Diplomasi 3 Biji Beras hingga Cabai Jadikan Cianjur Sahabat Mataram

Diplomasi 3 Biji Beras hingga Cabai Jadikan Cianjur Sahabat Mataram

Ikbal Selamet - detikJabar
Minggu, 21 Agu 2022 20:01 WIB
Simbiosasi diplomasi seserahan dan surat Kalih Cianjur untuk Mataram
Simbiosasi diplomasi seserahan dan surat Kalih Cianjur untuk Mataram (Foto: Ikbal Selamet/detikJabar).
Cianjur -

Kabupaten Cianjur disebut menjadi daerah yang bersahabat baik dengan Kerajaan Mataram. Bahkan sejarawan Cianjur menyebut jika persahabatan itu tidak lepas dari diplomasi politik yang penuh simbol menarik.

Bahkan lewat diplomasi yang unik, Mataram memberikan tiga hadiah yang dua di antaranya masih ada hingga sekarang dan menjadi kebudayaan yang terus dilestarikan.

Sejarawan Cianjur Luki Muharam mengatakan sejarah komunikasi diplomasi dan hubungan erat Cianjur dengan Mataram ini terjadi pada zaman kolonial Belanda tahun 1707 ketika kepemerintahan Cianjur di pimpin oleh Raden Ariawiratanu 2 yang memiliki nama asli Raden Wiratamanggala (1691-1707).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, Sultan Mataram yang baru naik tahta memanggil semua pimpinan daerah di tanah Jawa untuk menghadap sebagai daerah taklukan.

"Di masa pemerintahan Ariawiratanu 2, bupati atau dalem Cianjur saat itu kedatangan utusan dari Mataram untuk segera menghadap. Jika tidak, maka dianggap sebagai pembangkangan," kata dia, Minggu (21/8/2022).

ADVERTISEMENT

Raden Wiramanggala pun memanggil dua adiknya yang bernama Raden Aria Wiradimanggala atau disebut juga Raden Aria Kidul dan Raden Aria Natadimanggala atau disebut Raden Aria Cikondang.

Simbiosasi diplomasi seserahan dan surat Kalih Cianjur untuk MataramPohon Saparantu di Cibalagung hadiah dari Mataram yang hingga saat ini masih berdiri kokoh (Foto: Ikbal Slamet/detikJabar).

Awalnya salah satu adik dari Bupati Cianjur kedua itu menyarankan untuk berperang. Namun kemudian Raden Aria Kidul menyarankan untuk memakai cara diplomasi agar masyarakat Cianjur tidak menjadi korban penderitaan berikutnya.

"Pada akhirnya dipilihlah jalan diplomasi, dan Dalem Ariawiratanu II memohon bantuan pada Raden Aria Kidul yang piawai dalam ke sastraan untuk membuat surat peruntukan Raja Mataram," kata dia.

Dalem atau Bupati Cianjur pun mengutus kedua adiknya dengan membawa sebuah surat berjudul 'Serat Kalih', dimana surat itu berisi seolah Cianjur menyerah dan tunduk patuh pada Mataram.

"Surat itu ditulis dalam bahasa Jawa, dimana isinya jikaAriawiratanu II sebagai Bupati Sunda barat menyerahkanCianjur, seluruh kekayaan sampai ke ayam danitiknya diserahkan bagi baginda (SultanMataram)," kata dia.

Namun di sisi lain, utusan tersebut juga membawa seserahan berupa tiga biji beras, tiga biji lada, dan tiga biji cabai.

"Jadi seserahan itu merupakan pesan tersirat sebagai upaya diplomasi. Seserahan atau persembahan itu simbol yang jika diartikan ialah Cianjur merupakan daerah yang baru saja terbentuk, belum sepenuhnya makmur. Itu tergambar dari tiga biji beras dan pada sebagai simbol pangan serta rempah. Namun ada pesan lainnya dari tiga biji cabai, yang diartikan meski daerah baru Cianjur akan melawan jika diinjak hargadirinya," ungkap dia.

Luki menyebut jika banyak utusan dari daerah lain yang bingung melihat pesan tersirat dan tersurat dari Cianjur yang diserahkan pada Sultan Mataram. Pasalnya urusan lain menyerahkan banyak hadiah mewah sebagai pengakuan mereka berada di bawah Kerajaan Mataram.

Namun Sultan Mataram yang mengerti akan pesan tersebut langsung tersenyum seraya mengumumkan jika Cianjur bukan daerah bawahan, melainkan sahabat dari Mataram.

"Kala itu Sultan Mataram mengakui Cianjur sebagai sahabat, bahkan disebutkan jika siapapun yang mengusik Cianjur maka juga mengusik Mataram," ungkap dia.

Tidak hanya itu, Sultan Mataram juga memberikan tiga buah hadiah, yakni biji pohon saparantu, seekor kuda, serta keris yang diambil langsung dari pinggang sang Sultan.

Menurut Luki, ketiga hadiah ini juga memiliki pesan tersendiri, dimana biji pohon saparantu merupakan harapan agar Cianjur bisa panjang umur selayaknya pohon tersebut, kuda sebagai simbol Cianjur harus segera membangun.

"Jadi keris sebagai simbol persaudaraan, pohon sebagai simbol dan harapan agar Cianjur abadi seperti panjangnya usia pohon saparantu, serta Cianjur diminta segera mempercepat pembangunan seperti cepatnya lari kuda balap yang diberikan Sultan Mataram. Jadi diplomasi simbol dibalas dengan simbol juga," kata dia.

Dia menyebut tiga hadiah itupun dibawa ke Cianjur. Biji Saparantu langsung ditanam di kawasan Cibalagung Kecamatan Mande dan berdiri kokoh hingga sekarang dan kuda menjadi kebudayaan yang dikenal dengan Kuda Kosong lantaran selama perjalanan dari Mataram ke Cianjur kuda hadiah untuk Dalem Cianjur itu tak ditunggangi siapapun.

Namun sayang, keris pemberian Sultan Mataram hilang tanpa jejak dan tidak ditemukan keberadaannya hingga saat ini.

"Tiga hadiah itu menjadi kisah yang selalu disampaikan dalam momen hari jadi Cianjur, sebagai pembelajaran bagi masyarakat berapa hebatnya pendiri Cianjur dalam berdiplomasi," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(mso/mso)


Hide Ads