Alasan di Balik 2 Masjid Keramat di Cirebon Tak Gelar Salat Jumat

Alasan di Balik 2 Masjid Keramat di Cirebon Tak Gelar Salat Jumat

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Rabu, 24 Apr 2024 14:00 WIB
Kondisi area dalam Masjid Merah Panjunan, Cirebon
Masjid Merah Panjunan. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon - Di Cirebon terdapat dua masjid keramat yang tidak digunakan sebagai tempat salat Jumat. Meski sudah berusia ratusan tahun, serta memiliki tempat yang cukup untuk digunakan salat Jumat. Kedua masjid keramat tersebut tetap tidak digunakan sebagai tempat salat Jumat.

Kedua masjid keramat tersebut adalah Masjid Pejlagrahan dan Masjid Merah Panjunan. Menurut pegiat sejarah dari komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas, kedua masjid tersebut memang sejak dahulu tidak digunakan sebagai tempat salat Jumat. Menurut Lingga, alasan tidak dilaksanakannya salat Jumat di kedua masjid tersebut adalah karena sudah ada Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

"Sudah ada masjid Agung Sang Cipta Rasa, jadi semua dipusatkan di Masjid Sang Cipta Rasa," tutur Lingga belum lama ini.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa sendiri merupakan masjid yang terletak di keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Dahulu, Masjid Sang Cipta Rasa bernama Masjid Pakungwati diambil dari nama anak Pangeran Cakrabuana yang jadi istri Sunan Gunung Jati.

Lingga menuturkan, digunakannya Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai tempat salat Jumat, adalah untuk menghargai Sunan Gunung Jati yang menjadi pendiri Masjid Sang Cipta Rasa. "Iya semua dipusatkan di Masjid Sang Cipta Rasa, bisa jadi menghargai Sunan Gunung Jati sebagai pendiri Masjid Sang Cipta Rasa," tutur Lingga.

Walaupun tidak digunakan sebagai tempat salat Jumat, kedua masjid tersebut masih bisa digunakan untuk agenda kegiatan lain seperti salat 5 waktu, salat Id, pengajian, tawasul dan lain sebagainya.

Lebih jelasnya berikut 2 Masjid Keramat di Cirebon yang tidak digunakan sebagai tempat salat Jumat.

Masjid Pejlagrahan CirebonMasjid Pejlagrahan Cirebon Foto: Sudirman Wamad

1. Masjid Pejlagrahan

Masjid Pejlagrahan merupakan masjid tertua di Cirebon. Juru pelihara Masjid Pejlagrahan Ratu Yani Martawijaya, menuturkan, Masjid Pejlagrahan berdiri pada tahun 1431 oleh Pangeran Cakrabuana. Dahulu, area sekitar masjid merupakan daerah pesisir, tetapi karena adanya pendangkalan, membuat masjid letaknya jauh dari pesisir.

Menurut Yani, Pangeran Cakrabuana membangun masjid dekat pesisir, agar bisa digunakan oleh para nelayan singgah beribadah dan belajar ilmu agama kepada Pangeran Cakrabuana. Pasca direnovasi tahun 1994, Masjid Pejlagrahan mengalami perluasan dengan banyak penambahan.

Yani, mengatakan, setelah direnovasi, masjid mengalami banyak perubahan. Meski begitu, masih ada beberapa peninggalan yang tetap dipertahankan seperti mimbar, momolo, jamban air, pintu kecil, keramik, saka dan sumur keramat.

Meski mampu menampung jamaah hingga 40 orang. Menurut Yani, Masjid Pejlagrahan tidak pernah digunakan sebagai tempat salat Jumat. "Tidak dipakai buat salat Jumat, meski muat 40 orang, soalnya sudah ada Masjid Agung, kalau di sini buat tarawih, dan salat id," kata Yani.

Masjid Pejlagrahan terletak di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Untuk sampai ke lokasi, pengunjung harus melewati gang kecil terlebih dahulu.

Masjid Merah Panjunan CirebonMasjid Merah Panjunan Cirebon Foto: Tri Isranoto

2. Masjid Merah Panjunan

Masjid Merah Panjunan terletak di Kampung Arab, Jalan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Didirikan oleh Syekh Syarif Abdurrahman pada tahun 1480. Menurut pengurus masjid, Muhammad Irfan, dulu Masjid Merah Panjunan hanyalah sebuah musala. Tetapi lama-kelamaan, musala yang dibangun oleh Syekh Syarif Abdurrahman berubah menjadi masjid.

Irfan, menuturkan, ketika Masjid Sang Cipta Rasa belum dibangun, Masjid Merah Panjunan dijadikan sebagai tempat salat Jumat. Tetapi, setelah Masjid Sang Cipta Rasa dibangun, Masjid Merah Panjunan tidak digunakan lagi sebagai tempat salat Jumat.

"Dulu sebelum adanya Masjid Sang Cipta Rasa, Masjid Merah Panjunan dipakai sholat Jumat sampai ngga muat. Akhirnya dibuatlah Masjid Sang Cipta Rasa," tutur Irfan.

Masjid Merah Panjunan sendiri, terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dalam dan bagian luar. Menurut Irfan, untuk bagian dalam selalu dikunci, dibuka hanya di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Konon, ruangan dalam tersebut menjadi tempat musyawarah dan pengesahan para wali. Sebelum masuk ke dalam harus melewati pintu kecil dengan warna emas.

Di tembok masjid yang tersusun dari bata merah, terdapat banyak terdapat keramik Tiongkok. Menurut Irfan, keramik tersebut merupakan peninggalan dari Putri Ong Tien dari Tiongkok yang menjadi istri Sunan Gunung Jati. Masjid Merah Panjunan diambil dari nama lain Syekh Abdurrahman yaitu Pangeran Panjunan yang dikenal sebagai orang yang ahli dalam membuat gerabah atau tembikar.

Di bulan Ramadan, Masjid Merah Panjunan menyediakan sajian takjil kopi Arab atau kopi Qohwa. Irfan, menuturkan, sudah menjadi kegiatan rutin di Masjid Merah Panjunan kala bulan Ramadan untuk menyediakan kopi Arab gratis. Menurut Irfan, kopi Arab memiliki cita rasa rempah-rempah yang kuat serta memiliki manfaat sebagai penambah stamina. (sud/sud)



Hide Ads