Banjir bandang yang menerjang Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya menyisakan kesedihan bagi masyarakat kampung adat tersebut.
Dampak banjir merenggut harta benda berupa sawah dan puluhan kolam ikan. Jika dinilai Rupiah kerugian boleh jadi tak terlalu signifikan. Tapi bagi masyarakat adat Kampung Naga lain cerita. Perikanan dan pertanian selama ini menjadi penopang utama perekonomian masyarakat.
Kerusakan hektaran sawah bagi mereka masalah besar, apalagi mereka baru saja menanam. Artinya mereka baru saja mengeluarkan modal. Selain itu banjir juga merusak saluran drainase, yang berarti butuh waktu dan biaya untuk memperbaikinya hingga mereka bisa menanam kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu juga dengan kolam ikan, yang selama ini menjadi tabungan pangan bagi masyarakat Kampung Naga.
"Kasihan yang mau hajatan, ada 2 warga yang mau menikahkan anaknya. Rencananya minggu depan. Dari kemarin ikan sudah dikumpulkan di kolam, sekarang habis tak ada sisa dibawa banjir," kata Wariyah (72) warga Kampung Naga.
Tradisi di kampung adat itu jika ada warga yang hendak kenduri akan dibantu oleh seluruh warga. Diantaranya untuk kebutuhan bahan makanan, warga patungan menyumbang, termasuk memberi ikan. "Yang mau hajatan itu Ade dan Surtini, kasihan mereka ikannya habis," kata Mariyah.
Wariyah sendiri mengalami kerugian serupa, sepetak sawahnya rusak. Beruntung tak sampai hanyut, benih padi yang baru ditanam 3 hari lalu masih bisa diselamatkan. "Tak sampai terkubur, benih masih bisa ditegakkan kembali," katanya.
Perempuan kelahiran 1950 itu masih tampak bugar dan cekatan memperbaiki kerusakan sawahnya. Dia mengatakan musibah yang terjadi di Kampung Naga ini mesti menjadi bahan introspeksi bagi semua orang.
"Lenyepaneun urang sarerea (bahan pemikiran untuk kita semua). Saumur hirup didieu, kakara ayeuna caah badag model kieu (seumur hidup tinggal di sini, baru sekarang banjir besar seperti ini)," kata Wariyah.
Kengerian yang terjadi pada saat kampungnya diterjang banjir bandang, mengingatkan Wariyah pada insiden pembakaran Kampung Naga oleh gerombolan DI/TII.
"Sora cai datang ngaguruh, inggis. Bet ras inget basa jaman gorombolan ieu lembur diduruk. (suara air datang bergemuruh, ngeri. Tetiba ingat waktu zaman gerombolan membakar kampung ini," kata Wariyah. Dia menambahkan gerombolan DI/TII membakar kampung ini sekitar tahun 1958, saat dirinya masih kecil.
Dodo warga Kampung Naga lainnya mengaku pasrah dengan musibah ini. Dia mengaku tak menyesali isi kolam miliknya yang hanyut. "Keun bae, banda mah ngan saukur tatalang raga. Ku salamet na oge urang teh kudu sukuran. (Tak masalah, harta benda hanya pemuas raga. Bisa selamat seharusnya kita bersyukur)," kata Dodo.
Dia dibantu warga lain, tengah mengeruk endapan pasir dan lumpur yang memenuhi kolam ikan miliknya. Seisi kampung Naga sepanjang hari Sabtu ini bekerja gotong royong membereskan dampak banjir.
(yum/yum)