Wilayah Kabupaten Cirebon direncanakan jadi kawasan sentra produsen garam nasional. Hanya saja, para petambak menyebut ada beberapa catatan yang harus diperhatikan sebelum realisasi wacana tersebut.
Ismail Marzuki (38) misalnya. Petambak garam asal Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon ini mengaku setuju apabila Cirebon ditunjuk jadi sentra produsen garam nasional.
"Secara konsep kami ya setuju aja kalau Cirebon ditunjuk menjadi sentra produsen garam nasional," kata Ismail saat berbincang dengan detikJabar, Jumat (22/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Cirebon Jadi Sentra Produksi Garam di Jabar |
Hanya saja, dia menyebut kawasan sentra garam di Cirebon harus menyeluruh. Artinya tidak hanya di titik tertentu, sebab ada banyak titik dan kecamatan produsen garam di Cirebon.
Beberapa titik yang merupakan produsen garam di Cirebon yakni Kecamatan Kapetakan, Suranenggala dan Gunungjati di wilayah utara. Sementara di wilayah timur ada Kecamatan Pangenan, Gebang, Mundu dan Losari.
Di sisi lain, Ismail juga mengatakan perlu peningkatan kualitas garam apabila Cirebon dijadikan sentra gram nasional. Demi menghasilkan kualitas garam yang baik, para petambak membutuhkan peralatan modern.
"Kalau begitu kualitas garam juga harus bagus jadi kami membitihkan alat modern seperti geomembran, atau bahkan peralatan yang bisa menunjang produksi garam tetap lancar meski di musim penghujan," tegasnya.
Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab, kata Ismail, para petambak kerap menghadapi kendala. Selain faktor alam seperti air pasang yang merendam tambak, cuaca juga terkadang mengalami kemarau basah.
"Soal harga juga kadang-kadang jadi kendala kami. Sebab, selama ini pemerintah belum hadir untuk menentukan standarisasi harga garam. Sehingga yang menentukan harga garam di petambak adalah tengkulak," ucapnya.
Sejak lama, Ismail mempersoalkan soal harga tersebut. Sebab, ketika hasil panen melimpah, harga selalu anjlok.
"Yang menjadi harapan kami pemerintah menetapkan HET (Harga Eceran Tertinggi) garam seperti komoditas pangan lainnya," tuturnya.
Ismail menambahkan mayoritas petambak garam di Cirebon belum siap terhadap wacana tersebut. Sebab sejauh ini hanya beberapa kelompok petambak garam saja yang sudah bisa menghasilkan garam premium.
Yakni para petambak garam yang ada di wilayah Utara Cirebon. Itu pun karena mereka ditunjang dan selalu diguyur bantuan oleh pemerintah provinsi maupun pusat.
"Petambak garam wilayah utara selalu dapat bantuan mulai dari support peralatan, gudang penyimpanan, hingga akses jalan yang mulus menuju tambak garam," ujarnya.
Hal itu berbeda dengan petambak garam di wilayah Timur Cirebon yang mayoritas petambak garam serta luasan lahan garamnya jauh lebih besar dibanding wilyah Utara Cirebon akan tetapi tidak tersentuh bantuan apapun dari pemerintah.
"Jadi, jika pemerintah ingin menjadikan Cirebon sebagai sentra garam, maka bantuan, penyuluhan dan pelatihan agar petambak mampu menghasilkan kualitas garam yang baik dan kuantitas garamnya juga berlimpah harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya di satu titik tertentu," harapnya.
Berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon, luas lahan garam di Kabupaten Cirebon yang diolah sebanyak 1.557,75 hektare dari potensi lahan yang ada seluas 3.140,00 hektare.
Adapun rincian lahan garam yang telah diolah para petambak garam di Kabupaten Cirebon ini tersebar di berbagai kecamatan. Yakni di Kecamatan Pangenan dengan luas lahan garam 800 hektare yang berada di Desa Ender, Pangenan, Bendungan, Rawaurip, Pengarengan, dan Astanamukti.
Di Kecamatan Kapetakan seluas 288 hektare berada di Desa Bungko dan Bungko Lor. Kemudian di Kecamatan Gebang seluas 136 hektare berada di Desa Gebangmekar, Melakasari, Gebangilir, Gebang Kulon, dan Kalipasung. Di Kecamatan Suranenggala ada seluas 120 hektare yang berada di Desa Suranenggala Lor dan Muara.
Selanjutnya di Kecamatan Losari ada seluas 109,65 hektare berada di Desa Ambulu, Kalisari, Tawangsari, dan Kalirahayu. Di Kecamatan Astanajapura seluas 62 hektare berada di Desa Kanci dan Kanci Kulon. Kecamatan Mundu seluas 41,30 hektare berada di Desa Citemu dan Waruduwur. Dan di Kecamatan Gunungjati seluas 0,80 hektare berada di Desa Jatimerta.
![]() |
Dari luasan lahan tersebut, Kabupaten Cirebon dalam kondisi cuaca kamarau yang normal mampu menghasilkan ratusan ribu ton dalam satu musim.
Sementara itu, mengenai rencana penetapan Kabupaten Cirebon sebagai sentra produsen garam nasional, Anwar Kurniawan selaku Ketua Koperasi Produsen Kristal Laut Nusantara mengajak mengajak para petambak garam dari kabupaten Cirebon dan Indramayu mulai bertransformasi dari sistem pengolahan tradisional ke metode tunel ini.
"Kami di sini (Desa Bungko Lor) membangun percontohan. Ada juga 4 orang mahasiswa lagi uji coba. Di sini 1 hektar dalam satu tahun hasilnya minimal dapat 250 ton," ucapnya.
Anwar menjelaskan, metode tunel ini mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas garam yang lebih baik, dan bisa produksi sepanjang tahun.
"Jika produksi garam konvensional dilakukan pada 5 bulan musim kemarau atau yang dikenal dengan istilah JASON (Juli, Agustus, September, Oktober, November), maka ini tidak berkelanjutan dan harga garamnya naik turun terus," paparnya.
Maka dengan demikian, kesejahteraan petambak garam akan lebih terjamin bilamana menggunakan metode tunel seperti yang dia lakukan.
Simak Video "Video: Unjuk Rasa Pecah di Cirebon, Massa Bakar-Jarah Gedung DPRD"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)