Jalan Santai

Mengulik Jejak Gelar Raden di Kampung Karadenan Bogor

Andry Haryanto - detikJabar
Kamis, 21 Agu 2025 20:00 WIB
Banyak warga bergelar raden di Kelurahan Karadenan, Cibinong, Kabupaten Bogor. (Foto: Andry Haryanto/detikJabar)
Bogor -

Di RW IV, Kelurahan Karadenan, Cibinong, Kabupaten Bogor, gelar Raden" bukan sekadar hiasan di depan nama, tetapi jejak sejarah yang melekat pada ratusan keluarga. Namun, di balik kebanggaan itu, tersimpan rasa minder dari sebagian warganya.

"Banyak yang malu, bahkan ingin mencabut gelarnya, karena menganggap Raden itu identik dengan orang kaya, tanah luas, hidup serba cukup. Padahal kenyataannya sekarang tidak begitu," ujar Raden Haji Dadang Supadma (58), tokoh setempat, belum lama ini.

Keprihatinan itu muncul sejak warga, khususnya anak-anak, kerap kesulitan menjawab pertanyaan tentang asal-usul gelar mereka ketika disinggung di sekolah umum atau pondok pesantren. Rasa penasaran dan kebingungan itu memicu Dadang untuk menelusuri silsilah Raden di Karadenan secara mandiri sejak 2013. "Saya door to door, tanya ke para sesepuh, mencocokkan cerita. Tapi sulit, karena banyaknya versi lisan," kenangnya.

Terobosan datang ketika sebuah lemari tua dibongkar warga. Di dalamnya terselip manuskrip berbahasa Arab-Sunda Cirebonan yang diperkirakan ditulis pada 1800-an. Naskah itu memuat daftar nasab yang menghubungkan keturunan Karadenan dengan tokoh leluhur, termasuk Mbah Raden Syafe'i. "Begitu dibaca, nyambung. Dari situ mulai jelas mata rantainya," kata Haji Dadang, sapaan akrabnya.

Bersama para tetua kampung dari Karadenan, Sukaraja, hingga Jatinegara Kaum, ia membentuk tim untuk mendata ulang garis keturunan. Hasilnya disalin, digabung, dan dibahas rutin setiap bulan. Dadang berharap data ini menjadi pusat informasi agar generasi penerus tak lagi terbebani oleh ketidaktahuan. "Raden itu warisan, bukan ukuran ekonomi. Maknanya ruh dan din. Pesan orang tua agar kita menjaga perilaku," tegasnya.

Kini, berkat temuan dan pendataan itu, banyak warga kembali percaya diri. Mereka bukan hanya tahu dari mana gelar itu berasal, tapi juga mengerti pesan moral yang diwariskannya.

Haji Dadang mengakui bahwa penelusuran silsilah dan sejarah leluhur kerap mengalami pasang surut semangat. Kebuntuan. Terlebih dia bergerak dia harus merogoh kocek sendiri untuk segala urusan yang dia sedang selami itu.

Haji Dadang juga mengakui bahwa catatan yang dia buat masih perlu penyempurnaan untuk menegaskan bahwa penduduk kaum adalah murni keturunan para pembesar Sunda baheula sejak era kerajaan.




(iqk/iqk)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork