Setia Tuminah Kais Butiran 'Emas' di Antara Tumpukan Jerami

Serba-serbi Warga

Setia Tuminah Kais Butiran 'Emas' di Antara Tumpukan Jerami

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Rabu, 25 Sep 2024 10:00 WIB
Tuminah, memprek padi di persawahan Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu
Tuminah, memprek padi di persawahan Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar
Indramayu -

Tuminah (65) terlihat fokus melakukan rutinitasnya di persawahan Desa Juntinyuat, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu. Duduk di antara tumpukan jerami dilakoninya saat mencari setiap butiran padi dari sisa panen.

Siang itu, cuaca sedikit mendung. Tangan Tuminah tetap mengayunkan tongkat kawat di tangan kanannya, sambil dipukulkan ke ujung jerami yang ia genggam di tangan kirinya.

Rintikan gerimis tak lantas membuat Tuminah berhenti 'ngeprek'. Topi caping di kepalanya menjadi pelindung dari tetesan air gerimis saat mengais butiran-butiran gabah yang tersisa di setiap jerami sisa panen petani lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tukang meprek merupakan sebutan bagi aktivitas petani seperti yang dilakukan oleh Tuminah. Memprek atau ngeprek sudah dilakoni wanita paruh baya itu sejak puluhan tahun silam. Terutama setelah tidak lagi memiliki suami.

"Ya tiap hari kalau musim panen mah. Sehari-hari sih jualan serabi di Tegallurung," kata Tuminah buruh tani asal Desa Tegallurung, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu saat ditemui detikJabar, Selasa (24/9/2024).

ADVERTISEMENT

Sejak pagi buta, Tuminah mulai menyiapkan segala perlengkapan mepreknya. Dari rumahnya, Tuminah menunggu kendaraan umum di pinggir jalan raya. Terlihat di tangannya menenteng karung berisi gelaran, alat peprek hingga bekal seadanya saat masuk ke dalam mobil.

Dalam perjalanan, matanya selalu mencari lokasi sawah yang sedang dipanen. Ia pun berhenti ketika sudah menemukan lokasi panen.

"Kalau berangkat jam 7, pulang kadang jam 3 jam, jam 2, kadang jam 12 juga sudah mentas istirahat. Yang penting bisa buat makan. Naiknya mobil elf aja berangkat dan pulangnya," ujarnya.

Tepat di antara tumpukan jerami, Tuminah mulai menggelar terpal kecil. Ia bersiap merontokkan setiap butiran padi sisa panen. Dengan tenaga yang ada, Tuminah tak lantas menguras tenaganya. Sehingga ketika sudah merasakan lelah, ia selalu beristirahat sambil menyantap bekal ubi goreng yang ia siapkan sebelumnya.

Ketika sudah menjelang sore, tumpukan padi yang ia dapatkan mulai dikumpulkan dalam karung. Meski tidak banyak, namun hasil ngepreknya ia kumpulkan sampai musim panen usai.

"Kalau baru mulai panen paling dapat 10 kilogram, kalau sudah ramai sih bisa 4 karung. Ya satu karung itu paling 40 kilogram," katanya.

Telaten dan sabar jadi bekal utama bagi Tuminah. Selain untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, ia pun harus mencari nafkah untuk menghidupi ibunya yang kini sudah sepuh.

Kepada detikJabar, Tuminah pun sedikit menceritakan perjalanan kisah cintanya. Ia mengaku di usia 13 tahunnya dulu ia sudah menikah dengan pria yang juga masih berusia 15 tahun. Namun di tengah perjalanan, bahtera rumah tangganya kandas.

"Awalnya nikah sama orang Indramayu, nikah umur muda, saya umur 13 tahun, suami umur 15 tahun. Sampai punya anak 6 tapi meninggal 4 anak," ungkapnya.

"Ya kalau nikah sih sering cuma nikah siri," ujar Tuminah.

(sud/sud)


Hide Ads