Cerita 25 Tahun Perjalanan Sarmadi dan Gerobak Gorengan

Serba-serbi Warga

Cerita 25 Tahun Perjalanan Sarmadi dan Gerobak Gorengan

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Rabu, 26 Feb 2025 06:00 WIB
Sarmadi di gerobak gorengan kelilingnya
Sarmadi di gerobak gorengan kelilingnya (Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar)
Cirebon -

Terik panas matahari dan hembusan angin debu jalanan menjadi teman sehari-sehari Sarmadi. Siang itu, di tengah aksi demonstrasi di Gedung DPRD Kota Cirebon, Sarmadi duduk di balik gerobak dorong jualannya.

Sudah 25 tahun lebih Sarmadi menjadi penjualan gorengan keliling di Kota Cirebon. Di usianya yang sudah 41 tahun, Sarmadi sudah menjadi penjual gorengan sejak usianya masih 16 tahun. Ide untuk berjualan gorengan, Sarmadi dapatkan dari temannya yang sudah terlebih dahulu berjualan gorengan.

Sarmadi mengingat, mulanya, Ia berjualan gorengan di Jakarta, namun, setelah setahun merantau di Jakarta, Sarmadi memutuskan untuk pulang dan berjualan gorengan di Cirebon. Ada banyak jenis gorengan yang dijual Sarmadi, seperti tempe, bakwan dan tahu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama jualan di Jakarta, pindah ke sini (Cirebon) pas tahun 2000, dari zaman Gus Dur sampai sekarang," tutur Sarmadi, belum lama ini.

Sarmadi mengenang, di tahun-tahun pertama berjualan, gorengannya laris diserbu pembeli. Dengan harga satu biji gorengan Rp 250 perak, dalam sehari, Sarmadi bisa menjual ribuan gorengan, dengan omzet ratusan ribu rupiah per hari.

ADVERTISEMENT

"Dari penghasilan lebih enak dulu, habisnya lebih banyak dulu, dengan harga 250 perak, sehari bisa habis 1000 gorengan, untuk omzetnya bisa Rp 250.000, untuk zaman segitu masih besar," tutur Sarmadi.

Namun, itu dulu, sekarang, meski harga gorengan Sarmadi naik menjadi Rp 1.000. Namun, penghasilan dari berjualan gorengan malah menurun drastis. Menurutnya, paling banyak, dalam sehari, Ia hanya bisa menjual sekitar 400 biji gorengan.

"Paling habis cuma 400-500 biji, habis 1.000 biji gorengan itu sudah jarang, perbandingannya jauh sama dulu, sekarang penghasilan paling Rp 100.000, meski harganya naik, tapi kan harga bahan bakunya juga naik," tutur Sarmadi.

Menurut Sarmadi, ada beberapa penyebab kenapa penghasilannya semakin menurun, seperti banyaknya pedagang gorengan, ditambah bahan baku yang semakin hari semakin mahal.

Bahkan, di awal tahun 2025 kemarin, tatkala, ada kebijakan pembatasan gas elpiji 3 kg, karena sulitnya mendapatkan gas untuk memasak gorengan, Sarmadi sempat tidak berjualan selama beberapa hari.

"Pas kemarin nggak ada gas tuh, kerasa banget, nyari ke kesana-kemari, tapi nggak dapat, akhirnya nggak jualan," tutur Sarmadi.

Selain sulitnya mendapatkan gas, pengalaman pahit lain yang Sarmadi alami selama puluhan tahun berjualan gorengan, adalah terkena gusur satpol PP. "Yah sering, tahun-tahun kemarin nih, untung gerobaknya nggak dibawa, paling bangku, kadang tabung gas," tutur Sarmadi.

Meski penghasilan tidak menentu, namun, Sarmadi bersyukur, penghasilan dari berjualan gorengan masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Alhamdulillah cukup, dicukup cukupin sajalah, anaknya dua, SD kelas 3 sama yang satunya SMP kelas 3. Tetap jualan gorengan, kan nggak punya kerjaan lain lagi," pungkas Sarmadi.

(yum/yum)


Hide Ads