Riwayat Lumbung Dalem Indramayu Jadi Harapan Warga di Musim Paceklik

Riwayat Lumbung Dalem Indramayu Jadi Harapan Warga di Musim Paceklik

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Sabtu, 15 Jun 2024 07:00 WIB
Potret Lumbung Dalem Indramayu yang menjadi satu-satunya lumbung desa di Kabupaten Indramayu
Potret Lumbung Dalem Indramayu yang menjadi satu-satunya lumbung desa di Kabupaten Indramayu (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar).
Indramayu -

Lumbung padi memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat terutama bagi petani. Sesuai fungsinya, lumbung memiliki bentuk bervariasi di berbagai daerah atau negaranya. Termasuk lumbung padi yang ada di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Seiring waktu, bangunan itu mulai jarang digunakan. Bahkan, keberadaannya sudah mulai hilang. Lumbung Dalem di Desa Plumbon, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu menjadi satu-satunya lumbung milik desa yang masih dilestarikan masyarakat setempat.

"Nggak ada lagi. Awas ya itu yang dimiliki oleh desa. Kalau yang dimiliki oleh penduduk mungkin masih ada seperti di wilayah Barat (Indramayu) Desa Sukaslamet, Amis, Junti itu masih ada," kata Pamong Budaya dan Museum Disdikbud Indramayu Suparto Agustinus, Jumat (14/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lumbung Dalem atau lumbung milik desa itu, kata Tinus sapaan akrabnya, memiliki peran penting saat menghadapi musim paceklik. Bak koperasi, warga desa menabung atau menyimpan padi ke dalam lumbung saat musim tanam, dan bisa diambil ketika musim paceklik.

Aktivitas itu rutin dilakukan sejak zaman Belanda. Bahkan, pemanfaatan lumbung desa masih digunakan para petani hingga era kepemimpinan bupati Indramayu keempat pasca penjajahan kolonial.

ADVERTISEMENT

"Masyarakat itu setor padi ke desa dan pada saat paceklik itu boleh mengambilnya untuk kebutuhan makan. Iya seperti koperasi itu zamannya kolonial sampai zaman bupatinya Raden Tubagus Arya Sudiono bupati keempat," ujar Tinus.

Lumbung Dalem di Desa Plumbon berbentuk prisma trapesium sama kaki terbalik. Meski hanya berukuran sekitar panjang 3 meter dan lebar 2 meter. Namun, lumbung ini diperkirakan bisa menampung hingga ratusan karung padi.

"Dulu kan gedengan ya, itu menampung antara 200 sampai 300 gedeng. Kalau sekarang nggak tahu, mungkin muat 100 karung lah," ucap Tinus perkirakan kapasitas lumbung di Desa Plumbon.

Uniknya, lumbung itu tidak memiliki atap khusus seperti lumbung kebanyakan. Papan jati dengan lapisan geribiknya terpasang rapi di setiap bagian dinding hingga atapnya.

"Konon kata masyarakat itu dari dulu tidak ada atapnya tidak seperti lumbung di daerah pegunungan. Pintunya itu dari atas, jadi mau nyimpan atau ambil itu dari atas pakai tangga," katanya.

"Tapi dulu saya pernah lihat, itu kayak ada pintu kecil di bagian dinding samping. Nggak tahu sekarang ada nggak," imbuhnya.

Diceritakan Tinus, lumbung desa seperti di Desa Plumbon ini dahulu hampir dimiliki setiap desa di Kabupaten Indramayu.

Namun, datangnya tentara Jepang mengubah fungsi lumbung desa tersebut. Konon, dengan paksa Jepang meminta pajak padi dari penduduk. Bahkan, lebih kejam lagi, penduduk hanya dibolehkan menyimpan kurang dari 25 kilogram saja.

"Pihak desa itu mengumpulkan padi dari warga terus menyerahkan pajak ke Jepang, artinya pajak yang memaksa," ucapnya.

"Setelah banyak perlawanan dari masyarakat akhirnya banyak lumbung yang dibakar. Karena perlakuan Jepang yang tidak manusiawi lah," lanjut Tinus.

Saat ini, Lumbung Dalem Indramayu termasuk sebagai bangunan diduga cagar budaya.

"Tahun 2017 itu sudah diinventarisir sebagai objek diduga cagar budaya," ungkapnya.

(mso/mso)


Hide Ads