Kabupaten Cianjur disebut menjadi daerah yang bersahabat baik dengan Kerajaan Mataram. Bahkan sejarawan Cianjur menyebut jika persahabatan itu tidak lepas dari diplomasi politik yang penuh simbol menarik.
Bahkan lewat diplomasi yang unik, Mataram memberikan tiga hadiah yang dua di antaranya masih ada hingga sekarang dan menjadi kebudayaan yang terus dilestarikan.
Sejarawan Cianjur Luki Muharam mengatakan sejarah komunikasi diplomasi dan hubungan erat Cianjur dengan Mataram ini terjadi pada zaman kolonial Belanda tahun 1707 ketika kepemerintahan Cianjur di pimpin oleh Raden Ariawiratanu 2 yang memiliki nama asli Raden Wiratamanggala (1691-1707).
Saat itu, Sultan Mataram yang baru naik tahta memanggil semua pimpinan daerah di tanah Jawa untuk menghadap sebagai daerah taklukan.
"Di masa pemerintahan Ariawiratanu 2, bupati atau dalem Cianjur saat itu kedatangan utusan dari Mataram untuk segera menghadap. Jika tidak, maka dianggap sebagai pembangkangan," kata dia, Minggu (21/8/2022).
Raden Wiramanggala pun memanggil dua adiknya yang bernama Raden Aria Wiradimanggala atau disebut juga Raden Aria Kidul dan Raden Aria Natadimanggala atau disebut Raden Aria Cikondang.
Awalnya salah satu adik dari Bupati Cianjur kedua itu menyarankan untuk berperang. Namun kemudian Raden Aria Kidul menyarankan untuk memakai cara diplomasi agar masyarakat Cianjur tidak menjadi korban penderitaan berikutnya.
"Pada akhirnya dipilihlah jalan diplomasi, dan Dalem Ariawiratanu II memohon bantuan pada Raden Aria Kidul yang piawai dalam ke sastraan untuk membuat surat peruntukan Raja Mataram," kata dia.
Dalem atau Bupati Cianjur pun mengutus kedua adiknya dengan membawa sebuah surat berjudul 'Serat Kalih', dimana surat itu berisi seolah Cianjur menyerah dan tunduk patuh pada Mataram.
"Surat itu ditulis dalam bahasa Jawa, dimana isinya jikaAriawiratanu II sebagai Bupati Sunda barat menyerahkanCianjur, seluruh kekayaan sampai ke ayam danitiknya diserahkan bagi baginda (SultanMataram)," kata dia.
(mso/mso)