Terik panas matahari dan embusan angin yang membawa debu jadi teman sehari-hari bagi Sumitra. Siang itu di sekitar kawasan olahraga Bima, Kota Cirebon, Sumitra duduk di balik gerobak jualannya.
Sumitra merupakan salah satu dari sejumlah pedagang di kawasan itu yang menjajakan dagangannya. Di usianya yang tak lagi muda, Sumitra dengan setia menawarkan masakan tutut.
Tutut merupakan olahan makanan yang banyak dijumpai di berbagai daerah di Jawa Barat. Berbahan dasar keong sawah air tawar, tutut biasanya dimasak dengan tambahan rempah-rempah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Olahan makanan itulah yang dijadikan usaha bagi Sumitra. Bukan setahun atau dua tahun usaha itu digeluti oleh lelaki asal Kuningan tersebut, melainkan 10 tahun.
Sumitra meraup sukses dari jajanan tutut di tahun-tahun pertamanya. Tiga lapak bisa dibuka Sumitra di Kota Cirebon.
Anaknya turut membantu usaha Sumitra. Dua lapak lainnya itu berada di kawasan Cipto dan perumahan di Kota Cirebon.
Namun, usaha yang dijalani Sumitra diterjang pandemi COVID-19. Dua lapak yang sebelumnya ada, tergerus lantaran larangan berjualan.
"Kalau dulu saya ada lapak 3, saya jualan di Cipto, anak saya jualan di sini, dan satunya ada di Perum, pas kondisi COVID 19 itu kan nggak boleh jualan, akhirnya kena gusur, ditambah anaknya juga jadinya kerja di tempat lain, jadi sekarang tinggal satu sama saya saja," ucap Sumitra saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
![]() |
Lapak jualan tutut yang tersisa itu jadi ladang Sumitra mencari pundi-pundi rupiah. Meski dari segi pemasukan berkurang, Sumitra tetap setia menjalani usahanya.
Selain desakan kebutuhan sehari-hari, usianya yang menginjak kepala enam juga membuat Sumitra tak memiliki pilihan pekerjaan lain.
"Mau jadi petani di sawah, tenaganya sudah nggak kuat, usia sudah segini, jadi tetap ini saja jualannya," tutur Sumitra.
Sumitra mengolah sendiri masakan tersebut. Tutut ia dapatkan dari pengepul di sekitar Waduk Darma, Kuningan. Dalam sehari, Sumitra bisa menghabiskan puluhan kilogram.
"Beda sama keong, kalau keong mah asalnya dari sawah, kalau tutut dapatnya dari pengepul yang ada di sekitar Waduk Darma, sehari bisa sampai 25 kilo tutut habis," tutur Sumitra.
Tutut yang sudah didapatkan kemudian diolah dengan bahan lainnya. Rempah-rempah seperti kunyit, jahe, bawang merah dan cabai jadi bumbu yang melezatkan makanan berdaging kenyal itu.
Olahan tutut yang sudah jadi itu kemudian dibawa Sumitra dari Kuningan ke Cirebon menggunakan transportasi umum.
Untuk harganya sendiri terjangkau, hanya Rp 10.000 untuk 3 bungkus tutut. Setidaknya, ada 2 varian rasa yang dijual Sumitra, yakni rasa pedas dan tidak pedas.
Jika sedang ramai, dalam sehari, Sumitra bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 1.000.000. Namun, jika sedang sepi, omzet yang didapatkan hanya di bawah Rp 500.000.
"Alhamdulillah cukup, anak-anaknya sudah bekerja dan menikah semua," tutur Sumitra.
(dir/dir)