Dari Limbah Jadi Rupiah: Kerajinan Batok Kelapa Pangandaran Mendunia

Dari Limbah Jadi Rupiah: Kerajinan Batok Kelapa Pangandaran Mendunia

Aldi Nur Fadillah - detikJabar
Senin, 17 Mar 2025 09:30 WIB
Kerajinan batok kelapa Pangandaran.
Kerajinan batok kelapa Pangandaran. Foto: Aldi Nur Fadillah
Pangandaran -

Kerajinan batok kelapa asal Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, berhasil menembus pasar Eropa. Asep Ali Imron (50), seorang perajin asal Karangbenda, Kecamatan Parigi, sukses mengubah limbah batok kelapa menjadi produk bernilai tinggi yang kini diminati hingga Swiss, Jerman, dan Jepang.

Asep, pemilik Saung Kalapa Pangandaran, awalnya tidak sengaja menekuni kerajinan ini. Berawal dari keisengannya menawarkan produk buatannya kepada seorang teman di Swiss, ternyata respons yang diterima sangat positif. Produk seperti wadah lilin dan lampu menarik minat konsumen di luar negeri, sehingga Asep mulai serius mengembangkan usahanya.

"Alhamdulillah, dari iseng membuat kerajinan batok kelapa, ternyata banyak yang tertarik, terutama dari luar daerah dan luar negeri," ujar Asep saat ditemui detikJabar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asep mulai menekuni usaha kerajinan batok kelapa sejak tahun 2010. Keresahannya melihat limbah batok kelapa yang terbuang sia-sia mendorongnya untuk berkreasi.

"Saat itu saya melihat banyak batok kelapa yang dibuang begitu saja. Saya pun mencoba membersihkan dan mengolahnya menjadi mangkuk," kenangnya.

ADVERTISEMENT

Pada awalnya, produk yang dibuat Asep hanya berupa gelas dan mangkuk. Namun, karena dianggap unik dan menarik, permintaan pun perlahan meningkat. Untuk bahan baku, Asep bekerja sama dengan para petani kelapa yang tidak memanfaatkan batoknya.

Tahun 2017 menjadi titik balik bagi Asep. Dengan Pangandaran yang baru menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), ia mulai sering mengikuti pameran UMKM. Dari situ, produknya semakin dikenal, dan ia berani membuka galeri dengan nama Saung Kalapa Pangandaran.

"Saya melihat prospek besar dalam kerajinan ini. Saat itu saya mulai mengembangkan berbagai jenis produk, hingga kini ada sekitar 40 jenis kerajinan batok kelapa yang kami hasilkan," jelasnya.

Saat ini, Saung Kalapa Pangandaran memproduksi berbagai barang seperti jam dinding, piring kayu, wadah dapur, asbak, dan tempat sambal. Selain itu, Asep juga menerima pesanan khusus seperti souvenir gantungan kunci dan talenan.

Permintaan Ekspor ke Eropa

Ekspor produk batok kelapa Asep pertama kali dilakukan pada tahun 2022. Temannya di Swiss membantunya memasarkan produk tersebut di sana.

"Saat itu saya mengirimkan sampel, ternyata responsnya bagus. Produk yang paling diminati adalah wadah lilin. Pada tahun 2021-2022, saya rutin mengirim sekitar 300 pis setiap bulan," ujarnya.

Selain ke Swiss, produk Asep juga dikirim ke Jerman dan Jepang. Namun, ekspor berhenti pada tahun 2022 akibat dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat kondisi ekonomi global tidak stabil.

"Saat itu pembeli dari Swiss mengabarkan bahwa ekonomi sedang sulit, jadi permintaan menurun," ungkapnya.

Kerajinan batok kelapa Pangandaran.Kerajinan batok kelapa Pangandaran. Foto: Aldi Nur Fadillah

Omzet dan Tantangan Usaha

Ketika ekspor sedang berjalan lancar, Asep bisa memperoleh omzet hingga Rp 50 juta per bulan. Namun, setelah ekspor terhenti, pendapatan turun drastis.

"Sekarang omzet sekitar Rp 5 juta per bulan. Meski lebih kecil, saya tetap bersyukur karena masih ada yang membeli ke galeri," katanya.

Asep mengaku tetap optimistis menjalankan usahanya meski menghadapi berbagai tantangan. Baginya, usaha kerajinan batok kelapa ini adalah bentuk ikhtiar dan kreativitas tanpa batas.

Pembuatan kerajinan batok kelapa memerlukan ketelitian dan proses yang cukup panjang. Dalam satu hari, Asep bisa menghasilkan 3-10 produk, tergantung tingkat kerumitan desain. Pembuatan kerajinan batok ini melewati beberapa proses, seperti cara memilih hingga pengamplasan. Awalnya, batok kelapa dibersihkan, dipotong, dan dijemur selama sehari. Kemudian, dilanjut dengan pengamplasan untuk menghilangkan bulu, menghaluskan tekstur, dan finishing. Dilanjut dengan produk diberi lapisan natural oil agar tampak mengkilap dan tahan lama.

Setiap bulan, Asep bisa mengirim sekitar 200-500 pis produk tergantung pesanan. Selain pasar luar negeri, produknya juga diminati di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Medan, Kalimantan, dan Bangka Belitung.

Untuk harga, produk Asep cukup terjangkau, mulai dari Rp 10.000 untuk sendok, Rp 20.000 untuk mangkuk, hingga Rp 100.000 untuk hiasan lampu dan teko batok kelapa.

Kisah sukses Asep Ali Imron dalam mengembangkan kerajinan batok kelapa membuktikan bahwa kreativitas dan ketekunan dapat membuka peluang hingga ke pasar internasional. Meskipun ekspor sempat terhenti, ia tetap berinovasi dan beradaptasi dengan pasar lokal.

Transaksi Digital

Dengan memanfaatkan teknologi digital seperti QRIS dan marketplace, Asep berharap bisnisnya terus berkembang dan kembali menembus pasar ekspor. "Saya tetap optimis. Insyaallah, kalau ada kesempatan ekspor lagi, saya pasti siap," tutupnya.

Dalam penjualannya, Asep memanfaatkan teknologi pembayaran digital melalui QRIS BRI. "Kalau ada pameran, saya selalu membawa QRIS karena lebih praktis dan tidak perlu ribet dengan uang kembalian," jelasnya.

Salah satu pelanggan setianya, Deni Nurdiansyah (32), mengaku lebih nyaman bertransaksi menggunakan QRIS. "Kalau belanja langsung ke galeri, saya lebih suka pakai QRIS BRI. Lebih simpel dan tidak perlu uang tunai," katanya.

Regional CEO BRI Bandung, Sadmiadi, menambahkan bahwa QRIS telah menjadi solusi transaksi yang cepat, mudah, dan aman bagi para pelaku UMKM. "Kami mendukung penuh penggunaan QRIS sebagai alat pembayaran digital yang praktis, terutama bagi UMKM seperti Saung Kalapa Pangandaran," katanya.

Di tahun 2023, transaksi melalui QRIS BRI meningkat drastis, dari 1,9 juta transaksi pada 2022 menjadi 8,9 juta transaksi.

(sud/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads