Melihat Batu Kono di Majalengka Peninggalan Protosejarah

Melihat Batu Kono di Majalengka Peninggalan Protosejarah

Erick Disy Darmawan - detikJabar
Minggu, 17 Nov 2024 09:30 WIB
Batu Kono.
Batu Kono. Foto: Erick Disy Darmawan/detikJabar
Majalengka -

Beberapa waktu lalu, Kabupaten Majalengka menerima sebuah benda yang diduga objek cagar budaya. Benda berupa batu itu sebelumnya ditemukan di bukit Gunung Ageung, Desa Cipasung, Kecamatan Lemahsugih, Majalengka.

Kabid Kebudayaan Disparbud Majalengka, Taswara mengatakan, benda tersebut dikembalikan oleh Balai Arkeologi (Balar) Jawa Barat setelah diteliti sejak 1997. Meski telah diteliti, namun perlu ada tindak lanjut lagi karena asal-usul masa benda tersebut belum diketahui secara pasti.

"Nah, yang kemarin dibawa itu diteliti oleh Balar pada tahun 1997. Jadi kita juga hasil penelitiannya hanya-hanya sifatnya umum saja. Batu ini entah kapan zamannya, apakah ada kaitannya dengan sejarah di Majalengka. Itu juga belum dibuka, karena menurut penelitinya juga harus ada penelitian lanjutan. Ini benar berharga, bernilai untuk sejarah. Tapi ini perlu penelitian lanjutan. Jadi tidak menutup kemungkinan itu jadi satu proyek yang kedepannya jadi proyek penelitian," kata Taswara saat diwawancarai detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai bentuk follow-up dari dinas, Taswara menyampaikan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat untuk penelitian lanjutan. Adapun pihak yang disuratinya itu di antaranya Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) dan Perhutani.

Dengan tindak lanjut itu, Taswara berharap bisa mengungkap silsilah benda tersebut dan akan menjaga lokasi penemuan batu itu sebagai kawan cagar budaya. Dia meyakini benda tersebut merupakan barang istimewa untuk Majalengka.

ADVERTISEMENT

"Setelah batu itu ada di kita, kita menyampaikan lagi dua surat. Satu untuk perhutani, intinya kita koordinasi dan kedepannya kerja sama terkait dengan kawasan itu sebagai situs cagar budaya. Dan (bersurat) ke BPK wilayah 9 Jawa Barat, di Bandung," ujarnya.

"Kalau yang untuk ke BPK, itu suratnya lebih pada permohonan kita untuk adanya penelitian lanjutan. Karena itu rekomendasi dari penelitinya, diminta untuk menyampaikan ke BPK karena di sana kan di BPK lengkap alatnya. Karena peneliti juga tidak bisa menentukan usianya zaman siapa. Apakah ini ada ini ada keterkaitan dengan sejarah Majalengka? Ini perlu ada penelitian berlanjut," tambahnya.

Kendati demikian, kembalinya benda diduga artefak kuno itu menjadi pemantik pemerintah setempat untuk mengungkap sejarah-sejarah di Majalengka. Langkah itu, kata Taswara, sebagai bentuk perhatian pihaknya untuk menggali peninggalan-peninggalan budaya pada masa lampau.

"Terus terkait dengan temuan di sana. Ya emang kita juga kan sekarang kayaknya lagi fokus perhatian sama pengungkapan sejarah. Selama saya kurang lebih setahunya di sini, saya lagi konsen pada pengungkapan sejarah. Termasuk juga saya ke depan itu ingin menyelenggarakan sebuah seminar lah. Terkait dengan sejarah Majalengka, tapi bukan untuk kaji ulang ini mah, intinya kita terus mendorong supaya tinggalan-tinggalan budaya itu mendapatkan perhatian dari kita," jelas dia.

Hasil Penelitian Awal Batu yang Diduga Artefak Kuno

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Majalengka Endra A Gofur menyampaikan, batu tersebut disinyalir kuat merupakan benda peninggalan masa lampau dilihat dari ciri-cirinya. Pada batu tersebut terdapat beberapa motif ukiran berbentuk manusia dan burung.

"Nah ini komparasi motif hias yang ada di Menhir. Kan ada tiga sisi tuh, yang satu gambar wajah manusia, terus ini kayak sulur-suluran (atau) akar-akaran tapi seolah-olah membentuk tangan sama kaki, kemungkinan manusia. Di sisi kedua gambar burung, ada sayap ada kakinya gitu. Yang ketiga ada gambar muka lagi, seperti gambar matahari kalau kata saya mah," ujar Endra.

Dalam sejarah kuno, jelas Endra, motif hias dengan simbol-simbol tersebut memiliki filosofi tersendiri. Belum lagi batu tersebut ditemukan di sebuah bukit yang biasa digunakan orang zaman dulu sebagai tempat spiritual.

Terlepas hal itu, Endra tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Pasalnya untuk mengetahui lebih dalam batu tersebut perlu penelitian lebih dalam.

"Gambar burung kalau nggak salah dari Sulawesi itu (filosofinya) berkaitan dengan kematian. Kalau gambar wajah itu belum dapet komparasi. Kalau itu dibayangin sebagai matahari, matahari bisa sebagai simbol pemberi kehidupan, bisa sebagai dewa tertinggi, gitu kan. Cuma saya belum berani mengklaim itu. Karena faktanya kan bentuknya juga bentuk wajah manusia, seolah-olah jadi bentuk tangan, kaki, gitu," papar dia.

Endra memastikan goresan motif pada batu tersebut merupakan buatan manusia. Namun ia belum bisa menjelaskan periodesasi batu ini karena berbeda dengan prasasti yang bisa diprediksi sebelum diteliti.

"Laporan dari Balar dan memang ada di jurnal juga, (hasil penelitiannya) cuma sebatas deskripsi dari si batu. Deskripsi bahwa ini ada bentuknya seperti ini, bentuknya seperti itu. Makanya kaitan-kaitan yang lain, sampai dengan saat ini belum. Tapi dipastikan bahwa itu disusun oleh manusia. Karena belum ada pertanggalan, belum ada uji radio karbon jadi tidak bisa spekulasi. Beda dengan prasasti bisa diketahui dari gaya penulisannya itu bisa diperkirakan tahunnya," jelas dia.

Namun motif hias seperti ini, kata Endra, biasanya peninggalan masa protosejarah (purwasejarah). Namun hal itu juga masih dugaan belum bisa dipertanggungjawabkan secara pasti.

"Nah, kalau dari katagori tinggalan, itu di protosejarah. Artinya protosejarah itu di sisi lain masih prasejarah, tapi di tempat lain sudah mengenal tulisan. Di proto itu, masa transisi. Kalau untuk ini diduga di protosejarah," pungkasnya.

(sud/sud)


Hide Ads