Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) mengaku masih banyak warga Indonesia yang memaksa bekerja di Arab Saudi. Padahal sejak 2015, pemerintah sempat melarang penempatan PMI ke negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Kebijakan itu ditegaskan melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Moratorium itu dilakukan karena kasus kekerasan yang dialami PMI.
Menteri PPMI Abdul Kadir Karding mengatakan, meski banyak PMI yang memaksa bekerja ke negara tersebut. Namun pemerintah tak hanya diam, pihaknya terus melakukan sejumlah upaya untuk menghentikan praktik-praktik tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah bekerja sama dengan imigrasi, sudah bekerja sama dengan kepolisian. Kami coba dengan perikanan supaya lubang-lubang tikus ini bisa dicegah," kata Karding saat kunjungan ke Kabupaten Majalengka, Rabu (13/11/2024).
Atas hal tersebut pemerintah akan mengevaluasi penangguhan izin pengiriman PMI ke Arab Saudi. Pihaknya, kata Karding, akan mencabut penangguhan tersebut.
"Ada evaluasinya, lalu kami susun nota kesepakatan baru yang kira-kira kita perketat sedikit," ujar dia.
Karding menjelaskan, setelah ini penangguhan itu dicabut pemerintah akan lebih memperketat pengiriman PMI ke Arab Saudi. Hal itu sebagai upaya pemerintah agar kasus lama tidak terjadi lagi.
"Kita pastikan di nota kerja sama bilateral maupun kerja sama penempatan itu, dipastikan mereka yang kejadian-kejadian selama ini terjadi, tidak terjadi," jelasnya.
Disinggung terkait ribetnya proses, jadi pemicu maraknya praktik PMI ilegal, Karding menegaskan, secara aturan syarat-syarat yang ditetapkan relatif ringan. "Nggak juga sih. Nggak belibet. Syarat resminya cuma izin, sama ada sertifikasi, sama daftar BPJS itu. Nggak ada yang lain-lain, nggak ada yang lebih. Itu menurut undang-undang," pungkasnya.
(sud/sud)