak menyebarkan ajaran NII secara langsung dan tidak pernah melakukan perekrutan anggota NII baru.
"Tidak ada perekrutan, tidak ada pengikut dan ya, aksi di dalam video tersebut juga hanya diperintahkan oleh Sensen Komara," ucap Ega.
Dari fakta persidangan juga terungkap fakta lainnya, yakni peran Sodikin, Jajang dan Ujer dalam video propaganda tersebut. Di hadapan majelis hakim, ketiga terdakwa juga memberikan keterangan perihal peran masing-masing dalam tersebarnya video tersebut.
Sodikin alias Odik diketahui sebagai orang yang membacakan naskah dan tampil berbicara di dalam setiap video yang mereka buat. Sedangkan Jajang Koswara merupakan pengunggah video itu ke YouTube. Sementara Ujer Januari, diketahui hanya menyediakan tempat untuk berlangsungnya aksi di dalam video-video mereka.
Hal tersebut yang kemudian mendasari jeratan hukuman yang didakwakan jaksa penuntut umum, seperti yang dikatakan Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Garut, Ariyanto. Ari mengatakan, Sodikin dan Jajang dituntut hukuman lebih tinggi yakni lima tahun. Sedangkan Ujer dituntut hukuman yang lebih rendah.
"Karena memang di fakta persidangan, yang bersangkutan itu hanya dipakai tempat atau rumahnya saja. Itu (Ujer) kita tuntut dua tahun," ungkap Ari.
Ketiga terdakwa kemudian dijatuhi hukuman oleh majelis hakim dalam sidang beragendakan putusan yang digelar di PN Garut, Kamis (23/6) kemarin. Dalam jalannya sidang, ketua majelis hakim Harris Tewa menyatakan ketiganya melanggar Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Pasal 66 Jo Pasal 24 UU RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penghinaan Lambang Negara.
Sesuai dakwaan, Sodikin dan Jajang mendapat hukuman yang lebih berat yakni 4 tahun 6 bulan dibanding Ujer yang hanya dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan. Namun, vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa.
"Menjatuhkan pidana penjara oleh karena itu terhadap terdakwa 1 Jajang Koswara, terdakwa 2 Sodikin alias Odik masing-masing selama 4 tahun dan enam bulan. Dan terdakwa tiga Ujer Januari dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan," kata Harris Tewa.
Nyatakan Kembali ke Pangkuan NKRI
Jajang, Sodikin dan Ujer mengaku telah insaf. Di hadapan polisi, saat proses penyidikan berlangsung, mereka sempat menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat.
Selain itu, mereka juga berjanji untuk setia dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ungkapan itu juga dinyatakan ketiganya di hadapan majelis hakim saat proses persidangan berlangsung. "Klien kami juga secara khusus sudah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia dan Presiden RI Bapak Jokowi (Joko Widodo)," kata Ega Gunawan.
Niat yang diutarakan ketiga terdakwa juga akhirnya yang menjadi salah satu hal yang dinilai majelis hakim meringankan para terdakwa selama persidangan.
Ketua majelis hakim Harris Tewa mengatakan, selain itu, sikap ketiga terdakwa yang kooperatif dan sopan selama sidang juga dianggap jadi alasan lain yang meringankan terdakwa.