Melihat kondisi itu, Dinas Perpustakaan dan Arsip (DPA) Kabupaten Indramayu mulai bergerak cepat. Menurutnya, wastra atau kain tradisional khas karya perajin asal Kabupaten Indramayu itu harus diselamatkan.
Baca juga: Cara Baru Menikmati Kota Cirebon dari Udara |
Seperti di sudut perpustakaan Daerah Indramayu, tiga motif kain terlihat mejeng di antara rak buku dan koleksi literatur lainnya. Diantaranya kain motif suwuk dan motif babaran.
Dalam akuisisinya, DPA Indramayu juga melakukan duplikasi beragam penghargaan yang dimiliki Sunarih, satu-satunya perajin tenun gedogan yang kini masih hidup. Dari tahun 2009 lalu, Sunarih sudah banyak mengantongi penghargaan dari berbagai lembaga termasuk pemerintah Kabupaten Indramayu. Hal itu karena kegigihannya dalam melestarikan warisan budaya.
"Bulan kemarin kami melakukan akuisisi. Memang cukup sulit ya untuk menjangkau data lebih dalam tentang tenun itu karena saat ini tersisa hanya Ibu Sunarih itu yang masih melestarikannya," kata Kepala DPA Indramayu, Aan Hendrajana, Sabtu (14/10/2023).
Selain kain tenun, DPA juga menyisipkan barcode pada bingkai kain tersebut. Hal itu ditunjukkan untuk kemudian bisa menjadi bahan literatur bagi para pengunjung.
Menurunnya kerajinan tenun gedogan di Desa Juntikebon itu disebabkan banyak faktor. Kendati demikian, dengan dilakukan edukasi dan pengenalan masif kepada masyarakat akan bisa menambah upaya pelestarian wastra khas Indramayu itu.
"Jadi kami harapkan masyarakat bisa lebih mengenali lagi kain tenun gedogan Indramayu. Sehingga nantinya mereka banyak yang mau mempelajari nya lagi," jelas Aan.
Baca juga: Memahami Naskah Kuno Lewat Sajian Berbeda |
Aan menilai, kerajinan yang sudah masuk kategori Warisan Budaya tak Benda (WBTB) itu bisa menjadi peluang bisnis bagi masyarakat Indramayu. Meski proses pembuatannya tergolong cukup rumit dan memakan waktu, namun harga kain tersebut cukup tinggi.
"Upaya pelestarian sih ada, cuma ya tadi karena kan proses nya agak rumit jadi banyak juga yang tidak melanjutkannya," ujarnya. (sud/sud)