Pasrah Petani Indramayu gegara Sawah Mengering

Pasrah Petani Indramayu gegara Sawah Mengering

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Senin, 19 Agu 2024 14:45 WIB
Persawahan di Indramayu mulai mengering akibat kemarau
Persawahan di Indramayu mulai mengering akibat kemarau (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar).
Indramayu - Kekeringan mulai melanda lahan sawah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Hijau tanaman padi yang terhampar seperti enggan tumbuh lantaran tanahnya yang terus meretak.

Pasrah terkadang menjadi satu pilihan bagi sebagian petani di persawahan Desa Curug, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Lantaran selama beberapa pekan terakhir air dari saluran irigasi tak kunjung datang.

Salah seorang petani, Dastam (63) saat dihampiri detikJabar mengaku, sedang berusaha mencari air untuk kebutuhan tanaman padinya. Namun, upaya itu ia urungkan karena air di Sungai Ciperawan berasa asin.

"Mesin pompa baru saja dibawa pulang. Kemarau ini nggak ada air. Ada juga itu airnya asin. Hujan juga nggak ada. Karena airnya asin jadi nggak bisa disedot," kata Dastam (63) ditemui detikJabar, Senin (19/8/2024).

Padahal, kata Dastam, padi yang ia kelola di atas lahan seluas sekitar 2 bahu itu masih berusia sekitar 50 hari dihitung sejak penyemaian. Tanaman padi pun tak bisa tumbuh optimal akibat kekeringan.

Menurutnya, kondisi ini seringkali terjadi tatkala memasuki musim kemarau. Bahkan, tak jarang ia tak bisa menikmati hasil panen di musim gaduh.

"Ini sebenarnya tuh ya sudah lama. Setiap sadon (musim gaduh) karena airnya nggak ada kan ya kadang panen kadang nggak, karena airnya itu asin," ujar petani asal Desa Bugel, Kecamatan Patrol tersebut.

Tak hanya kurang air, tanaman padi yang sebagian rusak akibat serangan hama tikus itu tetap dipertahankan Dastam. Sebab menurutnya, biaya pengelolaan yang sudah ia keluarkan cukup tinggi.

"Ini sudah keluar sekitar Rp 12 juta nih. Dari biaya traktor, tandur dan lainnya. Itu modal dapat hutang," katanya.

Apalagi lanjut Dastam, di musim ini harusnya bisa menjadi bagian keuntungannya. Sebab, di panen musim sebelumnya habis untuk membayar sewa lahan.

"Total harga sewa Rp15 juta. Jadi yang di sana itu udah bayar sewa Rp 9 juta kan masih kurang 6 juta lagi. Harusnya di bayar musim sekarang tapi kondisinya begini. Padahal ini kan tinggal untungnya aja," ungkapnya.

Bahkan, Dastam dan beberapa petani lainnya merelakan beberapa petak lahannya di Blok Badak. Persawahan tersebut sengaja ditinggalkan karena langkanya pasokan air.

Tak hanya Dastam, petani lainnya juga terlihat sedang melucuti viber plasik yang mengelilingi tempat penyemaian bibit padinya. Hal itu lantaran, penyemaian bibit untuk ditanam di lahan seluas 5 bahu itu rusak akibat dilanda kekeringan.

"Masih penyemaian ini udah umur sebulan. Harusnya ini untuk sawah 5 bahu karena banyak tetangga yang nitip," kata Raspan (40).

Raspan merinci, biaya yang sudah ia keluarkan cukup besar. Mulai untuk membeli viber plastik Rp 800 ribu, pupuk 1 kuintal Rp300 ribu, dan bibit satu karung Rp 400 ribu. Namun, biaya itu belum termasuk biaya pompa air dan sebagainya.

"Udah dua tahun ini gagal tanam. Kalau tahun kemarin mah nggak sempat nyebar bibit," ungkapnya.

Petani berharap hujan akan turun agar bisa sedikit mengairi persawahannya.


(mso/mso)


Hide Ads