Tari Topeng adalah salah satu kesenian asal Cirebon. Sama dengan kesenian lainnya di Jawa Barat, Tari Topeng Cirebon memiliki cerita, nilai historis, dan filosofisnya.
Tari Topeng Cirebon memiliki makna yang cukup mendalam, yaitu tentang awal mula terciptanya alam semesta beserta manusia.
Dalam pertunjukannya, setiap penari kesenian ini mengenakan sebuah topeng. Topeng Cirebon itu terbuat dari kayu yang cukup lunak, yaitu 'kayu jarang'. Dalam pembuatannya, sang pengrajin sangat membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Sebab, proses pembuatannya membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yaitu setidaknya satu hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 7 Tarian Khas Asal Jawa Barat Paling Populer |
Dalam pementasan Tari Topeng Cirebon, dikenal lima Topeng Cirebon yang juga disebut Topeng Pancawanda. Kelima topeng tersebut adalah Panji, Samba (Pamindo), Rumyang, Patih (Tumenggung), dan Kelana (Rahwana).
Setiap topeng tersebut juga memiliki maknanya masing-masing. Panji berwajah putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir dan perawakan Sang Hyang Tunggal. Samba melambangkan anak-anak yang ceria, lucu, dan lincah.
Rumyang menggambarkan remaja. Patih melambangkan orang dewasa yang berwajah tegas, memiliki kepribadian yang kuat, serta bertanggung jawab. Terakhir, Kelana menggambarkan seseorang yang sedang marah.
Popularitas Topeng Cirebon menyebabkan eksistensi kesenian ini menyebar ke pedesaan. Alhasil, tarian itu mengalami berbagai transformasi yang melahirkan berbagai gaya dan aliran baru seperti Losari, Selangit, Kreo, serta Palimanan.
Bagaimana asal-usul kesenian ini?
Asal Usul Tari Topeng
Babad Cirebon Carang Satus yang ditulis oleh Elang Yusuf Dendrabrata menyebut Tari Topeng Cirebon diciptakan dalam rangka penyebaran agama Islam. Dalam Babad itu, diceritakan Tari Topeng digunakan Sunan Gunung Jati dalam menghadapi ancaman Pangeran Welang dari Karawang yang ingin menaklukkan Keraton Cirebon.
Sunan Gunung Jati yang menolak jalur kekerasan memilih jalan diplomasi melalui kesenian. Akhirnya dipertunjukkanlah Tari Topeng Cirebon oleh Nyi Mas Gandasari. Dirinya kemudian berhasil memikat hati Pangerang Welang. Karena terpikat, Pangeran Welang pun menyerahkan pusaka Curug Sewu, meminang Nyi Mas Gandasari, dan memeluk agama Islam.
Di sisi lain, melansir dari situs resmi Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon, dikarenakan masyarakat Indonesia di masa lampau tidak akrab dengan tulis-menulis, pencipta tarian kesenian ini pun tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, diketahui Tari Topeng Cirebon setidaknya sudah dikenal sejak zaman Hayam Wuruk masih menjabat sebagai raja Kerajaan Majapahit di tahun 1300-1400 Masehi.
Setelah Kerajaan Majapahit jatuh, tarian ini kembali dilestarikan oleh para Sultan Demak. Kemudian, tarian tersebut turut terbawa bersamaan dengan penyebaran politik Demak ke seluruh daerah pesisir Jawa, yang sampai ke Keraton Cirebon dan Keraton Banten.
Topeng Cirebon sendiri dipercaya sebagai simbol penciptaan semesta menurut kepercayaan Indonesia di masa lampau dan Hindu-Buddha-Majapahit. Kesenian ini juga berkaitan dengan paham emanasi Hindu-Buddha yang tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena ciptaan adalah bagian dari Sang Hyang Tunggal.
Sang Hyang Tunggal sendiri dipercaya sebagai suatu sosok ketunggalan mutlak dan ketidak-berbedaan di kala semesta adalah keberbedaan. Filsuf Yunani dan filsuf alam juga berpedoman pada pemahaman ini yang memandang segala sesuatu terdiri atas pasangan kembar yang saling bertentangan, tetapi tetap sebuah pasangan.
Karena sifat yang dikenal manusia itu saling bertentangan, Sang Hyang Tunggal pun dipercaya sebagai pasangan oposisi kembar yang hadir dalam keseimbangan yang sempurna. Topeng Cirebon menyimbolkan awal mula Sang Hyang Tunggal memecah diri-Nya menjadi pasangan kembar yang saling bertentangan itu, seperti terang dan gelap, lelaki dan perempuan, daratan dan lautan.
Baca juga: Sejarah Tari Merak dan Asal-usul Gerakannya |
Oleh karena itu, Sang Hyang Tunggal disimbolkan melalui Topeng Panji yang tidak dapat kita kenali pasti apakah topeng tersebut perwujudan lelaki atau perempuan. Atas sebab itu pula Topeng Panji berkedok putih bersih tanpa hiasan. Gerak tariannya juga minim, tetapi diiringi gamelan yang gemuruh.
Empat topeng lainnya juga diketahui sebagai perwujudan pembagian diri Sang Hyang Tunggal itu sendiri. Kedok itu terlihat dari Samba-Rumyang berwarna yang cerah dan Patih-Klana berwarna gelap. Karena adanya paham dewa-raja di masa kerajaan zaman dahulu, Topeng Panji hanya bisa ditarikan oleh seorang raja sebuah kerajaan. Pasalnya, raja adalah dewa itu sendiri, mewakilkan kehadiran Sang Hyang Tunggal.
Ritual Tari Topeng
Dikenal amat sakral, Tari Topeng Cirebon bukanlah sebuah tontonan hiburan. Pasalnya, diperlukan puasa, pantang, dan semedi sebelum menarikan topeng ini. Hingga kini, semua syarat tersebut masih dipatuhi oleh para dalang di daerah Cirebon.
Sebelum menari, sesajian pun harus dimunculkan terlebih dahulu sebagai lambang dualisme dan sosok yang esa. Oleh karena itu, sesajian dalam Tari Topeng Cirebon biasanya menggunakan bedak, sisir, dan cermin yang melambangkan perempuan, disertai oleh cerutu atau rokok yang melambangkan laki-laki.
Selain itu, ada juga bubur merah yang melambangkan dunia manusia dan bubur putih yang melambangkan dunia atas. Terdapat pula pisang melambangkan lelaki, buah jambu melambangkan perempuan. Terakhir, terdapat air kopi yang melambangkan dunia bawah, air putih melambangkan dunia atas, dan air teh melambangkan dunia tengah.
(tey/tey)