Kesenian buhun Benjang Batok Pangandaran, eksistensinya kini mulai meredup. Padahal seni tari yang satu ini sempat eksis di masanya.
Benjang batok merupakan tari kesenian daerah yang berasal dari Dusun Karangpaci, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang. Kesenian yang memakai batok kelapa sebagai alat peraga ini memiliki nilai sejarah yang berkaitan dengan pengusiran penjajah.
Konon, kesenian buhun ini berhasil mengelabui penjajah Jepang melalui tarian-tarian yang disajikan. Cara memainkan kesenian itu hanya menepuk punggung batok dengan diiringi alat musik bambu sambil ngahaleuang atau menyanyi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesenian Benjang Batok ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang yang dikenalkan pada tahun 1942-1945. Budayawan Pangandaran Mang Koko mengatakan, kesenian Benjang Batok ini dahulu lahir di Dusun Karangpaci, Desa kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
"Awalnya yang mengembangkan kesenian tersebut adalah Ibu Eloh, namun kini penerusnya sudah terputus tidak ada yang melestarikan," kata Mang Koko.
Menurutnya, saat ini kesenian Benjang Batok dilestarikan di sanggar saung Mang KoKo sejak tahun 2009. "Ya alhamdulillah saya waktu itu pas tahu tidak ada penerus, buka sanggar saung seni mang Koko," ucapnya.
Budayawan sekaligus pengrajin alat musik angklung ini, berharap jika seni Benjang Batok harus tetap lestari dan dipertahankan nilai sejarahnya. "Saya pengen tetap melestarikan benjang batok ini karena berasal dari daerah tempat saya tinggal," katanya.
Ia mengatakan, saung seni Mang Koko salah satu sanggar yang saat ini masih melestarikan benjang batok. "Meskipun saat ini sangat langka ada pagelaran untuk kesenian buhun ini," ucap dia.
Nama kesenian Benjang Batok berasal dari bahasa Sunda yang terdiri dari 'Ngabebenjo Anu Nganjang' atau bahasa Indonesianya "Memuliakan tamu yang datang".
"Artinya Benjang Batok ini disebut Siloka atau kata lainnya Kirata yang memiliki nama panjang dikira-kira tapi nyata," ucap Mang Koko.
Apabila disimpulkan arti kata Benjang Batok yaitu, memberikan pelayanan yang baik untuk pendatang atau tamu. Di Kabupaten Pangandaran sendiri Kesenian Benjang Batok dikembangkan oleh Saung Angklung Mang Koko yang berada di Desa Cibanten, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Dulu awalnya kesenian Benjang Batok hanya mengandalkan suara ketukan batok yang ditepuk. Kini kesenian ini dikolaborasikan dengan alat musik tradisional. "Alat musik yang mengiringi Benjang Batok diantaranya, angklung alit atau angklung buncis, kendang, kecrek, jenglong dan terompet," ujarnya.
Dia menuturkan, untuk jumlah penari kesenian ini tidak memiliki pakem atau jumlah pasti. "Yang penting tarinya berkelompok lebih dari 3 orang," ucap dia.
Nama Benjang Batok pertamakali dikenalkan oleh Ibu Eloh, dia merupakan penari dan penyanyi Benjang Batok pertama. "Dari catatan yang disampaikan mulut ke mulut ibu Eloh penari pertama Benjang," katanya.
Selain itu, Ibu Eloh merupakan pioner munculnya Benjang Batok di Dusun Karangpaci, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
"Seni buhun ini memiliki nilai-nilai sisa perjuangan untuk bela negara dari penjajah," kata Mang Koko.
Kata dia, saat zaman terjadinya kerja paksa atau romusha di berbagai tempat hingga menyebabkan banyak korban. "Perkumpulan perempuan di Karangpaci waktu itu berhimpun untuk melakukan cara agar para suaminya tidak ikut diajak romusha," katanya.
"Waktu kedatangan penjajah sekumpulan perempuan Karangpaci membuat gerakan tari dengan menepuk punggung batok kelapa sambil menari dan bernyanyi," kata Koko
Sebagai sebuah hiburan, Benjang Batok menjadi kesenian yang menampilkan suatu kesenian yang menarik. Waktu itu, kata Koko, kesenian ini untuk menyambut tamu, penari Benjang Batok berhasil membuat penjajah Jepang merasa terhibur dan asyik menyaksikan gerakan tarian.
"Kesenian itulah yang buat penjajah akhirnya lupa dengan niatnya untuk melakukan romusha pada waktu itu, karena asyik menikmati hiburan Benjang Batok," ucap Mang Koko.
Alhasil para suami dari penari Benjang Batok berhasil melarikan diri untuk terhindar dari kerja paksa. "Sedangkan para penjajah waktu itu dalam kondisi mabuk," ucap dia.
Mulai Langka Dipertunjukan
Koko mengatakan, kesenian buhun Benjang Batok saat ini cukup langka tampil, kecuali ada kegiatan khusus atau penampilan undangan.
"Biasanya tampil kalau ada kegiatan khusus di sanggar. Kalau di acara hajatan, event dan sebagainya sudah langka," ucap Koko.
Menurutnya, untuk para penari pun saat ini mulai regenerasi dan melatih anak-anak penari yang ada di sanggar.
"Untuk tetap mempertahankan kesenian itu, kami melatih para penari muda untuk tetap mengetahui tarian ini," katanya.
(mso/mso)