Sebagai kota yang memiliki sejarah panjang, Cirebon punya banyak bangunan bersejarah berusia ratusan tahun. Salah satu adalah rumah ibadah seperti masjid, gereja dan vihara. Lebih jelasnya, berikut 8 rumah ibadah di Kota Cirebon yang berusia ratusan tahun.
1. Masjid Merah Panjunan
![]() |
Letaknya di wilayah Kampung Arab, Jalan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Dibangun pada 1480 oleh seorang pendakwah keturunan Arab bernama Syekh Syarif Abdurrahman. Keahliannya dalam membuat gerabah membuat ia dijuluki Pangeran Panjunan.
Mulanya, Syekh Syarif Abdurohman membangun musala dengan ciri arsitektur Arab dan Tiongkok hingga sekarang masih terlihat di bagian tembok banyak terdapat ornamen keramik khas Cina dengan bata merah khas Arab. Menurut Pengurus Masjid Merah Panjunan, Muhammad Irfan, keramik tersebut merupakan peninggalan dari Putri Ong Tien, istri dari Sunan Gunung Jati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dipilihnya warna merah, sebagai warna dasar masjid menunjukkan keberanian untuk mengatakan hal yang benar. Di bagian dalam masjid ada sebuah ruangan yang dibuka dua kali dalam satu tahun yakni saat Idul Fitri dan Idul Adha. Menurut Irfan, sebelum adanya Masjid Sang Cipta Rasa Keraton Kasepuhan, ruangan tersebut digunakan wali sanga untuk rapat pengesahan.
Sebelum masuk ruangan, terdapat pintu kecil dengan warna emas di sekelilingnya. Pintu tersebut sengaja dibuat kecil agar seseorang yang ingin masuk harus menundukkan kepalanya terlebih dahulu, untuk menghilangkan sifat sombong dalam diri manusia.
2. Tajug Agung Kejaksaan
![]() |
Tidak jauh dari Alun-alun Kejaksan, terdapat tajug atau musala yang sudah berdiri 5 abad. Didirikan oleh Syekh Syarif Abdurohim atau Pangeran Kejaksaan yang merupakan adik dari Syekh Syarif Abdurrahman pendiri Masjid Merah Panjunan. Di bagian pintu masuk tertulis 1479-1480 M yang menunjukkan tahun berdirinya Tajug Agung Kejaksaan.
Diceritakan Sonhaji, Imam dan Pengurus Tajug Agung Kejaksaan, Syekh Syarif Abdurohim atau Pangeran Kejaksaan datang ke Pelabuhan Amparan Jati lalu membangun langgar kecil dengan 16 tiang kayu jati sebagai penyangga utama. Langgar tersebut digunakan Pangeran Kejaksaan dan penduduk sekitar untuk beribadah.
Tajug Agung Kejaksaan terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian luar dan bagian dalam. Di bagian dalam terdapat beberapa benda peninggalan Pangeran Kejaksaan yang masih dipakai hingga sekarang seperti mimbar dan tombak. Di bagian luar, terdapat beberapa tiang sebagai penyangga. Mulanya banyak ornamen keramik khas Tiongkok di dinding masjid, namun seiring berjalannya waktu ornamen keramik tersebut banyak yang hilang dan rusak.
Di samping tajug terdapat sebuah kolam dengan ikan besar. Di dalam kolam terdapat tembikar besar yang berusia ratusan tahun. Konon tembikar tersebut sudah ada sejak zaman Pangeran Kejaksan. Untuk lokasinya, Tajug Pangeran Kejaksan terletak di gang Pangeran Kejaksaan, Jalan Siliwangi, Kota Cirebon.
3. Masjid Agung Sang Cipta Rasa
![]() |
Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi salah satu masjid yang ikonik di Cirebon. Pasalnya, selain karena arsitekturnya, Masjid Sang Cipta Rasa masih mempertahankan tradisi mengumandangkan azan dengan 7 orang atau azan pitu.
Menurut Kepala Bagian Informasi dan Pariwisata Pemkot Cirebon Iman Sugiman, Masjid Sang Cipta Rasa awalnya bernama Masjid Pakungwati diambil dari nama putri Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Dalam pembangunannya dibantu oleh Sunan Kalijaga bersama lima ratus orang yang terdiri dari penduduk Majapahit, Demak dan Cirebon.
Dengan warna dasar merah, Masjid Sang Cipta Rasa memiliki keunikan tersendiri, salah satunya tidak memiliki kubah seperti masjid pada umumnya. Selain itu, di bagian teras ada sumur yang airnya tidak pernah habis. Sumur tersebut bernama sumur zam-zam atau banyu cis Sang Cipta Rasa. Dipercaya oleh masyarakat sebagai sumur keramat.
Masjid Sang Cipta Rasa beralamat di Jalan Kasepuhan, Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon.
4. Masjid Jagabayan
![]() |
Letaknya di antara kawasan pertokoan Jalan Karanggetas, Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Dibangun oleh utusan Prabu Siliwangi yang bernama Pangeran Nalarasa. Diceritakan Pangeran Nalarasa diperintah Prabu Siliwangi untuk mencari anaknya Pangeran Walangsungsang di Cirebon. Namun sesampainya di Cirebon, Pangeran Nalarasa tidak menemukan apa yang ia cari. Malah bertemu pondok tempat para santri belajar agama.
Lewat pondok tersebut ia bertemu dengan Pangeran Walangsungsang, tetapi ia tidak menyadari bahwa yang ia temui adalah seseorang yang Pangeran Nalarasa cari. Lama-kelamaan ia tertarik untuk belajar Islam dan mengikuti jejak Pangeran Walangsungsang.
Setelah masuk Islam, oleh Sunan Gunung Jati diberikan gelar Tumenggung Pangeran Jagabayan yang berarti seseorang yang menjaga dari bahaya. Pada masa itu, Pangeran Nalarasa langsung mendirikan pos penjagaan yang lokasinya tidak jauh dari keraton. Pos tersebut yang sekarang menjadi Masjid Jagabayan. Menurut Juru kunci Masjid, Muhammad Faozan pembangunan masjid terjadi sekitar tahun 1437.
Konon Masjid Jagabayan dulu pernah dijadikan sebagai tempat musyawarah para wali sanga, sebelum adanya Masjid Sang Cipta Rasa. Di bagian tempat berwudhu, ada sebuah sumur keramat, menurut Faozan sumur tersebut sudah ada sejak era Pangeran Nalarasa dan dipercaya memiliki banyak khasiat.
5. Kelenteng Talang
![]() |
Rumah Ibadah lain yang usianya cukup tua adalah Kelenteng Talang. Dikutip dari detikTravel, Kelenteng Talang dibangun sekitar tahun 1450 oleh Tan Sam Cay atau Muhammad Syafii. Awalnya Kelenteng Talang bukan merupakan kelenteng tapi masjid untuk etnis Tionghoa yang Muslim.
Etnis Tionghoa Muslim tersebut berasal dari syiar dakwah yang dilakukan Laksamana Haji Kung Wu Ping. Namun seiring berjalanya waktu, populasi Muslim Tionghoa mulai berkurang dan membuat fungsi masjid pun berubah jadi kelenteng.
Setiap perayaan Imlek, ada banyak tradisi yang dilaksanakan di Kelenteng Talang seperti pertunjukan barongsai, liong dan wushu. Dan di setiap sudut Kelenteng dihiasi lilin dan lampion. Kelenteng Talang berlokasi di Jalan Talang, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
6. Vihara Winaon
Rumah ibadah selanjutnya, yang termasuk kategori tertua adalah Vihara Winaon. Letaknya tidak jauh dari Pasar Kanoman. Vihara Winaon sudah berdiri sejak tahun 1894. Menurut Humas Vihara Winaon, Apunk, tahun 1894 merupakan tahun direnovasinya Vihara. Ia memperkirakan vihara sudah ada sebelum tahun 1894 yang berasal dari hibah orang Tiongkok zaman dulu.
Vihara Winaon sering dikenal juga sebagai Vihara Pemancar Keselamatan, terinspirasi dari dewi utama yang ada di Vihara yakni Dewi Pek Ku They Fud, yang dipercaya sebagai dewi yang dapat memudahkan segala hajat manusia. Dewi Pek Ku They Fud juga dipercaya sebagai dewi yang mampu berkomunikasi lewat tulisan.
Di bagian depan sebelum pintu masuk, ada dua patung singa yang berpasangan sebagai simbol perlindungan. Sedangkan di bagian dalam terdapat beberapa altar pemujaan. Serta prasasti yang ditulis dengan bahasa Mandarin serta tungku pembakaran. Menurut Apuk Prasasti tersebut berisi nama-nama donatur pada tahun 1894. Vihara Winaon terletak di Jalan Winaon, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon.
7. Gereja Kristen Pasundan
![]() |
Gereja Kristen Pasundan dibangun pada 1788 oleh keluarga misionaris Belanda, Joachm Wichert dan istrinya Johanna Maria Alting. Terlihat di bagian depan gereja ada tiga makam besar berwarna hitam dengan prasasti di atasnya. Ketiga makam, merupakan makam dari keluarga misionaris Belanda pendiri gereja.
Tak hanya itu, di samping pintu masuk, terdapat prasasti yang tertulis dalam bahasa Belanda. Menurut pegiat sejarah dari Komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas, prasasti tersebut berisi tulisan untuk memperingati kematian dari keluarga Maria Joana yang meninggal akibat wabah penyakit kolera.
Gereja Kristen Pasundan letaknya di samping gedung cagar budaya Cipta Niaga, yang beralamat di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat.
8. Gereja Katolik Santo Yusuf
![]() |
Tidak jauh dari Gereja Kristen Pasundan, terdapat Gereja Katolik Santo Yusuf. Didirikan tahun 1887 oleh seorang pengusaha pabrik gula bernama Louis Theodorus Gonsalves. Dengan gaya arsitektur ala Portugis. Seiring berjalanya waktu, Gereja Katolik Santo Yusuf mengalami beberapa penambahan seperti aula, tempat pertemuan dan taman doa.
Di taman doa, terdapat patung Bunda Maria yang terletak di atas kolam air. Di dalam kolam ada batu yang tertulis nama umat Kristen Katolik yang telah meninggal. Di ruang utama gereja terdapat banyak lampu gantung dan sebuah prasasti dekat pintu masuk tentang pendirian gereja.
Gereja Katolik Santo Yusuf dinobatkan sebagai gereja Katolik tertua di Jawa Barat. Alamatnya di Jalan Yos Sudarso, Lemahwungkuk Kota Cirebon.
Itulah 8 rumah ibadah di Cirebon yang sudah berusia ratusan tahun, semoga bermanfaat.
(iqk/iqk)