Sejarah dan Mitos Pedati 'Terbang' di Cirebon

Sejarah dan Mitos Pedati 'Terbang' di Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Selasa, 30 Apr 2024 14:00 WIB
Pedati Gede Pekalangan.
Pedati Gede Pekalangan. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Di Pekalangan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon. Terdapat situs kereta kuno yang diberi nama Pedati Gede Pekalangan. Letaknya di area permukiman penduduk, untuk masuk ke dalam pengunjung harus memasuki gang kecil terlebih dahulu.

Meski begitu, menurut Taryi (74) juru kunci Pedati Gede Pekalangan, banyak pengunjung yang datang ke kereta yang dibuat oleh Pangeran Cakrabuana tersebut. Kebanyakan datang untuk bertawasul atau hanya sekadar melihat peninggalan kereta masa lalu yang legendaris.

"Siapa yang berdoa di sini, cepat dikabul, minta berkah kepada Ki Gede Pedati. Tapi tetap memintanya kepada Allah SWT," tegas Taryi, Minggu (28/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Taryi memaparkan terkadang pula ada yang datang secara khusus agar hajatnya dapat terkabul. Namun, Taryi tetap menekankan, apapun tujuan datang ke sini agar tetap mintanya kepada Allah SWT. "Tetap minta mah kepada Allah," tegas Taryi.

Ia juga mengingatkan kepada siapa saja yang merasa hajatnya terkabul agar bersedekah kepada warga sekitar sebagai tanda rasa syukur. "Misal dikabul bancakan seikhlasnya, entah itu nasi kuning atau nasi uduk sekilo yang penting ada buktinya," tutur Taryi.

ADVERTISEMENT

Taryi, juga mengatakan ada mitos yang masih dipercaya oleh sebagian orang tentang Pedati Gede Pekalangan. Konon, barangsiapa yang mendengar atau melihat Pedati Gede Pekalangan terbang, maka keinginannya akan cepat terkabul. "Kata Mbah, siapa yang melihat pedati ini terbang, minta aja sesuatu kepada Allah SWT, nanti cepat dikabul," tutur Taryi.

Namun, menurut Taryi hanya orang tertentu saja yang bisa mendengar atau melihat pedati Gede terbang. Taryi juga menceritakan, asal usul mitos tersebut. Konon, saat masih dipakai Pangeran Cakrabuana. Pedati Gede dikendarai dengan cara diterbangkan. "Untuk menyebarkan agama Islam, Pangeran Cakrabuana itu terbang pakai Pedati Gede, ditariknya pakai kebo (kerbau) bule," tutur Taryi.

Menurut Taryi, ada alasan tersendiri Pedati Gede yang dibuat Pangeran Cakrabuana, tidak disimpan di museum atau keraton. "Dari dahulu memang taruhnya di sini. Pernah diminta untuk dipindah ke keraton. Cuma penduduk nggak mau, katanya ini hadiah untuk penduduk Pekalangan," tutur Taryi.

Taryi memaparkan, adanya Pedati Gede menjadi berkah tersendiri, karena banyak pengunjung baik dari dalam dan luar negeri ikut melaksanakan bancakan di sekitar lokasi Pedati Gede. "Dari Malaysia, Jepang, Belanda, pejabat, jendral mereka ke sini terus bancakan kepada penduduk sekitar. Apalagi kalau maulud atau ada pementasan wayang itu banyak pada datang," tutur Taryi.

Taryi sendiri sudah jadi juru kunci sejak tahun 1995. Untuk perawatan pedati, secara rutin Taryi menggunakan minyak sayur untuk dioleskan pada Pedati Gede agar tidak rusak atau lapuk. Selain itu juga, setiap hari Taryi membaca tahlil untuk para leluhur yang telah wafat.

"Setiap hari ditahlili untuk para nabi dan ki gede yang telah wafat itu terus dilakukan," tutur Taryi yang sudah 29 tahun menjadi juri kunci Pedati Gede Pekalangan.

Sejarah Pedati Gede

Taryi juga menjelaskan tentang sejarah Pedati Gede Pekalangan. Menurut Taryi, Pedati Gede Pekalangan dibuat oleh Pangeran Cakrabuana. Digunakan untuk menyebarkan agama Islam dan mengangkut material pembangunan Masjid Sang Cipta Rasa. "Usianya sudah sekitar 700 tahun. Kemungkinan ini pedati paling gede se Indonesia," tutur Taryi.

Dikutip dari jurnal Hubungan Antar Riwayat Pedati Gede Pekalangan dengan Sejarah Tokoh Pangeran Walangsungsang karya Hendhy Nansha dkk, menyebutkan Pedati Gede Pekalangan memiliki panjang sekitar 8,6 meter, lebar 2,6 meter, dan tinggi 2,6 meter. Dibuat pada tahun 1371 Saka atau 1449 masehi.

Saat masih berfungsi, Pedati Gede memiliki 12 roda, tetapi pascakebakaran yang terjadi di Pekalangan pada masa Hindia Belanda, membuat Pedati Gede hanya tersisa 8 roda. "Tahun 1930 Kebakaran di 2 RW yang ada di Pekalangan. Rodanya ada yang ikut terbakar," tutur Taryi.

Meski terbakar, sisa kayu dari Pedati Gede yang terbakar masih disimpan tepat di bagian samping Pedati Gede. Menurut Taryi, jika tidak terbakar dan masih memiliki 12 roda, Pedati Gede memiliki panjang sekitar 15 meter. "Jadi ada 4 roda yang tidak bisa dipasang, sepasang roda depan dan sepasang roda belakang," tutur Taryi.

Pada tahun 1993, ahli museum kereta dari Belanda, Herman de Vos datang ke Cirebon untuk membetulkan pedati gede, seperti yang dikabarkan dalam koran Belanda Nieuwsblad van het Noorden edisi 29/12/1993.

"Pada bulan Oktober, Vos melakukan perjalanan ke Indonesia untuk menemukan rahasia kereta kuno tersebut. Tumpukan balok, roda, dan pecahan lainnya ternyata adalah sebuah gerobak besar yang berasal dari sekitar tahun 1450. Delapan dari dua belas roda, beberapa di antaranya setinggi dua meter, telah bertahan selama berabad-abad. Dulu, menurut tradisi lisan, gerobak digunakan untuk mengangkut tiang-tiang pembangunan masjid," tulis Nieuwsblad van het Noorden edisi 29/12/1993.

Oleh Herman Vos, sisa kebakaran dibersihkan dan rantai beton juga dihilangkan, bagian yang hangus terbakar juga dikikis. Setelah restorasi banyak orang dari luar negeri yang berminat akan kereta tersebut.

"Sekarang setelah ada minat dari luar negeri dan uang, semua orang tiba-tiba mulai mengklaimnya," kata kurator Leekster. Bagaimanapun, raksasa itu tetap berada di tempatnya. Proyek restorasi ini dibiayai oleh Java Fund, yang diterima Vos sebagai hadiah perpisahan, Museum Kereta Nasional, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kebudayaan di Jakarta," tulis koran tersebut.

Kolega Vos, menuturkan kekagumannya terhadap kereta tua tersebut. Dimana masyarakat memperlakukan kendaraan dengan sangat hormat dan percaya bahwa kendaraan tersebut sakral. Untuk menjaganya, masyarakat memakukan roda tua tersebut ke lantai beton di sebuah gudang yang terletak di tengah-tengah rumah.

Subhan, salah satu pegiat sejarah dari komunitas Cirebon History menambahkan jauh sebelum pedati Gede Pekalangan ada, Cirebon sudah memiliki pedatinya sendiri. "Sebelum abad ke 16 yaitu sekitar abad ke 5, Cirebon sudah memiliki pedati, seperti yang termaktub dalam buku Wangsakerta yang berjudul Rajya-Rajya I Bumi Nuswantara," tutur Subhan.

Dalam buku tersebut dijelaskan, pada masa itu, di Cirebon sudah berdiri kerajaan Hindu Budha yang bernama kerajaan Indraprahasta yang terletak di desa Sarwadadi Talun. Menurut Subhan, kala itu, pedati digunakan mengangkut logistik untuk membantu kerajaan Tarumanegara di Bogor yang sedang berperang.

"Tarumanegara yang rajanya Purnawarman itu berteman dengan raja Wiryabanyu dari Indraprahasta, meminta tolong untuk membantu Tarumanegara menyerang musuhnya Sakiawarman. Lalu Wirabanyu dari Indraprahasta ikut menumpas Sakiawarman beserta pasukanya. Dituliskan bahwa salah satu alat transportasi logistik yang digunakan adalah pedati. Pedati juga dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan," pungkas Subhan.

(sud/sud)


Hide Ads