Pagi itu, Minggu (5/3/2023), Bukit Candi Cicalengka, Kabupaten Bandung, seolah menjadi magnet yang kuat bagi orang-orang yang ingin membelanjakan uang mereka. Lokasi yang biasanya sepi berubah ramai saat Minggu pagi.
Bukit Candi memang dipakai warga Cicalengka, Kabupaten Bandung, untuk berolahraga atau jalan-jalan santai semata saat weekend. Tak hanya warga dari Cicalengka, banyak juga warga yang ikut merayakan hari libur mereka di sekitaran Bukit Candi tersebut seperti dari Kecamatan Cikancung hingga yang paling jauh adalah Kecamatan Nagreg.
Situasi ini membuat pasar tumpah terjadi. Bukit Candi seakan menjadi saksi bisu bagi para pedagang untuk menyambung hidup, dari jualan balon, hewan reptil, pertunjukan seni, hingga pakaian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi para pedagang kehadiran para warga yang berolahraga menjadi berkah. Salah satunya bagi Abeh (60), pedagang cipet atau aci dicepet, sebuah makanan tradisional dari Jawa Barat.
Bagi Abeh (60), berdagang di Bukit Candi adalah keharusan. Setiap Minggu pagi ia duduk di pinggiran jalan dengan kompor yang didesain sedemikian rupa untuk menahan angin yang menerpa. Ia menyiapkan sebuah makanan yang terbuat dari Aci yang sudah diolah dengan berbagai bumbu lantas mencapitnya dengan dua besi panas.
"Lakar strip Cipet," teriakan Abeh menawarkan dagangan panasnya kepada orang-orang yang tengah berlalu-lalang.
"Makanan ini terbuat seratus persen dari tepung aci atau tepung tapioka, nah kalau yang berwarna merah biasanya di campur dengan pewarna makanan atau terasi, tapi Mang (sebutan pedagang di Jawa Barat) mah pakenya pewarna makanan, karena kalau terasi takutnya bau," ujar Abeh sambil bercanda kepada detikJabar pada (05/03/2023).
Abeh menuturkan meski terlihat biasa, cipet merupakan makanan yang enak disantap dengan kuah bakso, mie kuah, dan sambal kacang. Bahkan dimakan langsung juga enak.
Lakar atau cipet sendiri adalah makanan ringan khas Rancaekek, bahan-bahannya terdiri dari tepung tapioka atau aci yang dicampurkan dengan penyedap, kencur, serta rempah-rempah yang ditumbuk halus kemudian dipanggang atau dicapit di atas api panas.
Tidak ada sejarah pasti kapan makanan ini ditemukan, namun Abeh menyebutkan Cipet merupakan makanan zaman dulu yang sering ia nikmati ketika kecil.
"Emang jualan ini dari dulu, dengan harga yang nggak pernah berubah dua ribu tiga dari dulu," tambah Abeh.
Abeh telah berjualan sejak 2005. Dia biasanya berjualan di depan sekolah dasar di daerahnya, namun khusus hari Minggu ia sering menjajakan dagangannya di Bukit Candi. Abeh merupakan salah satu pedagang lakar atau cipet yang tetap bertahan meski sekarang mulai meredup.
"Ada pedagang lain juga, tapi jarang pisan biasanya cuma kakek-kakek atau nenek-nenek," ungkap Abeh.
Jika laris, Abeh mengaku bisa meraup penghasilan kotor hingga ratusan ribu rupiah. "Bisa 300 ribu rupiah. Alhamdulillah," katanya.
(iqk/iqk)