Keadaan Jalan Supratman, kota Bandung kala itu sedang macet. Tampak seorang lelaki paruh baya dengan pakaian batik berwarna merah sambil membawa balon beragam ukuran. Suparman namanya. Ia menjual balon dan menawarkan ke pengendara dan warga yang melintas.
Lelaki berusia 56 tahun itu berasal dari Tasikmalaya. Suparman merantau ke Kota Bandung kala Dada Rosada menjadi wali kota. Dulunya, Suparman adalah pekerja proyek. Hasratnya sebagai pekerja luntur seketika kala memandang penjual balon yang ramai pembeli. Suparman pun tergiur. Ia menyimpan rapi momen di Gasibu itu. Momen itu menuntun Suparman untuk memilih jalan hidupnya. Ya, memilih sebagai penjual balon.
"Kan bapak awalnya kerja di proyek, melihat orang-orang berjualan begini pas hari Minggu di Gasibu pada laku. Pas libur kerja, bapak nongkrong di Gasibu, pas penjual balon lewat sama bapak ajak ngobrol, bagaimana caranya kalau jualan begini, persyaratannya apa aja. Kata dia (penjual balon) nggak ada, terus dikasih alamatnya. Bapak ke sana dan jualan balon ini," kata Suparman kepada detikJabar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dikarenakan bapak sudah tua, kalau kerja yang berat-berat gak kuat, ini kan gampang kan jualnya tinggal ngambil di orang, nanti setor ke yang punyanya, bapak ngambil komisi. Dulu mah saat dari garasi ke Sabuga, bawa balon 50 biji, di jalannya udah banyak yang beli sampai ke tempat sisa 30 biji. Kalau sekarang bawa 30 biji ke Sabuga sampai ke Sabuga ya tetep 30 biji," tuturnya.
Di pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, Suparman mulai membawa balon untuk di jualnya. Jalur yang sering ia lewati yakni Dago, Sabuga, Cihampelas dan Jalan Riau hingga sore hari. Ia biasanya menjual dengan harga Rp 15-20 ribu.
Jika ada wisuda di kampus-kampus ternama seperti ITB dan Unpad, Suparman membuka lapak untuk berjualan balon yang dibawanya itu sering laku. Namun akhir-akhir ini ketika ada wisuda di kampus tersebut jualannya sepi.
"Kan ada yang ngasih tahu bapak, kalau di ITB ada wisuda. Alhamdulillah memang bagus kadang-kadang lakunya 40-50 biji. Kalau misalnya ada wisuda sekarang bawa 30, 30 juga masih kebawa lagi," kata Suparman.
Kadang hujan membuat Suparman tak bisa leluasa berjualan. Suparman terpaksa mengembalikan balon bosnya. Tentu tanpa hasil yang ia harapkan.
"Kalau hujan sampai pulang kan balonnya di pundak nggak bisa terbang, terus kebasahan. Kalau nggak ada yang beli ya udah balik lagi, nggak apa-apa yang penting mah jangan terbang, jangan rusak," tuturnya.
Suparman memiliki dua anak. Mereka sudah bekerja. Namun, Suparman enggan merepotkan anak-anaknya selagi masih kuat dan sehat.
"Kalau masih kuat berdiri, berjalan masih normal, makan masih normal, ya udah usaha sendiri aja kita mampu mah, jadi nggak usah repotin anak, soalnya anak juga punya beban apalagi yang punya suami harus ngurus, terus ngurus anaknya juga," tuturnya.
Uang yang didapatkan, ia gunakan untuk keperluannya dan menabung. Di akhir percakapan, ia berharap memiliki tabungan untuk modal jualan dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang kesulitan.
"Harapannya barangkali ke depannya kalau punya tabungan sendiri, minimal modal jualan otomatis punya anak buah satu atau dua orang nah itu kan nantinya ngalir. Terus nanti kan bisa nolong orang juga yang mau jualan silakan," pungkas Suparman.
(sud/sud)