Perjuangan Tardi Nyalakan 'Gemar Baca' di Desa Indramayu

Perjuangan Tardi Nyalakan 'Gemar Baca' di Desa Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Selasa, 14 Mei 2024 09:00 WIB
Potret saung disulap menjadi perpustakaan sederhana di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu
Potret saung disulap menjadi perpustakaan sederhana di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)
Indramayu -

Poskamling atau jondol (saung) mudah ditemukan di sejumlah sudut desa. Namun, jondol yang ada tak jauh dari bantaran tanggul sungai Cimanuk ini terlihat berbeda.

Aneka hiasan menyerupai cover buku menempel rapi di kedua dinding jondol itu. Lebih dekat, debu pada tumpukan buku jatuh tersapu angin karena jarang digunakan.

Saung berukuran sekitar 3 meter persegi ini rupanya sengaja disulap menjadi perpustakaan di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu. Di dalam saung beratap baja ringan itu juga menyimpan ratusan buku berbagai judul dan novel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perkembangan teknologi rupanya menjadi satu alasan berdirinya perpustakaan itu didirikan. Tardiarto (43) salah seorang pengurus Lentera Selawe mengaku kegemaran membaca perlu dipertahankan terutama bagi anak-anak di tengah gempuran gadget.

"Awalnya prihatin melihat banyak anak-anak yang cenderung kecanduan menggunakan handphone. Sedangkan minat baca (buku) kayaknya mulai berkurang," ujar Tardiarto ditemui detikJabar, Senin (13/5/2024).

ADVERTISEMENT

Di akhir tahun 2018 atau awal tahun 2019 lalu, komunitas Lentera Selawe merasa tergugah melihat kondisi tersebut. Mereka yang terdiri dari pemuda desa kompak bergerak untuk membumikan kembali minat baca generasi muda di desa.

Secara swadaya, mereka membangun saung perpustakaan itu. Sebagian pemuda lainnya fokus mencari donatur buku dari berbagai kalangan. Berkat kerjasama itu, Lentera Selawe berhasil mengumpulkan sedikitnya dua ratusan buku. Bukan hanya buku pengetahuan atau pendidikan, perpustakaan ini juga dilengkapi koleksi novel dan bahan literasi lainnya.

"Kalau sama sumbangan dari Pemerintah Provinsi ada sekitar 500 koleksi buku mah," ujar Tardi.

Kehadiran perpustakaan kecil awalnya kurang diminati masyarakat terutama anak-anak. Demi bisa mengurangi ketergantungan gadget pada anak, tim Lentera Selawe pun mulai mengembangkan cara-cara lainnya. Salah satunya, mereka berkeliling ke setiap sudut desa sambil mengajak anak-anak main di saung.

"Memang sulit, sampai kita harus keliling kampung mengajak anak-anak untuk hadir dan membaca buku di sini saat jam pulang sekolah," jelasnya.

Mulanya, cara itu cukup efektif untuk meramaikan suasana perpustakaan kecil tersebut. Namun, hanya sedikit anak yang terbiasa datang ke saung atas kesadaran sendiri. Cara ini bertahan sekitar satu tahun.

"Lama-lama kami juga kan lelah ya. Apalagi beberapa anggota kami memang tidak semuanya bisa menjaring anak-anak, karena harus bekerja," ungkapnya.

Dirasa kurang efektif, semangat untuk membangkitkan gemar baca tidak padam. Komunitas Lentera Selawe mulai mencoba cara baru untuk menambah minat baca anak-anak.

Kala itu, mereka memakai satu unit sepeda motor yang dilengkapi dengan gerobak untuk dijadikan perpustakaan keliling. "Pernah sampai keliling pakai sepeda motor. Cara ini cukup banyak peminat, tapi sayangnya kita terkendala ekonomi artinya pengurus juga kan harus kerja," tutur Tardi.

Kesibukan para pengurus diakuinya menjadi satu kendala padamnya perpustakaan kecil. Meski demikian, Tardi mengklaim, beberapa anak masih suka datang dan membaca sejumlah buku.

"Masih ada saja yang sekedar main atau membaca buku. Rata-rata sih mereka sukanya buku cerita atau novel," ungkapnya.

Meski terlihat sepi, namun Lentera Selawe memilih untuk tetap merawat keberadaan perpustakaan itu. Sebab baginya, kehadiran perpustakaan akan menimbulkan dampak positif terutama bagi generasi penerus.

(yum/yum)


Hide Ads