Bukan Guru, Ini Sebutan untuk Pengajar di Perguruan Tamansiswa Cirebon

Bukan Guru, Ini Sebutan untuk Pengajar di Perguruan Tamansiswa Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Jumat, 14 Jun 2024 09:00 WIB
Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon
Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon (Foto: Ony Syahroni/detikJabar)
Cirebon -

Tamansiswa merupakan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan di Indonesia. Organisasi tersebut didirikan oleh seorang pahlawan nasional, yakni Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Jogja.

Sebagai organisasi yang bergerak di sektor pendidikan, Tamansiswa memiliki beberapa cabang sekolah atau perguruan yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia. Termasuk di Kota Cirebon, Jawa Barat.

Lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon ini beralamat di Kelurahan Pekalipan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon. Lembaga pendidikan tersebut didirikan pada tahun 1923.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai lembaga pendidikan yang sudah berusia cukup tua, Tamansiswa ternyata memiliki sebutan tersendiri bagi guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Termasuk penyebutan untuk setiap jenjang pendidikannya, yakni mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Ketua Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon, Nurcholis Majid mengatakan bagi guru yang mengajar di lingkungan sekolah Tamansiswa maka disebutnya adalah Pamong. Mereka bertugas untuk mengajar murid-murid yang menimba ilmu di sekolah tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kalau di Tamansiswa, penyebutan untuk guru itu adalah Pamong," kata Nurcholis Majid saat berbincang dengan detikJabar di Kota Cirebon belum lama ini.

"Jadi istilahnya kalau di Tamansiswa itu tidak ada sebutan guru. Adanya itu pamong," sambung Nurcholis.

Adapun untuk guru atau Pamong laki-laki yang mengajar di sekolah atau perguruan Tamansiswa, panggilan yang digunakan adalah Ki. Sementara untuk guru perempuan yang sudah menikah, panggilannya adalah Nyi. Kemudian untuk guru perempuan yang belum menikah, maka dipanggilnya Ni.

Hingga kini, penggunaan sebutan Ki, Nyi dan Ni untuk guru-guru atau Pamong yang mengajar di Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon masih terus diterapkan.

"Ki itu penyebutan untuk guru laki-laki. Kalau Nyi untuk guru perempuan yang sudah menikah. Sementara penyebutan Ni itu untuk guru perempuan yang belum menikah," kata Nurcholis.

Jenjang dan Sistem Pendidikan

Selain penggunaan panggilan untuk guru-guru, Perguruan Tamansiswa juga memiliki penyebutan tersendiri untuk setiap jenjang pendidikannya. Yaitu mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga tingkat Sekolah Menengah Atas.

Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), di Perguruan Tamansiswa disebut dengan nama Taman Muda. Kemudian untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dikenal dengan sebutan Taman Dewasa.

Ketua Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon, Nurcholis MajidKetua Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon, Nurcholis Majid Foto: Ony Syahroni/detikJabar

Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), di lingkungan Perguruan Tamansiswa dikenal dengan sebutan Taman Madya. Adapun untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), di Perguruan Tamansiswa disebut dengan Taman Karya Madya Teknik.

Hingga kini, istilah-istilah tersebut masih terus digunakan di lingkungan Perguruan Tamansiswa. Termasuk di Perguruan Tamansiswa cabang Cirebon.

"Di kami untuk SD itu disebutnya Taman Muda, kemudian untuk SMP disebutnya Taman Dewasa, SMA disebutnya Taman Madya dan SMK disebutnya Taman Karya Madya Teknik," kata Nurcholis.

Dalam proses pendidikan, Perguruan Tamansiswa memiliki sebuah sistem yang dikenal dengan sebutan sistem Among. Sistem Among sendiri merupakan sebuah sistem yang diinisiasi oleh pendiri Tamansiswa, yaitu Ki Hajar Dewantara.

"Among itu artinya asuh atau mengasuh. Jadi (Pamong) tidak hanya mendidik atau mengajar, tapi juga memberikan bimbingan. Jadi (murid) seperti anak sendiri," kata Nurcholis.

Sementara itu, dikutip dari laman Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Jogja, sistem Among yaitu sistem pendidikan yang berjiwa atau bersifat kekeluargaan.

Sistem ini diterapkan di Tamansiswa dengan maksud mewajibkan para Pamong (guru/dosen) untuk mengingati dan mementingkan kodrat alam peserta didik, dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya.

Oleh karenanya, perintah, paksaan dan hukuman dalam pendidikan harus diganti dengan cara memberi tuntunan dan menyokong para peserta didik agar mereka tumbuh dan berkembang atas dasar kodratnya sendiri.




(dir/dir)


Hide Ads