Boboko, nyiru hingga aseupan kini menjadi alat yang jarang digunakan sebagian besar masyarakat, terutama di Jawa Barat. Alat yang biasanya dipakai untuk menanak nasi di kalangan masyarakat Sunda, itu sekarang fungsinya sudah tergantikan oleh benda-benda yang dianggap lebih praktis dan modern, salah satunya magicom.
Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Cece Sobarna pun punya alasan kenapa benda-benda seperti boboko, nyiru hingga aseupan kini keberadaannya mulai ditinggalkan. Pakar di bidang Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya itu menyebut, telah terjadi pergeseran budaya sehingga alat-alat tradisional yang dulu akrab di kalangan masyarakat Sunda tersebut akhirnya ditinggalkan.
"Kalau saya melihatnya wajar, karena benda-benda budaya itu sesuai dengan fungsinya. Sekarang kan tergantikan oleh benda-benda yang lebih praktis, modern, dan mungkin lebih murah juga. Jadi sangat wajar akhirnya ditinggalkan sama masyarakat kita," kata Prof Cece saat berbincang dengan detikJabar, Minggu (12/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Cece mengungkap, selain memang karena budaya Bangsa Indonesia yang terbuka, modernisasi juga turut mempengaruhi hal tersebut. Namun demikian, Prof Cece masih berharap alat-alat tradisional yang biasanya akrab di kalangan masyarakat Sunda seperti boboko, nyiru dan aseupan tetap dipertahankan keberadaannya, setidaknya oleh masyarakat di wilayah pedesaan.
Atau kalau tidak, jika kondisinya sudah ekstrem, harus segera ada pendokumentasian agar alat-alat tradisional tersebut tidak hilang begitu saja dari masyarakat. Pendokumentasian dilakukan supaya generasi selanjutnya bisa mengetahui tentang fungsi alat itu.
![]() |
"Sebetulnya tidak boleh hilang begitu saja, ya paling tidak harus didokumentasikan segera benda-benda semacam itu. Jangan sampai hilang begitu saja tanpa ada bekas," tuturnya.
"Tapi memang, yang saya harapkan masyarakat di perkampungan itu masih mempertahankan alat-alat ini. Selain karena lokasinya yang masih belum semuanya terjangkau oleh modernisasi, di kampung-kampung itu masih tersedia bahannya, lahannya, atau orang yang mengerjakannya. Kalau di kota kan sudah susah, tapi kalau di wilayah pinggiran itu masih memungkinkan," katanya menambahkan.
Untuk itu, Prof Cece pun menginginkan masyarakat di pedesaan khususnya, bisa terus mempertahankan keberadaan alat seperti boboko, nyiru dan aseupan. Selain untuk pelestarian, keberadaan alat tradisional itu juga bisa dilanjutkan lagi oleh para generasi selanjutnya.
"Karena transfer ke generasi kita itu sangat berpengaruh betul. Kalau orang-orang tua kita dulu di kota itu masih menggunakan itu misalkan, tapi kalau yang sekarang generasi kita tidak menggunakan alat-alat tradisional lagi," pungkasnya.
(ral/yum)