Di Kabupaten Cirebon, terdapat salah satu masjid yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Masjid tersebut bernama Masjid Merah Pesalakan.
Masjid tersebut berada di tengah permukiman warga di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. Sebelum masuk masjid, ada aliran sungai dan gapura kembar.
Di bagian dalamnya, warna merah cukup dominan. Terdapat beberapa tiang dan mimbar berselimut kain putih dengan ukiran kayu. Konon, mimbar tersebut sudah berusia ratusan tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tak seperti masjid pada umumnya, masjid itu terdapat nisan makam kuno yang sudah disemen di bagian teras masjidnya. Terlihat hanya batu nisan dengan sedikit kerikil di atas pusara makamnya. Konon, makam tersebut merupakan makam tokoh masyarakat Pasalakan tempo dulu.
Tidak jauh dari makam, terdapat sumur keramat yang airnya masih dapat digunakan. Sumur dibangun oleh Syekh Abdurrahman sebagai tempat bersuci. Awalnya sumur berada di luar area masjid. Namun saat terjadi perluasan masjid, sumur tersebut masuk ke dalam area masjid, tepat di depan teras masjid dengan di kelilingi pagar.
Di atap masjid terlihat momolo atau kubah masjid yang berbentuk mirip teratai. Menurut pegiat sejarah dan naskah kuno dari komunitas Latar Wingking, Farihin, momolo dengan simbol teratai menunjukkan sebuah simbol spiritual yang telah digunakan sejak zaman wali sanga.
"Momolo bentuk teratai telah dipakai sejak era para wali sanga sampai abad 16 -17 masih digunakan. Kalau momolo abad 18 setelahnya itu biasanya bentuknya agak lancip dan tinggi," tutur Farihin, belum lama ini.
Masjid Merah Pesalakan sendiri dibangun oleh Syekh Abdurrahman Al Usmani dari Banten. Dengan gaya arsitektur mirip masjid yang dibangun sekitar abad ke 16 yang tersusun dari batu bata merah.
Menurut Farihin, sebutan Usmani tidak menunjukan bahwa Syekh Abdurrahman berasal dari Kerajaan Usmani atau Timur Tengah. Tetapi hanya nama samaran sebagai petugas telik sandi dari Kerajaan Banten yang kala itu sedang dilanda konflik.
![]() |
"Pasca Maulana Yusuf dari Banten wafat tahun 1580. Syekh Abdurrahman datang ke Cirebon yang pada masa itu dipimpin oleh Pangeran Muhammad Zaenal Arifin atau Panembahan Ratu I, mereka berdua sama-sama merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati," tutur Farihin.
Sesampainya di Cirebon, Syekh Abdurrahman membangun sebuah padepokan yang dekat aliran sungai. Padepokan tersebut sekarang menjadi tempat berdirinya Masjid Merah Pasalakan dan Situs Makam Syekh Abdurrahman Al Usmani.
Terlihat di sebelah utara masjid terdapat jalan menuju situs yang dikelilingi oleh banyak makam. Deretan makam tersebut merupakan pengikut atau santri dari Syekh Abdurrahman Al Usmani.
"Biasanya setiap padepokan yang ada masjidnya itu dibangun dekat sungai, sebagai tempat untuk bersuci," pungkas Farihin.
Untuk masuk makam harus melewati pintu kecil dengan ornamen berwarna emas yang diatasnya terdapat gapura berwarna merah. Agar bisa masuk makam harus izin terlebih dahulu kepada juru kunci.
![]() |
Untuk rutenya, dari arah Alun-Alun Pataraksa Sumber Kabupaten Cirebon, bisa langsung mengambil arah Jalan Sunan Drajat menuju Jalan Sunan Kudus, lalu belok kanan ke arah Jalan Sunan Malik Ibrahim, lalu lurus ke arah Jalan Sultan Agung, belok kiri ke arah Jalan Ki Gede Mayaguna untuk belok kanan ke Jalan Taman Sari, belok kiri ke Jalan Dusun Tuksari Kulon lalu belok kiri. Letaknya tepat di tengah pemukiman warga Pasalakan.
(dir/dir)